Mengulas Puisi “Bayang yang Tak Pernah Pulang” Karya Annisa Shabrina Hanun
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Rubrik SASTRA, Sabtu (01/02/2025) – Artikel berjudul Mengulas Puisi “Bayang yang Tak Pernah Pulang” Karya Annisa Shabrina Hanun ini adalah sebuah esai karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Ia berjalan di antara lorong sunyi,
tanpa peta, tanpa bintang yang menemani,
angin malam merengkuh tubuhnya yang lelah,
sementara harapan, telah lama patah.
Langkahnya berat, digulung waktu,
mencari tempat yang tak pernah menunggu,
sedang dunia menutup pintunya rapat-rapat,
menyisakan hanya dingin yang pekat.
Ia kehilangan arah,
tak ada rumah yang memanggilnya kembali,
hanya gema sepi yang berbisik lirih,
“Engkau terlalu jauh untuk diraih.”
Langit mungkin tak meneteskan hujan,
bumi pun enggan memberinya pangkuan,
namun ia tetap berjalan,
menjadi sandaran bagi mereka yang kehilangan.
Siapa yang mendukung bayang yang melangkah jauh?
Siapa yang merindukan siluet penuh harapan?
Ia, bayang yang tak pernah pulang,
adalah kekuatan yang tak tergoyahkan.
Mungkin ia tak membutuhkan dunia untuk memeluknya,
sebab ia sendiri adalah naungan bagi jiwa yang terluka.
Bayang itu, meski tak pulang,
menorehkan makna abadi di hati yang disentuhnya.
Dalam puisi “Bayang yang Tak Pernah Pulang“, Annisa Shabrina Hanun mengajak kita menyelami perjalanan batin yang penuh dengan kesunyian dan ketidakpastian. Dalam bait-baitnya, terasa bagaimana sosok dalam puisi ini berjuang melawan waktu dan keadaan, meski tanpa petunjuk atau dukungan yang jelas.

Puisi ini dibuka dengan gambaran lorong sunyi yang mencerminkan isolasi dan kesendirian. Tanpa bintang atau peta sebagai penunjuk arah, sosok ini terombang-ambing dalam kelelahan dan keputusasaan. Angin malam yang menyelimuti tubuhnya menjadi simbol dari beratnya beban yang harus dipikul tanpa adanya harapan yang menemani.
Langkah yang berat dan waktu yang terus menggulung seakan menggambarkan bagaimana dunia menutup pintunya rapat-rapat, hanya menyisakan dingin yang pekat. Di sini, Annisa berhasil menangkap perasaan kehilangan arah yang mendalam, di mana tidak ada rumah yang menantinya untuk kembali. Gema sepi yang berbisik lirih semakin menegaskan betapa jauhnya sosok ini dari harapan yang ingin diraihnya.
Namun, di tengah kesunyian dan ketidakpastian ini, puisi ini juga menyoroti kekuatan dan keteguhan hati. Meskipun tidak ada hujan dari langit atau pangkuan dari bumi, sosok ini tetap berjalan, menjadi sandaran bagi mereka yang kehilangan. Sosok yang tidak pernah pulang ini digambarkan sebagai kekuatan yang tak tergoyahkan, yang menemukan maknanya dalam menjadi naungan bagi jiwa-jiwa yang terluka.
Annisa Shabrina Hanun dengan cerdas mengemas puisi ini dalam nuansa melankolis namun penuh kekuatan. Setiap baitnya menggambarkan perjalanan yang tidak hanya fisik, tetapi juga emosional dan spiritual, menunjukkan bahwa meskipun sosok ini tidak pulang, ia menorehkan makna abadi di hati yang disentuhnya.
Dalam keseluruhan puisinya, Annisa mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati kadang ditemukan dalam perjalanan tanpa tujuan yang jelas, dan dalam peran kita untuk menjadi harapan bagi mereka yang terpuruk. Bayang yang tak pernah pulang ini mungkin tidak membutuhkan dunia untuk memeluknya, sebab ia sendiri telah menjadi pelindung bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan. (Didin Tulus).
***
Judul: Mengulas Puisi “Bayang yang Tak Pernah Pulang” Karya Annisa Shabrina Hanun
Penulis: Didin Kamayana Tulus, seorang penggiat buku, tinggal di Kota Cimahi
Editor: JHK