ArtikelBerita Jabar NewsOpiniReligi

Nestapa Manusia Modern

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Artikel berjudul “Nestapa Manusia Modern” merupakan hasil tulisan Nurul Hikmah, seorang penulis muda asal Ciamis yang kini berdomisili di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

“Peradaban modern bukanlah puncak peradaban,” begitulah pernyataan yang diungkapkan oleh Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag., seorang Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Sementara itu Atho Azhar mengemukakan bahwa masyarakat modern ditandai dengan lima hal, yaitu 1) Berkembangnya mass culture; 2) Tumbuhnya sikap menghargai kebebasan; 3) Tumbuhnya berpikir rasional; 4) Tumbuhnya sikap materialistis, dan; 5) Meningkatnya laju urbanisasi.

Pada abad modern ini segala fasilitas kebutuhan manusia memang terpenuhi secara material. Perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi berjalan begitu pesat. Hal itu memudahkan manusia modern untuk menciptakan dan meraih hal-hal yang dulu sangat tidak mungkin jika dibayangkan.

Aktivitas manusia modern
Ilustrasi: Aktivitas kehidupan manusia modern – (Sumber: freepik.com)

Manusia modern menempatkan alam sebagai objek yang bisa dikendalikan dengan sains dan ilmu pengetahuan tanpa perlu campur tangan Tuhan. Alam dieksploitasi secara massif tanpa memperhitungkan pembaharuannya.

Meskipun teknologi terus diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, berbagai imitasi bahan makanan diciptakan untuk menjawab kekeringan panjang dan ketersediaan bahan makanan yang semakin menipis.

Hujan buatan diatur sedemikian rupa untuk mengairi daerah-daerah kering. Mesin-mesin pintar terus diciptakan untuk menggantikan peran manusia hingga akhirnya manusia merasa bisa menjadi Tuhan bagi alam dan tidak perlu kepada Tuhan sang Penguasa Alam Semesta.

Kendatipun begitu, nestapa manusia modern tidak pernah berujung.  Meskipun teknologi memberi kemudahan. Namun, nyatanya teknologi tidak mampu menjawab ketakutan yang terus dialami oleh manusia dan memberi ketenangan. Justru setiap fase perkembangan terus menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran yang baru.

Manusia modern menjadikan sains dan teknologi sebagai mesin pendongkrak. Namun, melupakan aliran listrik yang menjadi kekuatan utamanya. Sains dikooptase hanya sekedar menyentuh aspek material dan tidak dijadikan sebagai alat untuk mengenal realitas ketuhanan. Hal ini yang disebutkan oleh Sayyid Quthb sebagai kembali ke abad ke-7. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memandu umat manusia memasuki zaman modern, tetapi mengabaikan pesan ilahiyah sehingga membawa manusia kembali ke abad ke-7.

Magnet Materialistik

Sejatinya perilaku materialistis telah terjadi sejak zaman Musa as. Ketika Bani Israil berkata, “Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sampai melihat Allah dengan jelas.” (Al-Baqarah : 55).

Bani Israil meminta kepada Musa ingin menyembah sesuatu yang wujudnya bisa mereka lihat karena tidak merasa puas hanya dengan mendengar kalam saja. Benih-benih materialistis itu terus hidup hingga abad modern hari ini. Tak hanya dalam bentuk pikiran, materialistis juga menjelma menjadi perilaku dalam kehidupan. Bahkan, untuk hal-hal yang sederhana.

Masyarakat modern sekarang ini sangat memandang kepemilikan akan suatu materi/produk menjadi tolak ukur yang penting dalam mengukur kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Aspek-aspek kepemilikan yang penting misalnya utilitas, penampilan, finansial dan kemampuan menonjolkan status, kesuksesan, dan gengsi  menjadi hal yang diprioritaskan (O’Cass, 2004).

Dikutip dari Alo Dokter bahwa perilaku materialisme juga  bisa dibentuk dari kebiasaan kecil seperti selalu memberikan hadiah berupa benda kepada anak pada setiap pencapaian yang diraihnya sehingga anak berpikir bahwa pemberian hadiah berupa benda merupakan bentuk cinta dan kasih sayang. Sementara ada banyak cara untuk mengekspresikan apresiasi dan kasih sayang seperti quality time, mengajarkan bersyukur, dan lain sebagainya.

Perilaku materialis berkaitan erat dengan perilaku konsumtif dan hedonisme. Konsumtif diartikan sebagai pengkonsumsian barang-barang berdasarkan pada gengsi semata dan bukan karena tuntutan kebutuhan yang dipentingkan (Barry, 1994), sedangkan hedonism merupakan pandangan bahwa kesenangan merupakan tujuan hidup manusia.

Kehidupan manusia modern yang tak lepas dari materi - (Sumber: Bing AI Creator/BJN)
Kehidupan manusia modern yang tak lepas dari materi – (Sumber: Bing AI Creator/BJN)

Orang-orang yang menganggap bahwa kehidupan ini untuk kesenangan semata mencari benda yang mereka pikir akan memuaskan dirinya sehingga mengakibatkan perilaku konsumtif. Kebahagiaan-kebahagiaan semu yang hanya bersifat kebendaan itu dikejar tidak berdasarkan pada efisiensi dan efektifitas kebutuhan. Namun, terkadang didorong oleh pertimbangan irrasional dan emosional dan setidaknya menyebabkan perasaan yang tidak pernah merasa puas, sementara sikap Allah swt telah memperingatkan dalam Al-Qur’an.

Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-Araf: 31)

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah saw juga bersabda, “Tiada suatu wadah pun yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih jahat daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang sulbinya. Dan jika ia terpaksa melakukannya maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya.”

Bagi orang-orang yang sejak dari awal berperilaku konsumtif, kemudahan yang ditawarkan melalui teknologi menjadi jalan untuk mempermudah keinginannya memenuhi utilitas dan fasilitas. Sementara bagi yang lainnya, meskipun hal ini tidak disadari secara eksplisit pada manusia lainnya  namun bisa jadi secara implisit telah terinfiltrasi ke dalam diri dan menjadi dorongan untuk berperilaku konsumtif.

Selain itu, perkembangan teknologi mendorong manusia menjadi makhluk narsistik bahwa segala hal bisa mereka ciptakan tanpa perlu campur tangan Tuhan. Tuhan ada karena manusia tidak mampu menggapai hal-hal yang tidak bisa dijangkau dan mustahil untuk dilakukan. Tuhan menjadi alasan dari ketidakmampuan manusia mewujudkan banyak hal.

Dengan adanya pengembangan sains dan teknologi yang dilakukan oleh manusia, hal-hal yang tadinya dianggap mustahil menjadi sangat mungkin hingga karena manusia bisa melakukan segalanya maka manusia tidak perlu lagi kepada Tuhan. Lambat laun Tuhan itu mati dengan sendirinya. Penyalahgunaan teknologi secara pragmatis juga sangat mungkin terjadi sebab ilmu dan teknologi tercerabut dari akar spiritualnya.

Hal tersebut sebenarnya bukan hal baru. Sejak awal abad ke-19, Nietzsche disebut sebagai pencetus kematian Tuhan, God is tot. Meskipun yang dilontarkan oleh Nietzsche merupakan respon terhadap agamanya sendiri, tetapi tidak menutup kemungkinan pemikiran tersebut juga diadopsi untuk merujuk segala jenis apapun yang dituhankan oleh manusia, termasuk bagi umat Islam yang tergerus nilai materialistis.

Kehidupan modern yang menafikkan realitas ketuhanan mendorong manusia untuk terus mencari pemuas dahaganya tanpa tepi. Hal ini terejawantah sampai kepada hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari. Manusia terjebak dengan pola pikir rasional dan menapikkan wilayah spiritual, seperti halnya mengejar fatamorgana oase di padang pasir. Hal itu hanya akan menimbulkan dahaga-dahaga baru, nestapa tak berkesudahan, padahal ketika sesuatu itu tidak bisa diindrai bukan berarti sesuatu itu tidak ada.

Manusia dan Spiritualitas

Kehidupan di semesta ini telah berjalan sejak miliaran tahun yang lalu. Meskipun zaman terus berubah sebagai bagian dari sunnatullah, tetapi manusia yang menjadi pemainnya tidak pernah berubah. Manusia dahulu dan manusia sekarang tetaplah makhluk yang terdiri dari entitas jasadiah dan ruhaniah. Dua entitas ini menarik manusia ke arah pemenuhan kebutuhan duniawi dan menarik pada pemenuhan kebutuhan ukhrawi yang keduanya perlu dipenuhi. Namun, peradaban modern telah mereduksi nilai-nilai spiritual yang semestinya menjadi penyeimbang antara alam realitas dan transendental.

