ArtikelBerita Jabar NewsOpinipendidikan

PPDB : Mengundi Nasib Mendapatkan Kursi Sekolah dengan Jumlah Terbatas

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Artikel berjudul “PPDB : Mengundi Nasib Mendapatkan Kursi Sekolah dengan Jumlah Terbatas  ini ditulis olehIna Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.

Berbicara tentang pendidikan adalah hak asasi manusia dan ditanggung pemangku kebijakan sehingga seharusnya mudah mendapatkannya. Namun, kini hal tersebut sudah menjadi komoditi ekonomi. Hanya orang yang mempunyai banyak uang yang bisa mendapatkan pendidikan dengan fasilitas terbaik. Sebaliknya, bagi orang yang kekurangan uang hal tersebut terasa susah. Masih beruntung kalau bisa merasakan pendidikan. Bahkan, banyak orang yang tak sampai, sekadar bermimpi pun begitu sulit.

Masalah dalam dunia pendidikan memang terus berulang. Bahkan, diperlukan evaluasi dan penanganan yang serius, serta kerja sama dari semua elemen masyarakat dan perangkat pemerintah dari akar hingga daunnya. Ini juga selaras dengan pendapat dari pemerhati pendidikan, Ridwan Dhani Wirianata yang mengatakan bahwa terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang perlu dibenahi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Barat.

Salah satu contohnya seperti yang terjadi di Kabupaten Subang. Saat daerah ini menjadi wilayah industri, tantangannya terletak pada infrastruktur, ketersediaan tenaga pengajar hingga minimnya akses pendidikan yang paling tinggi hanya pada tingkat SMA/sederajat.

Ujian di SMA
Ilustrasi: Suasana belajar di sebuah SMA – (Sumber: Arie/BJN)

Akses pendidikan ke jenjang perguruan sangat kurang. Masih ada anak-anak putus sekolah dasar dan menengah. Mengingat Kabupaten Subang masuk pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)  yang di dalamnya juga terdapat Pelabuhan Patimban yang akan segera diresmikan maka alokasi Sumber Daya Manusia (SDM) dengan adanya ketersediaan sekolah juga merupakan hal yang penting.

Kesejahteraan tenaga pengajar, alokasi anggaran pendidian harus dipastikan tersalurkan secara tepat, di antaranya digunakan untuk fasilitas, pelatihan guru, dan program akademisi harus ada demi terwujudnya transformasi pendidikan dalam performa terbaik.

Ada contoh nyata berupa dana hibah dari Corporate Social Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Untuk mencapai sekolah ideal dibangun laboratorium, memberi buku, alat penunjang belajar, dan program beasiswa. Perlu waktu untuk mewujudkan rancangan ini.

Kemudian Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi menuai polemik setiap tahunnya. Terdapat beberapa gangguan pada laman PPDB sehingga pendaftar kesulitan mengunduh berkas persyaratannya.

Informasi pengaduan dan saran di laman resmi PPDB untuk jenjang SMA, SMK, dan SLB yang disebut Sapawarga belum berjalan dengan semestinya. Kemudian pendaftar belum ini juga dkritisi Ombudsman.

Catatan lainny, pendaftar belum dimutakhirkan berdasaran hasil seleksi, padahal info ini sangat penting untuk menentukan pilihan sekolah sesuai jarak sebagai seleksi dasar.

Polemik PPDB

Ubaid Matraji selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebutkan bahwa sistem PPDB sebagai sistem “rebutan kursi sekolahan” yang dinilai tidak adil. Imbasnya banyak anak yang tidak tertampung karena kapasitas sekolah tidak muat, jika melihat dari sekolah favorit atau biasa saja.

Jika melihat dari  zonasi ada kecurangan seperti transaksi juali beli kursi, manipulasu KK, hingga pemalsuan surat keterangan tidak mampu. Disebabkan karena keberadaan jumlah kursi sekolah yang sangat terbatas sedangkan kebutuhan akan kursi sekolah bagi calon siswa melimpah, akhirnya terjadilah berbagai penyimpangan.

Artinya ada banyak siswa yang tidak lulus dan harus mencari sekolah pilihan kedua yaitu sekolah swasta yang biayanya relatif lebih mahal dan dipandang tidak favorit di kalangan masyarakat, sehingga rasa “prestise” tidak ada di diri pelaku. Atau lewat jalur prestasi pun terbatas dengan syarat yang berbelit-belit sehingga membuat orang tua punya mental curang demi memuluskan niat menyekolahkan anak di sekolah yang diinginkan.

Solusi Islam

Penguasa harus segera menghentikan sistem PPDB jika jalannya tidak adil seperti ini. Target utamanya adalah keadilan pendidikan untuk semua. Konsekuensinya, negara harus menyediakan sarana sekolah sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

Dalam Islam pendidikan adalah hak setiap warga. Bahkan, pendidikan wajib itu bukan sembilan tahun melainkan sampai perguruan tinggi. Dengan begitu ketika haknya terpenuhi akan tercipta generasi cerdas dan berakhlak baik.

Penguasa dalam Islam juga sebagai penanggung jawab (raa’in) yang akan memenuhi kebutuhan dasar warganya dengan penuh keikhlasan dan kemampuannya. Apa yang dilakukan penguasa akan ada hisab dari Allah swt.

Timbullah keimanan dan rasa takut amanahnya kurang maksimal pada diri penguasa sehingga hal ini akan berpengaruh pada nasibnya kelak  di akhirat. Hal ini membuat penguasa akan memberikan kinerja terbaiknya dalam mengemban amanah di pundaknya. Beda sistem saat ini, dimana penguasa hanya sebagai regulator, bukan penanggung jawab bagi pemenuhan hak rakyat.

Kapitallisme merusak fitrah pendidikan yang asalnya harus menjadi pribadi yang taat pada aturan syariat harus berbuat yang dilarang. Karena pendidikan ini adalah berkonsep pelayanan, negara tidak akan berbagi peran dengan swasta sehingga menyebabkan rakyat kesulitan dalam mengakses pendidikan.

Mekanisme ekonomi Islam dengan anggaran yang cukup dan berlimpah membuat semua sekolah sama dalam standar kualitasnya, baik sekolah yang berada di pelosok maupun di pusat kota. Hal ini membuat biaya sekolah menjadi murah. Bahkan, bisa menjadi tak berbayar alias gratis.

Tidak ada lagi kecurangan, semua fokus pada visi misi pendidikan bagi setiap keluarga, bukan hanya semata mendapat gaji di dunia kerja. Dalam Islam mencari sekolah sangat gampang, mau di mana pun semua standarnya sama dengan kurikulum terbaik, tata kelola sistem sehingga cita-cita membentuk generasi pemimpin peradaban Islam selangkah lebih dekat. Wallahu A’lam Bishawab. (Ina Agustiani).

***

Judul: PPDB : Mengundi Nasib Mendapatkan Kursi Sekolah dengan Jumlah Terbatas
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: JHK

Sekilas Penulis

Ina Agustiani, S.Pd.
Ina Agustiani, S.Pd., penulis – (Sumber: Pratama Media News)

Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.

Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.

Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi”terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabr.co pada 2 Agustus 2023.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *