Trauma Melati: Korban Perundungan yang Menderita Berkepanjangan
BERITA JABAR NEWS, Rubrik Opini/Artikel/Feature, Senin (02/09/2024) ─ Artikel berjudul “Trauma Melati: Korban Perundungan yang Menderita Berkepanjangan” ni ditulis oleh Achmad Syafei, seorang jurnalis, penulis, dan pengarang produktif. Selain mengelola media online “Niskala Media News” sebagai Pemimpin Redaksi, ia juga aktif sebagai Pengurus Dewan Kebudayan Kota Cimahi (DKKC), dan Ketua “Cimahi Aksara Buhun” (CAB).
Perundungan atau bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang terhadap seseorang yang dianggap lemah atau berbeda. Tindakan ini dapat berupa kekerasan fisik, verbal atau sosial, seperti menghina, mengucilkan atau menyebarkan rumor. Perundungan sering terjadi di lingkungan sekolah, tetapi juga dapat terjadi di tempat kerja, media sosial atau komunitas lainnya.
Kisah seorang gadis bernama Melati (nama samaran) dapat menjadi gambaran nyata dari dampak perundungan. Ia sudah menjadi korban perundungan dari sejak duduk di bangku sekolah kelas empat Sekolah Dasar (SD) sampai kelas tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Mungkin karena Melati mempunyai sifat pemalu sehingga ia tidak mudah bergaul. Hal itulah yang menjadi alasan bagi beberapa teman sekelasnya untuk menjadikannya sasaran perundungan. Setiap hari, ia dihina dan dipanggil dengan julukan-julukan yang merendahkannya. Mereka juga sering mengucilkannya, meninggalkannya sendirian di saat jam istirahat.
Penulis sangat beruntung bisa bertemu Melati yang bersedia menceritakan kisah hidupnya. Gadis ini mengakui kalau dirinya sudah mengalami perundungan oleh teman-teman sekolahnya sejak ia duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar di salah satu kota di Jawa Barat. Namun, saat itu pihak sekolah kurang tanggap dan menganggap perlakuan teman-teman sekolahnya tersebut hanyalah gurauan semata sehingga tidak mendapatkan penangan yang serius.
Perundungan yang dialami Melati berdampak besar pada kehidupan dan kesehatannya. Di sekolah, prestasinya menurun karena ia sulit berkonsentrasi dan merasa cemas setiap kali berada di lingkungan sekolah. Sementara ketika berada di rumah, ia menjadi lebih tertutup dan enggan bercerita kepada keluarganya tentang apa yang dialaminya.
Melati pun mulai merasa rendah diri dan kehilangan rasa percaya diri. Secara emosional, ia merasa tidak berharga dan kesepian yang pada akhirnya menyebabkan depresi.
Waktu terus berjalan. Perundungan yang diterima Melati berlangsung terus sampai ia masuk ke sebuah SMK di salah satu kota di Jawa Barat. Perundungan yang diterimanya semakin lama semakin berat ia rasakan. Ketika sampai kelas tiga, ia akhirnya memutuskan berhenti sekolah (drop out) karena merasa tidak kuat menahan beban yang diterimanya.
Jika dilihat selintas, tidak tergambar dari wajahnya kalau gadis manis dengan kacamata minus ini ternyata mengalami depresi yang diakibatkan oleh perundungan. Sudah empat tahun ini ia rajin mengonsumsi obat-obatan depresan untuk sedikit mengurangi penderitaannya.
Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Melati ingin sekali lepas dari ketergantungan obat dan menjadi manusia normal seperti teman-temannya yang lain. Namun, hal itu tidaklah mudah. Ia tak mampu melakukannya sendiri. Ia perlu pendampingan dari pihak yang peduli dengan apa yang dirasakannya sebagai korban perundungan.
Selain Melati, mungkin di luaran sana masih banyak orang-orang seperti Melati yang sedang menderita akibat perundungan. Semoga semua pihak dapat ikut berpartisipasi dalam mengatasi para korban perundungan yang efeknya ternyata sangat dahsyat, seperti apa yang diceritakan Melati kepada penulis. (Achmad Syafei).
***
Judul: Trauma Melati: Korban Perundungan yang Menderita Berkepanjangan
Penulis: Achmad Syafei
Editor: JHK