Pengembangan Destinasi Wisata untuk Siapa?
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI – Artikel berjudul “Pengembangan Destinasi Wisata untuk Siapa?” merupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Sepertinya makin banyak saja masyarakat yang ingin wilayahnya dijadikan destinasi wisata. Dengan begitu maka akan banyak penataan atau pembangunan infrastruktur untuk menarik para pengunjung atau wisatawan sehingga masyarakat di sekitarnya pun ikut merasakan banyak manfaatnya.
Salah satu pembangunan infrastrutur di antaranya aktivitas pemadatan sebagian Jalan Ibrahim Adjie yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat untuk menghadapi lebaran 2024 agar pemudik maupun wisatawan nyaman melewati jalur tersebut. (Sumber: jabar.antaranews.com, 22 Maret 202).
Contoh lainnya adalah pembangunan Jalan Tol Getaci juga akan jadi prioritas supaya kunjungan wisata ke Pangandaran diharapkan meningkat. (pikiran-rakyat.com, 22 Maret 2024).
Juga akan ada pengembangan wisata kelas premium di kawasan Pantai Karang Papak agar ke depannya terjadi pergerakan wisatawan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat sehingga masalah pengelolaan sampah dan lainnya akan cepat diselesaikan. (disparbud.jabarprov.go.id, 19 Maret 2024).
Jawa Barat dan Indonesia secara umum memang sedang menggalakkan pariwisata karena dipandang sebagai sumber devisa negara yang cukup besar. Bahkan, pariwisata dipandang mampu menjadi solusi bagi problematika ekonomi yang sedang membelit suatu negara.
Wisata dalam Kapitalisme
Sesungguhnya gagasan pengarus-utamaan pariwisata bukan sekedar upaya untuk mengakhiri kemiskinan atau meningkatkan devisa. Gagasan ini dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional di bawah hegemoni negara-negara kapitalis. Telah dipahami pula bahwa bagi kapitalisme, sesungguhnya manusia, alam dan kekayaan intelektual, wajib didedikasikan semata untuk meraih kesejahteraan para pemodal atau kedaulatan modal demi kepentingan kapitalisasi ekonomi.
Betapapun besar kerusakan non materi yang ditimbulkan, melalui invasi budaya, tidak akan diperhatikan oleh ideologi ini. Penanganan kerusakan dan pencemaran lingkungan mungkin saja dilakukan oleh negara yang tegak di atas kapitalisme. Jika hal tersebut dipandang semakin menambah keuntungan, bukan demi kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Sebagaimana pada kasus penanganan sampah yang semakin dioptimalkan saat kota tersebut digadang-gadang menjadi wisata kelas dunia, padahal penanganan sampah adalah kebutuhan masyarakat. Ada atau tidak adanya destinasi wisata, penanganan sampah tetap harus dilakukan sebab ada hak bagi rakyat untuk hidup dalam lingkungan yang bersih.
Begitupun dengan pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya merupakan hak warga negara untuk memudahkan mereka memenuhi kebutuhan hidup. Inilah gambaran kehidupan dalam kapitalisme yang hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal.
Wisata dalam Islam
Berbeda dengan negara dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh (kafah), pariwisata bukanlah sumber devisa negara. Sumber pemasukan negara berasal dari yang lain seperti fa’i, ghanimah, jizyah, khoroj, usyur, harta kepemilikan umum, zakat dan sebagainya.
Sistem Islam tidak akan menjadikan pariwisata sebagai sumber perekonomian, apalagi ladang bisnis. Adapun penanganan sampah akan dilakukan oleh sistem Islam di setiap wilayah dengan maksimal karena negara menjamin kehidupan yang bersih dan sehat bagi setiap warga negaranya.
Seluruh biaya ditanggung oleh Baitul Mal. Adapun di wilayah destinasi wisata maka akan mengharuskan wilayah tersebut ramah termasuk lingkungan dan kehidupan di sekitar, sebab Islam melarang eksploitasi yang merusak alam dan lingkungan. Pariwisata difungsikan sebagai sarana syiar atau dakwah yang memberi kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.
Ketika melihat dan menikmati keindahan alam yang notabene bersifat natural dan anugerah dari Allah Swt, seperti keindahan pantai, alam, pegunungan, air terjun dan sebagainya. Harus ditanamkan kesadaran dan mengokohkan keyakinan terhadap Maha Besar-Nya Allah Swt, Zat yang menciptakannya.
Saat kita melihat peninggalan bersejarah dari peradaban Islam maka yang harus ditanamkan adalah kehebatan Islam, umat Islam, dan peradabannya yang mampu menghasilkan produk madaniyah yang luar biasa dan sebagai sarana dakwah.
Sistem Islam menerapkan seluruh hukum Islam di dalam dan keluar negeri yang akan menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran ditengah-tengah masyarakat. Dengan prinsip dakwah ini maka sistem Islam tidak akan pernah membiarkan terbukanya pintu kemaksiatan di dalam negara melalui bidang pariwisata. (Ummu Fahhala).
***
Sekilas tentang penulis:
Ummu Fahhala, seorang pegiat literasi, ibu dari lima anak ( Fadilah, Arsyad, Hasna, Hisyam & Alfatih). Selain sebagai Ummu warobbatil bait, juga sebagai praktisi pendidikan. Menulis untuk dakwah. Semoga menjadi wasilah datangnya hidayah dari Allah Swt. dan meraih pahala jariyah.
Judul: Pengembangan Destinasi Wisata untuk Siapa?
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK