Jabar Sejahtera dengan Pengelolan SDA yang Benar
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI – Artikel berjudul “Jabar Sejahtera dengan Pengelolan SDA yang Benar” merupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Indonesia adalah negara yang diberkahi Allah Swt dengan beragam sumber daya alam (SDA), termasuk di Jawa Barat yang memiliki banyak SDA, di antaranya potensi hasil laut yang melimpah. Hal itu yang memotivasi Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat pada 10-12 Maret 2024 untuk ikut serta dalam Seafood Expo di Boston, Amerika Serikat. Dalam expo tersebut akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengantongi kontrak 5,5 juta dolar AS dari seafood expo di Boston seperti di lansir bandung.kompas.com, Rabu 13 Maret 2024.
Di satu sisi, kita ikut senang bahwa sumber daya alam kita bisa dieksplorasi untuk kepentingan manusia, tetapi di sisi lain, sangat disayangkan bahwa sumber daya alam ini dikelola oleh asing, bukan oleh negara sendiri. Sejatinya sumber daya itu milik kita sebagai warga negara Indonesia, tetapi malah dikelola oleh warga negara asing, padahal mereka itu sebenarnya tidak punya hak. Apakah kita kurang memahami cara mengelolanya dengan baik dan benar?
Jika sumber daya alam dikelola sendiri maka akan ada banyak manfaat yang didapatkan, di antaranya membuka banyak lapangan kerja untuk masyarakat, menjadi sumber pendapatan daerah atau negara yang besar dan hasilnya untuk masyarakat juga berupa subsidi-subsidi pendidikan, swa sembada, dan ketahanan pangan, serta peningkatan ekonomi masyarakat dan sebagainya. Seharusnya sumber daya alam itu dimanfaatkan oleh kita sendiri karena sebenarnya kita mampu, asal didukung negara yang akan mengerahkan segala potensinya, berupa sumber daya manusia (SDM) yang ahli dan teknologi yang mendukung.
Ini hanya salah satu fakta, SDA tidak dikelola secara mandiri karena sistem kapitalisme mejadikan aturan global dari World Trade Organization (WTO) yang menetapkan bahwa jika pemerintah mengelola sendiri maka akan terjadi ketidakmampuan dan akan terjadi korupsi yang dilakukan oleh pejabat. Oleh karena itu dengan alasan untuk memberikan layanan terbaik maka pemerintah harus bekerja sama dalam mengelola kekayaan itu dengan pihak swasta yang profesional sehingga lahirlah kebijakan publik private partnership, menjadikan akad perjanjian pemerintah dan swasta dalam mengelola seluruh kekayaan suatu negara.
Pemerintah hanya menjadi fasilitator yang berwenang untuk menetapkan harga minimum dan harga maksimum dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan itu. Kemudian pemerintah mendapatkan pajak dari mereka yang jumlahnya juga berbeda-beda sesuai komoditasnya. Ironinya, pemerintah justru harus memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan asing yang menghasilkan barang untuk kebutuhan pokok.
Negara kita kaya SDA, tetapi kemudian penduduknya banyak yang miskin dan belum sejahtera. Lapangan pekerjaan sulit sehingga rakyat banyak mencari pekerjaan di luar negeri karena SDA-nya tidak dikelola secara langsung.
Supaya negara kita maju dan rakyatnya sejahtera, perlu aturan yang komprehensif untuk mengelola semua potensi SDA dan SDM. Aturan tersebut tiada lain adalah aturan yang berasal dari Allah Swt, yakni syariat Islam.
Syariat Islam Mengatur SDA
Islam mengatur secara terperinci terkait dengan eksplorasi SDA untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Oleh karena itu umat manusia wajib mengelolanya berdasarkan aturan Allah Swt yang menciptakan SDA tersebut. Eksplorasi SDA erat kaitannya dengan konsep Islam dalam masalah kepemilikan. Hal ini sangat gamblang dijelaskan dalam kitab al-Iqtishodi fil Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani yang menyatakan bahwa Islam membagi konsep kepemilikan secara jelas, terdiri dari kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Kepemilikan umum mencakup seluruh kekayaan yang status kepemilikannya telah ditetapkan oleh Allah Swt bagi seluruh manusia sehingga kekayaan tersebut merupakan milik rakyat. Setiap individu rakyat dilarang memilikinya secara pribadi. Namun, masih dibolehkan untuk mengambil manfaat dari kekayaan tersebut.
Demikian pula, haram hukumnya privatisasi atau menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu swasta, apalagi asing. Ketika tenaga swasta atau asing diperlukan dalam teknologi eksplorasi, diperbolehkan, tetapi hanya sebatas diupah untuk pekerjaannya, tidak diserahkan secara penuh kepemilikan SDA tersebut.
Kepemilikan umum dibagi tiga; pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti air, hutan, saluran irigasi, sumber energi, listrik dan lain-lain.
Kedua, kekayaan yang status asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti sungai, laut, danau, kanal, teluk, selat, jalan umum, lapangan, masjid dan lain-lain.
Ketiga, barang tambang atau kekayaan alam yang jumlahnya sangat melimpah, baik berbentuk padat seperti emas atau besi, berbentuk cair seperti minyak bumi atau gas.
Kekayaan umum merupakan salah satu sumber bagi pendapatan negara, walaupun akses terhadapnya terbuka bagi seluruh warga negara. Regulasinya diatur oleh negara. Pemimpin dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh mendistribusikan harta tersebut kepada seluruh warga negaranya demi kemaslahatan mereka. (Ummu Fahhala).
***
Sekilas tentang penulis:
Ummu Fahhala, seorang pegiat literasi, ibu dari lima anak ( Fadilah, Arsyad, Hasna, Hisyam & Alfatih). Selain sebagai Ummu warobbatil bait, juga sebagai praktisi pendidikan. Menulis untuk dakwah. Semoga menjadi wasilah datangnya hidayah dari Allah Swt. dan meraih pahala jariyah.
Judul: Jabar Sejahtera dengan Pengelolan SDA yang Benar
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK