Sajak “Seruan dari yang Tak Bersuara”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom SASTRA, Senin (21/10/2024) – Sajak berjudul “Seruan dari yang Tak Bersuara” ini merupakan sebuah feature karya Citra Nilakresna Dewi, seorang mahasiswi yang kini sedang mengejar gelar Master dalam Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan dengan fokus pada Penelitian Sains Terapan (Master’s degree in Business Development and Entrepreneurship with a focus on Applied Science Research) di Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht), Belanda.
Di bawah langit yang penuh luka dan jelaga,
Terhampar tanah tempat langkah terjejak,
Hak-hak asasi mengalun seperti doa,
Lahir dari nyawa yang memanggil seruan tak berdetak.
Bukan milik satu, bukan milik dua ─
Setiap insan membawa hak yang tak ternilai harganya.
Namun, lihatlah mereka yang terseok di tepian,
Yang suaranya hilang, tertelan kuasa dan keangkuhan.
Ada tangan-tangan yang merenggut,
Menganggap hak sebagai barang yang bisa diambil,
Menghancurkan asa mereka yang terbatas oleh ruang,
Oleh batas yang tak dipilih mereka, namun dipaksakan.
Mereka, yang tertindas oleh yang berkuasa,
Disapu oleh kuasa yang tak peduli asa.
Bukan karena salah, bukan karena dosa,
Tapi karena mereka lahir dengan terbatasnya daya dan masa.
Kita lupa, terkadang hak bukan milik yang kuat saja,
Bukan bagi mereka yang berdiri di puncak kekuasaan;
Hak juga adalah napas bagi yang tak bersuara,
Yang tersembunyi di bawah bayang penguasa yang menelan.
Lihatlah mereka yang memilih jalan terjal,
Aktivis yang melawan arus kekerasan dan ketidakadilan,
Mereka tak gentar meski diselimuti ancaman,
Karena dalam jiwa mereka, terukir satu keyakinan:
Bahwa hak manusia adalah harga diri setiap jiwa,
Yang tak boleh dirampas oleh tangan kekuasaan yang buta.
Munir, ya, ia salah satu dari mereka yang berani,
Namun ada ribuan lainnya yang terlupa dalam sunyi.
Mereka berjuang untuk hak yang kita semua miliki,
Hak untuk hidup tanpa rasa takut,
Hak untuk mencinta tanpa harus bersembunyi.
Betapa perihnya dunia yang enggan mengakui-
Bahwa hak itu milik bersama, tak boleh dikuasai,
Bahwa di setiap sudut gelap dan sepi,
Ada mereka yang mati demi hak asasi yang tak dihargai.
Dan kuasa—ah, betapa ia mengikat, memeras jiwa,
Orang-orang yang memiliki lebih-
Lupa-bahwa kekuatan adalah amanah, bukan pedang untuk menusuk,
Tapi tangan untuk mengangkat yang terjatuh,
Untuk melindungi mereka yang tak memiliki pelindung.
Mereka yang tertindas tak hanya diam,
Mereka berteriak dalam bisu yang panjang.
Namun siapa yang mendengar,
Jika dunia berpaling pada yang berlimpah dan terang?
Para aktivis, mereka membuka jalan,
Berlari melawan badai, menantang kekuatan.
Darah mereka adalah tinta yang menggores sejarah,
Bahwa hak bukanlah barang sepele,
Tapi kehidupan yang tak boleh terenggut.
Mereka adalah penjaga, benteng dari kehancuran,
Melawan ketidakadilan yang begitu tajam merajam.
Setiap langkah mereka adalah sebuah janji,
Bahwa hak setiap insan adalah suci,
Tak boleh dilupakan, tak boleh diremehkan.
Dalam keheningan, kita seharusnya sadar,
Bahwa hak asasi bukan hanya milik mereka yang lantang,
Tapi juga milik mereka yang terbisu,
Yang terbungkam oleh kuasa, terkungkung oleh ketakutan.
Kita semua terikat oleh janji kemanusiaan,
Bahwa hak itu mesti dijaga bersama,
Bukan hanya oleh pejuang yang telah gugur di medan,
Tapi oleh kita, yang masih hidup dan bernapas di dunia ini.
Karena setiap hak yang dilanggar,
Adalah pintu menuju gelap yang lebih dalam,
Dan setiap hak yang diperjuangkan,
Adalah cahaya yang menerangi jalan panjang kemerdekaan.
Janganlah kita lupa, janganlah kita lengah,
Hak asasi manusia adalah mercusuar,
Yang menuntun kita menuju dunia yang lebih adil,
Bukan dunia tanpa luka,
Tapi dunia yang tak menutup mata pada luka itu,
Dunia yang memilih untuk terus mencoba,
Melawan ketidakadilan, mengangkat yang jatuh,
Dan bersama, menjaga harga diri setiap jiwa.
Utrecht, 12 September 2024
Dari Penulis,
***
Judul: Sajak “Seruan dari yang Tak Bersuara”
Penulis: Citra Nilakresna Dewi
Editor: JHK
Sekilas tentang Penulis:
Citra Nilakresna Dewi, seorang gadis berusia 27 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Business Development & Entrepreneurship di Utrecht University, Belanda. Ia memiliki hobi menulis, melukis, fotografi, musik, membaca, traveling, aktivitas sosial (positive impact), olahraga, dan refleksi diri.
Dunia bisnis bukanlah minat utama Citra sejak awal. Ia menemukan bahwa bidang ini menawarkan alat dan wawasan yang sangat berharga untuk mendukung hobi-hobi kreatifnya, seperti menulis, melukis, fotografi, dan musik. Oleh sebab itu, disela kesibukannya menuntut ilmu, ia sempatkan pula membangun bisnisnya dalam bidang pelatihan sumber daya manusia yang bernama Successshive.

Seiring berjalannya waktu, Citra mulai melihat bagaimana bisnis dapat menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan setiap aspirasinya, serta membantu memadukan kecintaannya pada seni dengan strategi yang lebih terstruktur.
Sebagai seorang penulis freelance, Citra menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang telah dipelajarinya untuk memperkuat karya-karyanya. Dengan menggabungkan pendekatan analitis dari dunia bisnis dengan kecintaannya pada seni menulis, ia menemukan keseimbangan yang memungkinkannya bekerja lebih efisien sambil tetap menikmati setiap prosesnya.
Citra percaya bahwa setiap individu memiliki lebih dari satu keahlian dan keahlian-keahlian tersebut sering kali saling melengkapi dan memperkaya. Baginya, bisnis telah menjadi pendukung utama yang memungkinkan ia dapat mengekspresikan kreativitasnya secara lebih mendalam dan luas. Melalui hal inilah ia memberanikan diri untuk membagikan segelintir demi segelintir tulisan yang dibuatnya, berdasarkan pengalaman pribadi dan kompilasi pengalaman orang-orang yang telah ditemuinya.
Setiap pengalaman tersebut membawa pelajaran berharga dan Citra merasa bangga kepada mereka yang terus berjuang, serta mereka yang memberanikan diri untuk bangkit kembali, meski secara perlahan.
Bagi Citra, meski perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, ia selalu menikmati setiap langkah yang ditempuhnya—dari pengalaman yang paling pahit hingga yang paling manis—dan terus belajar untuk menghargai setiap momen dalam proses ini.
***