ArtikelBerita Jabar NewsFeature

Di antara Waktu dan Budaya: Menemukan Rindu di Belanda

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Sabtu (07/09/2024) – Artikel berjudul “Di antara Waktu dan Budaya: Menemukan Rindu di Belanda ini merupakan sebuah feature karya Citra Nilakresna Dewi, seorang mahasiswi yang kini sedang mengejar gelar Master dalam Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan dengan fokus pada Penelitian Sains Terapan (Master’s degree in Business Development and Entrepreneurship with a focus on Applied Science Research) di Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht), Belanda.

Di Belanda, kehidupan berjalan dengan ritme yang terkadang sulit diikuti. Namun, selalu mengundang rasa ingin tahu. Setahun tinggal di negeri yang terkenal dengan kincir angin dan kanal-kanal indahnya, mengajarkanku lebih dari sekadar adaptasi budaya. Kehidupan di sini menawarkan lebih dari apa yang bisa dilihat sekilas; bisa dikatakan bahwa ini adalah tentang menemukan jati diri, meski tidak sepenuhnya, tapi segelintir nilai didapatkan— dalam konteks yang berbeda, jauh dari kenyamanan tanah air.

Suasana alam di negeri Belanda yang indah
Suasana alam di negeri Belanda yang indah – (Sumber: Citra/BJN)

Kebiasaan pertama yang harus kupelajari dengan cepat adalah keterusterangan orang Belanda. Mereka tidak mengenal basa-basi yang kita sering gunakan untuk menjaga perasaan orang lain. Di sini, kejujuran dianggap sebagai bentuk tertinggi dari hormat. Jika ada yang salah, mereka akan mengatakan secara langsung, tanpa hiasan kata-kata.

Pengalaman pertamaku dengan hal ini terjadi ketika aku tergabung dalam sebuah proyek kelompok. Salah satu anggota tim, seorang Belanda, tanpa ragu mengoreksi kesalahan kami dengan nada yang tegas.

“Cara ini tidak benar. Cara ini salah,” kata orang Belanda tersebut, tanpa sedikit pun keraguan.

Kata-kata orang Belanda itu keras. Mungkin bagi sebagian orang Indonesia bisa dianggap kasar, tetapi di sinilah aku mulai belajar bahwa di balik kata-kata itu ada niat untuk membantu, bukan menyakiti. Pendekatan ini, meskipun terasa dingin pada awalnya, lambat laun menjadi sesuatu yang aku hargai. Ada efisiensi dalam cara mereka berkomunikasi yang tidak bisa dipungkiri.

Citra Nilakresna Dewi
Dalam senyumanku terdapat sekuntum rindu terhadap tanah air tercinta – (Sumber: Citra/BJN)

Di dunia profesional, keterusterangan semacam ini memungkinkan pekerjaan diselesaikan dengan lebih cepat dan tepat. Namun, tidak bisa dipungkiri, terkadang hal ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama ketika harus menyeimbangkan antara kejujuran dan empati. Namun, di sinilah letak pelajarannya — belajar untuk menerima kenyataan tanpa merasa tersinggung, dan juga belajar bagaimana berbicara dengan jujur dengan mempertimbangkan perasaan orang yang menerima.

Selain keterusterangan, orang Belanda sangat menghargai waktu. Di sini, waktu adalah sesuatu yang diperlakukan dengan sangat serius.

Ketepatan waktu bukan sekadar kebiasaan, tetapi menjadi semacam kewajiban sosial. Orang-orang di sini datang tepat waktu untuk setiap janji. Bahkan, kadang-kadang tiba lebih awal.

Suasana di salah satu sudut kota di negeri Belanda yang bersih, segar, dan indah
Suasana di salah satu sudut kota di negeri Belanda yang bersih, segar, dan indah – (Sumber: Citra/BJN)

Keteraturan ini, meskipun awalnya terasa menekan, lama-kelamaan aku sadari bahwa ini adalah bentuk penghargaan yang tinggi terhadap orang lain. Ketika seseorang datang tepat waktu, itu berarti mereka menghargai waktumu, menghargai kehadiranmu.

Menurutku, ini adalah sesuatu yang berbeda dari kebiasaan di tanah air, di mana waktu sering kali dianggap lebih lentur. Tentunya, ini tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang. Di sini, aku belajar bahwa menghargai waktu orang lain adalah bagian dari integritas pribadi. Meski, kusadari bahwa ini adalah salah satu hal yang masih dalam proses.

Hidup di negeri orang, betapa pun menariknya, tidak bisa menghapus rasa rindu yang terus ada di dalam hati. Ada hari-hari ketika aku duduk di kamar, memandangi jendela yang menghadap ke jalanan yang tenang, dan rasa rindu itu datang tanpa diundang. Rindu pada tanah air. Rindu pada kehangatan yang hanya bisa ditemukan di sana. Rindu pada makanan yang kaya akan rasa, sesuatu yang tidak mudah kudapatkan di sini.

Restoran Indonesia memang ada, tetapi aku sadar, sejauh ini rasa rindu terhadap keberadaan di tanah air menempel di kepala. Kadang aku merindukan duduk di warung kecil di pinggir jalan, menikmati sepiring nasi goreng dengan kerupuk renyah atau segelas es teh manis yang segar.

Sungai di Belanda
Pemadangan di tepi sungai yang jernih dan sering digunakan warga negeri kicir angion tersebut untuk mandi atau sekadar bersantai – (Sumber: Citra/BJN)

Rindu bukan hanya tentang makanan. Ada rasa rindu yang mendalam pada kebersamaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Di sini, kehidupan terasa lebih individualistis. Menurutku, ini bukanlah suatu hal yang sangat buruk. Tentunya, ada pelajaran dan hal positif yang bisa diambil dari hal tersebut.

Menurutku, orang[1]orang di sini ramah dan saling menghormati. Kehidupan terasa lebih terstruktur dan lebih formal, tetapi tak bisa disangkal ada jarak yang selalu terjaga. Ironisnya, aku juga merindukan kebisingan kota yang dulu sering kali aku keluhkan. Di Jakarta, kebisingan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari—bunyi klakson yang tiada henti, pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, keramaian yang tidak pernah berhenti. Bahkan, hingga larut malam.

Ketika masih berada di Jakarta, kebisingan itu sering membuatku terganggu. Namun, sekarang, di tengah ketenangan Belanda yang hampir sempurna, aku merindukan hiruk-pikuk itu. Aku rindu melihat “starling”— penjual kopi keliling yang muncul di mana-mana, abang-abang penjual makanan yang setia berjualan hingga dini hari. Ada kehidupan dalam kebisingan itu, ada dinamika yang tidak bisa kutemukan di sini.

Namun, kehidupan di Belanda juga memberikan banyak hal yang berharga. Aku belajar tentang kemandirian, tentang menghargai waktu, dan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Orang-orang di sini sangat menghargai waktu mereka sendiri, mereka tahu kapan harus berhenti bekerja dan menikmati waktu bersama keluarga. Ini adalah sesuatu yang aku pelajari dengan baik di sini— bagaimana tidak membiarkan pekerjaan mengambil alih seluruh hidupku.

Di Belanda, waktu untuk diri sendiri dianggap sama pentingnya dengan waktu untuk bekerja. Orang-orang sering bersepeda pada sore hari, menikmati alam yang indah, membaca buku atau piknik ditaman atau sekadar duduk di kafe sambil menikmati secangkir kopi tanpa tergesa-gesa.

Namun, di tengah semua itu, ada komunitas Indonesia di Belanda yang menjadi tempat aku berpulang. Komunitas ini adalah tempat di mana aku bisa merasa seperti di rumah, meski jauh dari tanah air. Mereka yang telah lama menetap di sini atau yang baru merantau seperti aku, semua merasakan kehangatan yang sama ketika berkumpul.

Salah satu momen paling berkesan adalah perayaan 17 Agustus 2024. Di sini, jauh dari tanah air, kami merayakan hari kemerdekaan dengan penuh semangat. Upacara bendera digelar dengan khidmat, dan lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan dengan sepenuh hati. Ada perasaan haru yang mengalir di setiap baitnya, mengingatkan kami terhadap tanah air yang jauh di sana.

Setelah upacara, kami berkumpul untuk menikmati berbagai hidangan khas Indonesia—nasi tumpeng, sate, rendang, semuanya ada. Kebersamaan ini memberikan kehangatan yang tidak bisa digantikan, meski kami berada jauh dari tanah air. Ada sesuatu yang sangat menyentuh ketika kita bisa menikmati makanan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan merayakan tradisi yang sama, meski berada di belahan dunia yang berbeda. Rasanya seperti pulang ke rumah, meski rumah itu jauh di seberang lautan.

Di sinilah aku menemukan makna merantau, bukan hanya tentang meninggalkan tanah kelahiran untuk mencari kehidupan yang lebih baik, tetapi juga tentang belajar menghargai apa yang kita tinggalkan. Ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari setiap langkah perjalanan ini—tentang bagaimana menerima perbedaan, bagaimana beradaptasi dengan budaya baru, dan bagaimana tetap menjaga identitas kita.

Di Belanda, aku belajar bahwa hidup adalah tentang menemukan keseimbangan antara yang lama dan yang baru, tentang bagaimana kita bisa hidup dalam dua dunia—dunia baru yang kita pelajari di sini, dan dunia lama yang selalu menjadi bagian dari diri kita.

Pada akhirnya, aku sadar bahwa meski hidup di perantauan penuh dengan tantangan. Ada keindahan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Di sini, aku menemukan diri yang baru. Namun, tetap berakar pada nilai-nilai yang kubawa dari tanah air.

Hidup di Belanda adalah tentang bagaimana menerima yang berbeda, tetapi tetap mempertahankan siapa kita sebenarnya. Dalam proses itu, aku belajar bahwa rumah bukan hanya soal tempat, tetapi tentang bagaimana kita membawa rumah itu ke mana pun kita pergi, dalam kenangan, dalam hati, dan dalam setiap langkah yang kita ambil. (Citra N.D.).

***

Judul: Di antara Waktu dan Budaya: Menemukan Rindu di Belanda
Penulis: Citra Nilakresna Dewi
Editor: JHK

Sekilas tentang Penulis:

Citra Nilakresna Dewi, seorang gadis berusia 27 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Business Development & Entrepreneurship di Utrecht University, Belanda. Ia memiliki hobi menulis, melukis, fotografi, musik, membaca, traveling, aktivitas sosial (positive impact), olahraga, dan refleksi diri.

Dunia bisnis bukanlah minat utama Citra sejak awal. Ia menemukan bahwa bidang ini menawarkan alat dan wawasan yang sangat berharga untuk mendukung hobi-hobi kreatifnya, seperti menulis, melukis, fotografi, dan musik. Oleh sebab itu, disela kesibukannya menuntut ilmu, ia sempatkan pula membangun bisnisnya dalam bidang pelatihan sumber daya manusia yang bernama Successshive.

Citra Nilakresna Dewi
Citra Nilakresna Dewi, penulis – (Sumber: Arie/BJN)

Seiring berjalannya waktu, Citra mulai melihat bagaimana bisnis dapat menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan setiap aspirasinya, serta membantu memadukan kecintaannya pada seni dengan strategi yang lebih terstruktur.

Sebagai seorang penulis freelance, Citra menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang telah dipelajarinya untuk memperkuat karya-karyanya. Dengan menggabungkan pendekatan analitis dari dunia bisnis dengan kecintaannya pada seni menulis, ia menemukan keseimbangan yang memungkinkannya bekerja lebih efisien sambil tetap menikmati setiap prosesnya.

Citra percaya bahwa setiap individu memiliki lebih dari satu keahlian dan keahlian-keahlian tersebut sering kali saling melengkapi dan memperkaya. Baginya, bisnis telah menjadi pendukung utama yang memungkinkan ia dapat mengekspresikan kreativitasnya secara lebih mendalam dan luas. Melalui hal inilah ia memberanikan diri untuk membagikan segelintir demi segelintir tulisan yang dibuatnya, berdasarkan pengalaman pribadi dan kompilasi pengalaman orang-orang yang telah ditemuinya.

Setiap pengalaman tersebut membawa pelajaran berharga dan Citra merasa bangga kepada mereka yang terus berjuang, serta mereka yang memberanikan diri untuk bangkit kembali, meski secara perlahan.

Bagi Citra, meski perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, ia selalu menikmati setiap langkah yang ditempuhnya—dari pengalaman yang paling pahit hingga yang paling manis—dan terus belajar untuk menghargai setiap momen dalam proses ini.

***

Pelatihan Corporate Journalism
Pelatihan Corporate Journalism

Apa Itu Corporate Journalism

Corporate journalism adalah jenis jurnalisme yang terutama melayani kepentingan perusahaan, organisasi atau institusi. Ini melibatkan pembuatan dan penyebaran konten yang menguntungkan perusahaan/institusi, misalnya untuk tujuan membangun merek, produk, atau layanan mereka.

Corporate journalism biasanya dihasilkan oleh tim komunikasi perusahaan/institusi, mencakup misalnya siaran pers, artikel blog, video, foto, dan berbagai bentuk konten lainnya yang disebarkan melalui saluran media milik perusahaan atau mitra media.

Berbeda dengan jurnalisme tradisional yang berusaha objektif dan tidak berpihak, maka corporate journalism lebih berfokus pada pesan dan citra yang ingin dibentuk oleh perusahaan/institusi.

Meski memang beberapa perusahaan/institusi tetap berusaha membuat konten yang bernilai informatif dan bermutu bagi audiens mereka untuk menjaga kredibilitas dan engagement.

Di era digital saat ini, hampir setiap perusahaan memiliki beragam media (print ataupun digital), baik untuk karyawan, pelanggan, publik, atau pemangku kepentingan lainnya.

Media perusahaan ini berfungsi sebagai saluran penting untuk menyampaikan pesan, mempromosikan budaya perusahaan, dan membangun hubungan yang kuat dengan berbagai audiens.

Sayangnya, banyak perusahaan & institusi yang belum memanfaatkan potensi penuh dari media mereka, dengan konten-konten yang dihasilkan terkesan apa adanya dan kurang menarik.

Tentunya dengan menerapkan konsep-konsep “corporate journalism” akan dapat memberi nilai tambah tinggi pada kualitas konten-konten media perusahaan/institusi.  Melalui pelatihan inilah, para peserta akan dilatih agar mampu menghasilkan konten-konten bermutu bagi media perusahaan/institusi mereka.

Info lebih lanjut, silakan klik tautan ini: Pelatihan Corporate Journalism

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *