Cerbung “Lelaki Penyelamat – Part 1”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Cerita bersambung (cerbung) berjudul “Lelaki Penyelamat – Part 1” merupakan karya original dari Diantika IE, seorang penulis dan pengarang asal Ciamis, Jawa Barat. Ia juga aktif sebagai Ketua Komunitas Penulis Kreatif (KPKers) Indonesia.
Secara logika, seharusnya Roy menjadi lelaki penyelamat yang mampu menjadi sayap pelindung untuk Rani seperti yang dijanjikannya selama ini. Namun, ternyata mulut manisnya hanya semacam janji busuk yang menjijikan. Kini kebencian Rani membuncah dan memusat kepada lelaki yang dulu sangat dicintainya itu.
***
Senja menyapa. Semburat layung tergambar di ujung barat; redup. Angin sepoi menyapu dedaunan. Gemerisik terdengar ranting dan daun beradu. Rani bergeming di sisian beton jembatan. Tak ada seseorang yang tahu. Rambutnya yang panjang berantakan tersapu tiupan angin. Tangannya yang mungil sibuk meyapu air mata yang menyerupai sungai kecil di pipinya yang semakin tirus.
Adegan menyakitkan kembali terbayang di pelupuk mata. Nista itu sangat mengerikan. Bagaimana bisa seorang yang sangat dicintainya berani merenggut sesuatu yang selama ini sangat dijaganya. Benar kata Mamak kalau Rani adalah perempuan bodoh yang mau begitu saja dibawa pergi karena terlampau percaya dengan cinta. Lihatlah betapa ketulusan dan kepolosan Rani telah dimanfaatkan oleh lelaki yang katanya sangat mencintainya.
“Mamak malu punya anak seperti kamu! Apa kata orang-orang jika mereka tahu kalau anak seorang ustaz dan ustazah di kampungnya telah berzina dan melahirkan anak tanpa ayah. Mamak gak sanggup, Rani. Gak sanggup!” teriak Mamak dengan suara terpekik.
Mata dan wajah Mamak sama merahnya dipenuhi amarah. Pak Toha terus berusaha menenangkan istrinya dengan perasaan yang campur aduk tidak menentu. Antara dendam, sakit dan kecewa. Ingin rasanya ia mencekik lelaki muda bernama Roy itu hingga ia lenyap dari muka bumi karena bukan hanya anaknya yang telah ia nodai dengan paksa, tetapi akibat kejadian itu, putri semata wayang mereka pun mengalami trauma berat.
Mamak pun ikut-ikutan depresi karena tidak sanggup menanggung beban rasa malu. Beruntung masih ada iman yang mampu menguatkan dan membuatnya tetap waras hari ini.
Aku tidak boleh ikut hilang akal. Aku harus tetap sadar dan eling demi keluarga yang sudah lama kubangun ini. Bisik hati pak Toha di tengah tangisannya.
Melihat kedua orangtuanya ikut menderita karena kejadian yang menimpa dirinya, Rani gelap mata. Langkah kakinya bergegas meninggalkan rumah. Menelusuri jalan yang tak tentu arah. Kini ia sudah berjarak berkilo meter dari rumahnya. Sebuah tempat yang sebenarnya tidak dikenalinya.
Kaki Rani mulai lemah karena telah berjalan dan berlari terlalu jauh. Himpitan perasaan yang membuatnya sesak semakin menyakitkan. Bayangan Roy dan kedua kawannya memuakkan.
Rani telah bertekad untuk mengakhiri hidup. Tidak ada gunanya ia hidup. Kalaupun harus bertahan, ia tidak akan kuat menanggung malu. Kakinya yang lemah menaiki pagar jembatan yang terbuat dari beton. Angin dingin berembus kencang. Daun bambu yang rindang berhasil menyembunyikan tubuhnya yang sedang berdiri di tangga yang dipenuhi lumut.
Tampak sudah di bawah tempat Rani berdiri air mengalir dengan tenang, menunjukkan betapa dalamnya sungai itu.
Rani melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada satupun orang yang melihat dan mungkin akan menggagalkan aksinya.
Suasana sunyi. Hanya suara binatang-binatang khas sore hari seperti tenggerek dan desau angin yang terdengar memenuhi telinga. Rani merenung sekali lagi. Ia memejamkan mata menguatkan azam. Tangannya meremas perut yang berisi janin entah milik siapa di antara tiga pria bejad yang telah menggagahinya.
Seringai Roy terbayang lagi ketika Rani meringis kesakitan. Jangankan bertangung jawab, pria bejat itu malah memberikan tubuh Rani kepada dua lelaki hidung belang lainnya. Alih-alih meminta pertanggungjawaban, dirinya sendiri jijik jika harus bersuamikan pria berhati iblis itu.
“Nak, maafin mama ya. Kita tak harus hidup. Kini temani mama pergi ya. Kita mati sama-sama. Maafkan mama,” ucap Rani sambil berlinang air mata.
Bahu Rani berguncang keras. Rambutnya yang terurai semakin berantakan tidak karuan. Tangannya yang sudah lemah meraih pagar sebagai pegangan agar ia bisa naik ke tempat yang lebih tinggi. Sekuat tenaga akhirnya ia berhasil berdiri di tepi jurang yang dalam. Berharap dengan melonpat nyawa akan segera melayang dari badan dan dirinya tidak lagi merasakan pilu yang teramat pilu.
Mata Rani memejam dan siap melompat ke dalam sungai. Namun, tiba-tiba ia merasakan sakit di pergelangan tangannya. Tubuhnya gagal terjun. Sesuatu menghambat di sana. Rani membuka matanya. Kini ia tersadar jika tubuhya hanya bergantung di tepi jurang.
“Jangan nekat!” Terdengar suara berat seseorang dengan penuh penegasan.
“Lepaskan!” teriak Rani dengan suara memekik.
“Jangan bodoh! Perbaiki dulu hidup kamu sebelum mati! Sini naik lagi. Pegang tanganku kuat-kuat,” ucap lelaki itu dengan suara yang tertekan karena mengeluarkan tenaga menarik tubuh Rani yang melawan diselamatkan.
Rani semakin berontak. Namun, tenaga lelaki itu lebih kuat untuk menariknya kembali ke sisi jalan. Rani meringis menahan sakit ketika tubuhnya menghantan trotoar akibat tarikan kuat.
“Sakit? Bagaimana jika kamu terjun ke sana dan Allah tidak menghendaki kamu mati? Mau cacat seumur hidup?” Teriak lelaki itu.
Rani beringsut memperbaiki posisi duduknya, “Siapa kamu? Apa hakmu mencampuri hidupku?”
“Aku tidak mencampuri. Aku hanya ingin menolongmu!” Jawab lelaki itu.
“Kenapa? Kau bahkan tidak tahu seberapa sulit hidupku jika aku masih hidup!” Teriak Rani.
“Terserah! Terserah kamu gadis bodoh! Tapi apa di akhirat sana kehidupanmu akan jauh lebih baik dengan cara mati sebodoh ini?” Balas lelaki itu.
“Aku mau mati saja!” Teriak Rani dengan ganas sambil berdiri dan berlari mendekat kembali ke sisi jembatan.
“Lakukan! Lakukan saja jika itu memang maumu. Maaf, jika aku telah berniat menyelamatkanmu dari siksa akhirat nanti. Asal kau tahu, andai kau masih mau hidup maka kesempatan untuk memperbaiki hidupmu di akhirat nanti jauh lebih banyak,” ujar lelaki tak dikenal itu mencoba mengingatkan Rani.
“Berisik! Biarkan aku sendiri!” Teriak Rani dengan nada tinggi.
Marah Rani sudah tidak bisa terbendung lagi.
“Silakan! Silakan melompat sekarang juga, gadis bodoh! Atau perlu aku bantu mendorong tubuhmu dan membiarkanmu dimakan buaya di dasar sungai sana hah?” Ujar lelaki itu dengan nada yang datar dan dingin.
“Aku menyesal telah mencoba menyelamatkan perempuan bodoh seperti kamu. Pergilah! Nanti jangan salahkan siapapun jika kau gagal mati dan tubuhmu koyak, cacat, dan hidupmu lebih kacau! Selamat tinggal!” Ucapnya lagi sambil berlalu meninggalkan Rani sendirian.
Pikiran Rani semakin kalut. Napasnya yang penuh amarah tidak lagi bisa dikontrol. Tangan semakin lemah untuk menjangkau pegangan besi. Kakinya tidak lagi mampu berpijak. Seketika tubuhnya ambruk menghantam aspal jalan.
Mendengar suara tubuh Rani ambruk, lelaki itu berbalik arah. Ia pun lantas memungut tubuh gadis bodoh itu dan membopongnya pulang ke sebuah gubuk kecil di tengah hutan.
***
“Siapa ini Guntur?” Tanya perempuan setengah baya yang masih menggunakan mukena sehabis salat.
“Maafkan saya, Umi. Saya menemukannya di tepi jurang jembatan sana. Ia adalah gadis bodoh yang hendak melakukan hal yang sama dengan Ningrum dulu,” jawab Guntur dengan nada tercekat.
Tenggorokan lelaki asing yang ternyata bernama Guntur itu terasa sakit mengenang kejadian yang menimpa adik kandungnya beberapa tahun lalu.
Umi Fillah menghela napas panjang sambil memandangi wajah Rani dengan penuh iba. Lantas kembali memandangi Guntur anak lelakinya. Hari ini sungguh kamu telah kembali menjadi lelaki penyelamat, ungkap batin Umi Fillah.
“Ambilkan kain dan pakaian Ningrum di lemari. Umi akan menggantikan baju gadis ini,” perintah perempuan tua itu disusul dengan langkah Guntur penuh kepatuhan.
“Baik, Umi,” jawab Guntur singkat seraya mematuhi omongan ibunya tercinta. (BERSAMBUNG).(Diantika IE).
***
Judul: “Lelaki Penyelamat – Part 1”
Pengarang: Diantika IE
Editor: JHK
Catatan:
Cerbung ini sudah pernah diterbitkan secara berseri di blog RUANG PENA milik Diantika IE dengan judul yang sama dan atas seizin penulisnya ditayangkan kembali di media online BERITA JABAR NEWS (BJN). Link asli cerbung berjudul “Lelaki Penyelamat – Part 1” ini bisa Anda kunjungi di sini: Link Ruangpena.id.
Sekilas tentang pengarang
Diantika IE merupakan nama pena dari Diantika Irma Ekawati, M.Pd. Perempuan yang terlahir dan besar di sebuah kota kecil Ciamis tersebut adalah lulusan dari jurusan PGRA (Pendidikan Guru Raudhatul Athfal) 2007 dan menyandang gelar Magister Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.
Saat ini Diantika IE masih dipercaya sebagai Pejabat (Pj.) Ketua Umum Komunitas Penulis Kreatif (KPKers) Pusat. Sebelumnya ia pernah memegang jabatan itu untuk masa bakti 2018-2020. Selain memiliki hobi menulis cerita pendek, novel, puisi, dan cerita anak. Ia juga memiliki kegemaran membaca, bercerita, dan mendongeng. Diantika memiliki segudang pengalaman sebagai pembicara di beberapa event kepenulisan.
Karya yang pernah dipublikasikan di antaranya buku kumpulan cerpen berjudul “Secarik PesanTerakhir” yang merupakan buku tunggal perdananya, antologi cerpen, antologi puisi, tulisan tentang pendidikan Islam, dan novel berjudul “Handaru”.
***