Manusia modern memandang bahwa kehidupan hanya terdiri dari alam realitas saja yang bisa dikendalikan dengan ilmu pengetahuan. Ketidakseimbangan inilah yang membuat manusia modern merasa kering, hampa, dan terjebak dengan kebahagiaan semu. Sebab sebagai makhluk yang kompleks, manusia tidak hanya membutuhkan entitas materi sebagai pemenuh kebutuhannya, tetapi juga perlu memberikan gizi yang bersifat entitas immateri pada dirinya yang kemudian menjadi energi listrik bagi mesin-mesin material.

Spiritual menjadi kebutuhan dasar manusia. Manusia selalu terdorong untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mendasar. Mencari penguat di tengah kelemahan. Mencari jalan di antara kebingungan.

Spiritual melihat makna lebih dalam dan berarti dari sekedar material-fisik. Spiritual bukan praktik yang berdasarkan pada penyatuan jiwa dan alam atau entitas hidup dengan entitas mati melalui media.

Kebutuhan spiritual merupakan penyelarasan dimensi kehidupan. Spirit memberikan arti penting pada hal yang menjadi pusat kehidupan. Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syariat dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.

Spiritualitas tidak terbebas dari agama, spiritualitas justru berkaitan erat dengan unsur keilahiahan namun manusia seringkali mengingkari hal tersebut dan menggantinya dengan hal-hal yang menyebabkan kekosongan dalam dirinya. Spirit ini tidak sekedar hadir di tempat-tempat ibadah, namun juga teraktualisasi dalam segala bentuk interaksi dan perbuatan.

Allah swt menciptakan manusia dengan sedemikian rupa agar terhubung dengan personal-Nya. Untuk mencapai eksistensinya, manusia perlu melakukan pendakian spiritual dan mempertajam intelektual agar ilmu berkembang sesuai dengan tujuannya, atau yang disebut oleh Al-Ghazali sebagai “ma’rifatullah” sehingga segala macam perkembangan tidak kering dari nilai.

Berkata Ibnu Atha’, “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak ingin lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.”

Modernisme tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual manusia, akibatnya manusia perlu mencari jalan yang mampu membawanya untuk memaknai hidup lebih dalam, membangun pandangan yang arif terhadap kehidupan, tidak berlelah-lelah mengejar materi, mencari ketenangan batin dan menyucikan hati dan jiwa.

Kebutuhan terhadap spiritual menjadi semakin tajam dengan pengaburan spiritual di dunia modern. Pada akhirnya agama merupakan kebutuhan dasar yang seringkali dipalingkan oleh manusia sebab hanya dipandang sebagai legal formalistic yang membebankan banyak kewajiban. Namun bagaimanapun, agamalah yang mampu menjawab kekeringan-kekeringan tersebut sebagai pegangan moral.

Islam sebagai Solusi

Islam adalah pedoman hidup yang Allah turunkan untuk manusia. Islam adalah agama terbaik, sempurna dan mencakup seluruh sendi  kehidupan. Penyerahan total manusia kepada Islam tidak bisa hanya sebatas lisan, tetapi juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan.

Dalam Islam kebutuhan pemenuhan materiil dan ruhiyah merupakan suatu yang alami. Keduanya perlu dipenuhi dengan seimbang. Islam tidak membenarkan jika salah satunya saja yang dikejar dan meninggalkan salah satu yang lainnya. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut digapai dengan cara yang dibenarkan oleh Islam maka menjadi nilai kebajikan. Namun, sebaliknya ketika pemenuhan kebutuhan tersebut digapai dengan jalan yang tidak sesuai tuntunan Islam maka menjadi tercela.

Dalam Qur’an surat Al-Hijr ayat 26 Allah swt berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Tuhan berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan-Ku) maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud’”.

Ayat tersebut di atas menegaskan bahwa manusia tercipta dari unsur materi berupa tanah liat dan ruh yang ditiupkan Allah swt. Islam tidak menafikkan kebutuhan jasadiah manusia, juga tidak hanya memikirkan ukhrawi saja. Justru Islam dengan ajarannya yang paripurna memberikan tuntunan agar manusia mampu memenuhi keduanya dengan seimbangan dan dengan cara yang benar.

Dunia merupakan ladang bagi manusia untuk menanam amal sebanyak-banyak dan sebaik-baiknya untuk dituai di kehidupan setelah mati nanti. Ruh dan jasad tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling memengaruhi sebagaimana diungkapkan oleh Al-Ghazali bahwa hubungan ruh dan jasad hubungan yang saling mempengaruhi.

Ruh bertindak terhadap jasad sebagaimana raja dan kerajaannya. Ruh tidak akan bisa sampai kepada derajat tertinggi jika tidak mendiami jasad. Keterkaitan dan keseimbangan antara jasad dan ruh dalam ajaran islam ini yang mengantarkan manusia memiliki gelar ahsani taqwim. Bahkan, Islam mengecam manusia yang hanya memikirkan kehidupan ukhrowi saja sampai meninggalkan dan abai terhadap kehidupan dunia.

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (Q.S Al-Qashas: 77).

Ibnu Katsir berkata bahwa Allah swt mencela orang yang hanya meminta kebahagiaan dunia dan melupakan akhirat dan Allah memuji orang yang mengharap kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Islam membantu manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat sebab sebaik-baik manusia yang memiliki spiritual tertinggi saja, Muhammad saw tidak pernah meninggalkan perjuangan hidup di dunia.

Muhammad telah memberikan contoh bagaimana manusia harus menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya. Muhammad bertahanus dan bersosial. Muhammad beribadah dan memenuhi kebutuhan basyariahnya.

Jalan ini juga diikuti oleh manusia-manusia terbaik pada masanya sehingga mereka tidak kehilangan arah dalam menentukan visi dan jalan hidup, sebagaimana diungkapkan Hasan Al-Banna ketika menggambarkan generasi sahabat dalam melaksanakan tugas hidup mereka, “Rahib di malam hari dan penunggang kuda di siang hari.”

Menjadikan dunia sebagai ladang dan menempatkan akhirat sebagai tempat berpulang. Kebahagiaan abadi inilah inilah yang semestinya dijadikan pencarian manusia. Kebahagiaan dunia dan ukhrawi akan tercapai ketika manusia mampu meraih spiritualitas dalam dirinya sebagai penyeimbang kehidupan dunia.

Jika spiritualitas ini tidak mampu dicapai bahkan digerus dalam kehidupan maka manusia tidak akan sampai pada kebahagiaan sejati itu. Mengakui bahwa manusia butuh terhadap spiritualitas untuk menghilangkan dahaga dalam dirinya yang disebabkan materialistis tak berkesudahan.

Pengejaran terhadap kebahagiaan semu yang  sifatnya hanya duniawi saja yang membuat jiwa menjadi kering dan hidup kehilangan spirit. Hanya sekadar menjalankan hari-hari tanpa pijakan yang mapan akan membuat jiwa manusia semakin kering.

Islam merupakan agama yang sesuai dengan kebutuihan fitrah manusia. Hal ini karena Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah, sebagaimana manusia juga diciptakan oleh Allah swt. Oleh karena manusia telah mengadakan perjanjian dengan Tuhan-nya maka memori tauhid di dalam diri manusia tidak akan pernah terhapus.

Diri manusia akan terus mencari untuk mendaki hingga menemukan pencapaian tertinggi. Potensi alamiah ini tidak hanya dirasakan dan dibutuhkan oleh orang beragama saja, tetapi dimiliki oleh setiap manusia.  Kekayaan spiritual dalam Islam mampu menawarkan pencarian manusia modern yang tidak bisa dijawab oleh berbagai kemajuan.  (Nurul Hikmah/BJN).

***

Judul: Nestapa Manusia Modern
Kontributor: Nurul Hikmah

Editor: JHK

Sekilas Penulis

Nurul Hikmah
Nurul Hikmah, penulis (kontributor) – (Sumber: Koleksi pribadi)

Pemilik nama asli Nurul Hikmah ini merupakan salah satu tasykil Himpunan Mahasiswi Persatuan Islam bidang Kajian Keilmuan. Wanita berdarah Ciamis ini sering menggunakan nama pena Nurulife pada tulisan-tulisannya dan kini berdomisili di Kabupaten Tasikmalaya.

Kesibukan anak bungsu dari tiga bersaudara ini, selain sebagai seorang aktivis mahasiswa,  ia juga aktif di dunia pendidikan dan literasi. Ia juga tercatat sebagai pendiri dari Rumah Qur’an Karamel.

Penulis dapat dikunjungi di lama instagram-nya @nurulight1711.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *