Pengemis Cilik dan Pengamen Liar: Sebuah Potret Kehidupan di Perkotaan
BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI, Sabtu (17/08/2024) – Artikel berjudul “Pengemis Cilik dan Pengamen Liar: Sebuah Potret Kehidupan di Perkotaan” ini merupakan buah karya Iis Aisyah, alumni MAS Persis 87, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Minggu sudah tiba. Hari yang selalu kunantikan setiap pekannya. Hari itu aku jalan-jalan ke pusat kota sendirian. Tadinya aku mau berjalan bersama teman, tapi dia kebetulan tidak bisa ikut karena ada keperluan lain.
Setibanya di kota, aku pun membeli cemilan dan duduk di bangku taman kota sambil melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain sepeda.
“Teh minta uang, aku belum makan,” ujar seorang anak kecil berpakaian lusuh yang tiba-tiba saja menghampiriku, sambil bersender di tubuhku tanpa ada rasa malu.
“Maaf ya dek,” ujarku menolak halus karena aku tidak suka dengan sikapnya yang terlihat kurang pantas.
“Teh minta uang, aku belum makan. Kalo enggak, nanti aku nangis,” paksa anak kecil itu.
Aku sontak bingung dengan kelakuan anak kecil itu. Dalam hati aku bertanya-tanya, anak kecil gini siapa yang ngajarin?
“Ya sudah, ini,” ucapku sambil memberikan sejumlah uang receh pada anak itu.
Setelah diberi uang, anak kecil itu langsung pergi tanpa mengucapkan kata terima kasih. Aku pun memperhatikannya dari kejauhan. Kulihat dia terus meminta uang kepada orang-orang yang ada di sekitar taman kota itu.
Anehnya, setelah uang yang dikumpulkan anak itu cukup banyak, aku melihat dia menghampiri sebuah sekelompok anak remaja yang lebih besar darinya. Dia memberikan uang tersebut kepada salah satu di antara mereka yang terlihat sedang tertawa terbahak-bahak sambil merokok.
Wow, luar biasa! Anak sekecil itu sudah melakukan hal-hal yang tidak seharusnya mereka kerjakan, pikirku dalam hati. Aku hanya termenung memikirkan latar belakang mereka. Mengapa semua ini bisa terjadi?
Aku pun pulang karena hari sudah mulai petang dengan menumpang angkutan umum. Waktu aku naik, angkot itu sudah dipenuhi penumpang. Setelah angkot itu berjalan, tak lama kemudian datanglah seorang pengamen dengan dandanan khas anak geng. Dia pun memainkan gitarnya sambil bernyanyi dengan suara pas-pasan yang tidak membuat nyaman terdengar di telingaku.
“Berang na lamunan, mun peuting dina impian....,” terdengar dengan suara sumbang sebuah lagu lirik lagu berbahasa Sunda yang dia nyanyikan.
Setelah pengamen itu bernyanyi, lalu dia meminta uang kepada penumpang angkot. Hanya ada dua orang penumpang saat itu yang memberinya uang. Mungkin karena kecewa, dia lantas berteriak kepada kami yang ada di angkot dengan kata-kata kasar.
“Ah, maneh miskin,” kata pengamen itu setengah berterika sambil turun dari angkot.
Kami yang ada di angkot pun hanya bisa mengelus dada sambil mengucapkan istighfar. Ada beberapa orang dalam angkot yang membicarakan peristiwa tadi. Aku hanya duduk terdiam sambil pikiranku terus menerawang entah ke mana.
Sesulit itukah mencari pekerjaan di kota ini sehingga orang-orang menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan hidup? Sedih sekali rasanya. Pasti dibalik orang-orang yang tadi aku temui, ada keluarga yang menunggu mereka untuk pulang membawakan mereka uang untuk dibelikan sesuap nasi, meskipun dengan cara yang salah.
Lalu, siapa yang salah? Mungkin, dalam hati kecil mereka, bisa jadi tidak mau bekerja seperti itu. Mereka pun ingin bekerja di tempat yang nyaman dan ber-AC dengan gaji yang besar. Untuk apa mereka berpanas-panasan dan mempermalukan dirinya sendiri? Yaps, semua itu hanya untuk sesuap nasi. Lalu siapa yang salah? Aku tak tahu, gerutu diriku dalam hati. (Iis Aisyah/BJN).
***
Judul: Pengemis Cilik dan Pengamen Liar: Sebuah Potret Kehidupan di Perkotaan
Kontributor: Iis Aisyah
Editor: JHK
Sekilas tentang penulis
Gadis bernama lengkap Iis Aisyah ini berasal dari Kota Garut, Jawa Barat. Saat ini ia baru saja menyelesaikan studinya di MAS Persis 87 Pangatikan, Jalan Sukaraja No 298, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Gadis kelahiran Garut, 24 Januari 2007 ini mengatakan bahwa ia suka menulis puisi. Iis pernah menulis puisi tentang Palestina. Puisi tersebut dibuatnya sebagai sumbangannya kepada bangsa Palestina yang sampai saat ini menderita karena dijajah oleh bangsa Yahudi. Ia berharap puisi ini mampu meningkatkan gairah pembaca untuk selalu setia membela bangsa Palestina.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini bercita-cita ingin menjadi seorang dosen sastra. Ia sangat suka menulis, terutama jenis tulisan fiksi. Banyak sekali ide-ide liar yang menari dikepalanya dan ingin ia keluarkan dan rangkai menjadi kalimat-kalimat indah yang penuh makna.
“Tugas kita bukan hanya menjadi yang terbaik untuk diri kita sendiri.Namun,mampu membantu orang lain menjadi yang terbaik,” pungkas Iis berfilosofi.
***