Cerpen “Badran Terhempas, tetapi Tak Kandas”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Badran Terhempas, tetapi Tak Kandas” ini merupakan karya original dari Devita Andriyani, seorang wanita kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Malam ini udara sangat dingin, tak seperti malam-malam sebelumnya. Semilir angin yang berhembus meniupkan rasa yang berbeda.
Malam ini suasana terasa berbeda dan terlihat sangat indah. Bintang-bintang bertaburan dengan kerlap-kerlipnya.
Bulan yang begitu menawan. Angin berhembus membuat bunga-bunga di pot bergoyang lembut. Malam ini menjadi aktivitas baru bagi Badran. Aktivitas yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Bahkan, malam ini bukanlah keinginannya untuk keluar dan bekerja.
Kegiatan di luar rumah yang dilakukan Badran pada malam yang dingin ini karena suatu keterpaksaan. Ia sedang berusaha menyemangati dirinya untuk belajar keluar dari zona nyamannya. Baginya hal ini adalah keputusan terbaik, meski dalam pengambilan keputusan ini ia harus memaksakan dirinya mengambil langkah yang sebetulnya tak ingin dilakukannya.
Pada malam yang dingin ini Badran melewati gang-gang di perumahan. Terlihat masih ada beberapa orang-orang yang duduk-duduk santai di teras rumah mereka.

Dengan langkah gontai Badran tetap berjalan melewati gang demi gang. Malam ini masih ada rasa sedih yang tersisa dari hari-hari yang telah lalu. Ia merasa dirinya sudah diinjak-injak dan tak berharga sama sekali.
Terkadang Badran merasa kuat, tetapi terkadang ia juga merasa lemah dalam melewati hari-hari yang dilaluinya. Ada rasa sesal dalam dirinya, mengapa ia harus tinggal dengan orang tua angkatnya. Sampai perasaan-perasaan itu terus menghampirinya. Ia ingin membuang jauh-jauh perasaan-perasaan itu, tapi seperti belum mampu melakukannya.
Tuhan, aku tak mampu menghadapi semua ini. Aku merasa tak punya harga diri lagi. Ya Tuhan, mampukan aku untuk melewati semua cobaan ini. Aku ingin tak ingin hanyut dalam lautan kesedihan. Aku ingin hidupku berubah dan menjadi lebih baik. Berikanlah jalannya ya Tuhan. Itulah keluh kesah Badran yang meronta-ronta dalam batinnya yang kosong.
Dalam setiap perjalanan yang dilaluinya selalu terbesit pertanyaan yang tak seharusnya ada dalam kamus hidupnya. Pertanyaan yang tak seharusnya muncul dalam detik waktu yang dilewatinya. Pertanyaan yang sebetulnya tak ingin muncul tiba-tiba dalam pikirannya. Namun, hari ini pertanyaan itu memberi warna dalam hidupnya yang kini terasa hampa.
Terkadang Badran bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mengapa orang tua angkatku tega mengusir aku? Apakah aku harus menjadi anak yang ideal untuk diterima? Apakah aku harus menjadi anak yang tak boleh melakukan satu kesalahan apapun?
Pada detik waktu yang terus berlalu pada malam ini, Badran harus mau menerima kenyataan dalam hidupnya. Ia harus ikhlas menerima apa yang terjadi dalam hidupnya. Pada usianya yang ke-12 tahun ia tak lagi menempuh pendidikan dari orang tua angkatnya.
Perbuatan Badran melakukan pertengkaran dengan salah satu tetangga adalah penyebabnya. Kejadian tersebut membuat ia diusir dari rumah oleh orang tua angkatnya.
Pertengkaran ini dipicu akibat salah satu tetangga Badran menghinanya karena ia adalah anak hasil hubungan gelap. Hinaan yang dilontarkan salah satu tetangganya itulah yang membuatnya emosi dan tanpa pikir panjang langsung memukul tetangganya itu berulang kali. Akibatnya tubuh tetangganya itu babak belur sehingga akhirnya dibawa ke rumah sakit.
Mendengar berita pertengkaran yang terjadi, orang tua angkat Badran merasa malu dan tak bisa menerima kondisi ini. Peristiwa apes tersebut diketahui orang tua angkatnya dari pembantu rumah tangga keluarga mereka. Mendengar berita tersebut, orang tua angkatnya langsung mengambil keputusan drastis dengan mengusirnya dari rumah.
Menurut orang tua Badran, keputusan yang diambilnya adalah pilihan terbaik. Ia merasa malu atas sikap Badran yang membuat keributan. Perbuatan tersebut telah mencoreng nama baik keluarganya. Ia merasa gagal dalam mendidik anak angkatnya tersebut, padahal selama ini ia sudah mendidiknya dengan baik dan sepenuh hati. Namun, perbuatan Badran ternyata tak seperti yang diharapkannya.
Memang nasib Badran saat ini tidak baik dan apes. Mau tidak mau ia harus menerima kenyataan diusir oleh orang tua angkatnya yang selama ini telah mengurusnya. Tentu saja tidak mudah menerima kenyataan pahit untuk anak laki-laki berusia dua belas tahun yang masih bau kencur.
Kepergian Badran memang tak meninggalkan jejak yang baik. Ia sebetulnya juga malu sudah melakukan perbuatan keji yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Namun, karena saat itu dirinya tak bisa menahan emosi yang begitu meluap sehingga peristiwa pemukulan itu pun terjadi.
“Tuhan, maafkan aku yang lemah ini dan tak mampu menahan emosi. Maafkan atas perbuatanku yang tak sesuai dengan kehendak-Mu. Aku merasa sudah berdosa di hadapan-Mu,” ungkap Badran dalam doa yang sempat ia panjatkan saat melaksanakan salat di sebuah musala tua.
Saat keluar dari rumah orang tua angkatnya, Badran tak tahu siapa lagi orang tua yang telah melahirkannya. Ia tak lagi menemukan sosok Bapak dan Ibu dalam hidupnya. Kini ia hanya pasrah dengan keadaannya.
Sebagai anak laki-laki berusia dua belas tahun, Badran berusaha mencari sesuap nasi untuk menyambung hidupnya. Ia mendatangi salah seorang teman baiknya untuk dicarikan pekerjaan. Berkat bantuan temannya itu akhirnya ia bisa bekerja sebagai tukang angkat junjung di pasar Salatiga. Selain itu ia juga bekerja sebagai karyawan warung angkringan milik salah satu kenalan temannya.
Badran sebetulnya ingin tetap sekolah, tetapi karena tidak ada yang membiayainya terpaksa ia bekerja. Dengan pekerjaan yang dijalaninya ia semakin menjadi laki-laki yang gigih dan kuat.
Rasa sakit hati Badran atas perlakuan tetangganya yang sudah menghina dirinya masih terasa bersemayam dalam batinnya, tetapi ia berusaha untuk memaafkannya. Ia berusaha menguatkan dirinya sendiri agar tetap tegar dalam mengarungi kehidupan ini walau keadaan seperti tak memihak padanya.
Beruntung Badran memilki teman baik dan setia yang telah membantunya memberikannya pekerjaan. Temannya itu bernama Sarbini, anak seorang kuli bangunan yang merupakan teman akrabnya semasa masih bersekolah di bangku Sekolah Dasar (SD).
“Badran, aku percaya kamu bisa melewati semua cobaan ini. Kamu adalah temanku yang baik dan tak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan hidup. Aku percaya bahwa keadaanmu tak selalu seperti ini. Suatu saat nanti Tuhan akan membalikkan keadaanmu,” ujar Sarbini memberikan semangat kepada teman karibnya tersebut.
Badran merasa terharu dan tak terasa butiran air jernih meleleh dari pelupuk matanya yang sayu. Batinnya kini tak kosong lagi karena ada teman setia yang selalu memberinya semangat dalam menjalani hari-harinya yang berat.
“Tuhan memberikan rencana yang baik bagimu. Tuhan akan selalu kuatkan kamu. Kamu selalu ada dalam lindungan Tuhan. Rasa sedihmu dan sesalmu akan selalu didengar Tuhan. Hari ini memang kamu sedang susah, tapi nanti keadaan akan berubah. Tuhan adalah sumber pengharapanmu. Tuhan sahabat terbaik di kala susahmu. Hanya Tuhan yang ada buat kamu di saat apapun kondisimu, “ tambah Sarbini dengan penuh semangat.
Badran menunduk dengan rasa haru yang mendalam. Tetesan air mata telah membahasi pipinya yang berwarna coklat. Ia bersyukur masih ada teman baik yang rela membantu dan menghiburnya saat dirinya sedang berada dalam titik terendah dalam hidupnya.
“Makasih ya Sarbini. Aku bangga padamu. Aku bersyukur memiliki sahabat sepertimu. Dukunganmu yang membuat aku menjadi semakin kuat dan akan selalu berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Aku percaya Tuhan akan menolongku,” balas Badran sambil memeluk teman karibnya itu dengan erat. (Devita Andriyani).
***
Judul: “Badran Terhempas, tetapi Tak Kandas”
Pengarang: Devita Andriyani
Editor: JHK
Sekilas tentang pengarang
Devita Andriyaniadalah seorang wanita yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMA.Pengarang kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 ini sehari-harinya rajin membaca cerita-cerita fiksi di berbagai media, baik media online maupun media offline.
Minat Devita pada dunia kepenulisan membuahkan beberapa karya berupa cerpen yang pernah diterbitkan di berbagai media online, di antaranya modernis.co, pratamamedia.com, penfighters.com, inspirasipagi.id, dan dimensipers.com.
Untuk mengasah kemampuan menulisnya, saat ini Devita tergabung dalam Komunitas Penulis Ambarawa (Penarawa). Penulis bisa dihubungi melalui email: eunikedevita@gmail.com.
***