Misteri Wanita Bergaun Putih dalam Mobil Tua
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom SASTRA, Jumat (04/07/2025) – Cerpen berjudul “Misteri Wanita Bergaun Putih dalam Mobil Tua” ini merupakan karya original dari Neneng Salbiah yang sering menggunakan nama pena “Violet Senja”.
Garis wajahnya tegas. Bola matanya besar, persis seperti kisah dewi-dewi dalam tokoh Yunani. Tatapan matanya seolah-olah menyelidik hingga ke relung hati yang terdalam. Wajahnya terlihat pucat meskipun aku melihat kecantikan di balik salyer tipis yang menjuntai menutupi sebagian wajahnya. Siapa dia? Kenapa dia duduk di dalam mobil tua itu?
Tatapanku lurus jauh menembus kaca mobil antik yang terparkir beberapa meter di hadapanku. Kaca buram mobil itu tidak menghalangi pandanganku untuk melihat wanita bergaun putih yang ada di dalamnya.

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya ketika langkahku semakin mendekatinya. Ketukan hils yang kukkenakan tidak terlalu berisik. Namun, mampu membuat William menoleh ke arahku.
“Bagaimana, Jes? Cocok dengan tema prewedding kita, kan?” Tanya William padaku.
Aku dan William akan menikah dalam waktu dekat. Saat ini kami sedang hunting lokasi untuk sesi pemotertan prewedding dan lokasi resepsi. Pilihan William jatuh pada hotel klasik bergaya hayper modern art deco streamline, tepat di jantung Kota Bandung dan aku setuju dengan pilihannya.
Sudah dua hari kami berada di hotel yang ternyata menyimpan banyak sejarah ini. Kami semakin tertarik ketika pihak hotel menawarkan beberapa fasilitas jika mengadakan resepsi di hotel mereka. Salah satunya adalah kendaraan tua yang tidak kalah klasik dengan hotelnya.
“Jessy?” Suara William membuyarkan lamunanku.
Aku diam saja, seolah tak mendengarkan ucapan William. Langkahku terus berjalan melewatinya untuk melihat kendaraan antik yang tersandar di area parkir hotel.
Aku mengusap kaca mobil antik itu yang sedikit berdebu, ingin melihat lebih dekat ke dalamnya.
Tidak ada siapa-siapa, pikirku dalam hati. Sekali lagi aku menempelkan wajahku ke dinding kaca untuk melihat lebih dekat karena aku merasa yakin, apa yang baru saja kulihat tadi bukan sekadar bayangan.
Napas memburu keluar dari mulutku menyisakan embun di kaca mobil. Kutempelkan lima jariku di kaca, memastikan jika slayer putih yang teronggok di jok belakang itu adalah milik wanita yang baru saja kulihat.
Tiba-tiba aku dikagetkan dengan sentuhan tangan di punggungku. Sontak aku membalikkan badan. Ternyata itu tangan William. Hampir saja aku jantungan dibuatnya.
Dengan tersenyum William menyapa sambil menempelkan telapak tangannya di keningku, “Apa kamu sakit?”
Aku menggeleng.
“Wajahmu nampak pucat dan berkeringat.”
Wiliam mengulurkan saputangan dari sakunya.
“A…ku, baik-baik saja,” ucapku sedikit gugup.
“Apa kamu melihat ada wanita turun dari dalam mobil ini?” Tanyaku penasaran.
William menggeleng dan menjelaskan jika hanya kami berdua yang berada di sini sejak tadi.
“Slayer wanita itu tertinggal di mobil ini,” kataku lagi.
Ekor mataku melirik ke arah jok belakang mobil, diikuti William yang menyondongkan wajahnya ke arah kaca.
“Tidak ada apa-apa, kosong. Mungkin kamu kelelahan,” kata William meyakinkanku.
Aku tak lagi membantah ucapan William walau hatiku masih gundah dan penasaran. Tangan kekasihku itu langsung menggandeng lenganku mengajak berjalan menjauh dari mobil tua itu.
Sambil berjalan kupalingkan wajahku sejenak untuk melihat ke arah mobil bercat abu tersebut sebelum aku dan William benar-benar meninggalkan tempat ini.
Malam ini kami masih bermalam di sini, di hotel tua bersejarah yang masih berdiri kokoh dan megah. Sejak kejadian tadi siang, mataku sulit terpejam. Aku keluar kamar. Awalnya aku ingin mengetuk pintu kamar William yang berada tepat di sebelah kamarku, ingin mengajaknya berjalan-jalan di sekitar hotel untuk mencari udara segar. Namun, niat itu akhirnya kuurungkan.
Waktu menunjukkan pukul 01:00 dini hari. Tidak ada aktivitas di dalam lorong hotel. Langkah kakiku memecah keheningan, tetapi aku mendengar langkah kaki lain yang bukan berasal dari langkahku.
Pandanganku menyapu seluruh sudut ruangan. Tepat di ujung lorong menuju lift, aku kembali melihat sosok wanita bergaun putih itu dengan sorot mata yang tajam. Wajahnya pucat mengisyaratkan kesedihan mendalam.
Kedua tanganku mengucek mata. Apakah ini nyata? Atau hanya imajinasiku semata karena kelelahan seperti apa yang dikatakan William tadi siang.
Tiba-tiba aura dingin menyergap di sekujur tubuhku. Setengah berlari, aku putar arah menuju tangga, lalu melintasi lobi. Ada beberapa orang di sana yang sepertinya tidak terlalu peduli dengan keberadaanku.
Seperti ada kakuatan lain yang menuntunku untuk kembali ke tempat ini. Tempat di mana mobil tua itu terparkir. Bulu kudukku meremang. Berkali-kali tanganku mengusap tengkuk yang kembali terasa dingin dan menjalar keseluruh tubuhku.
“Aku Jessica.”
Wanita cantik bergaun putih itu tiba-tiba sudah berada di hadapanku. Kusambut uluran tangannya. Jemarinya begitu halus menyentuh tanganku. Namun, terasa sangat dingin. Ia tersenyum dan tatapannya seolah menceritakan sesuatu yang tidak aku pahami. Semakin lama memandangnya, aku seperti terbawa pada satu keadaan yang sangat menegangkan.
“Siapa kamu?” Tanyaku diambang batas kesadaran.
“Jangan percaya siapapun,” ujar wanita misterius tersebut, suaranya terdengar seperti bisikan di telingaku.
Mataku terbuka. Kulihat sekeliling ruangan.
“Di mana aku?” bisikku lirih seraya membetulkan posisi.
“Hei… sudah bangun? Kamu baik-baik saja?” Ujar William yang tiba-tiba sudah berada di sisiku.
Aku semakin bingung setelah tersadar kalau aku sudah berada di dalam kamar hotel.
“Pihak hotel menemukanmu pingsan di area parkir, tepatnya di dekat mobil tua,” jelas William menceritakan semua apa yang terjadi semalam.
“Kalau kamu sakit, kita bisa pending foto prewedd-nya,” lanjut William.
“Semalam aku tidak bisa tidur, dan….”
Kalimatku terputus. Wajah wanita bergaun putih itu membayang sangat jelas. Tidak mungkin hanya sebatas mimpi. Aku hanya ingat semalam berada di lobi, melihat-lihat beberapa koleksi foto dan benda bersejarah yang terpajang di sana.
“Dan… apa?” Tanya William, penasaran.
Aku menggelengkan kepala. Dengan cepat mengangkat sebelah tangan sebagai isyarat jika aku tidak ingin cerita ini dilanjutkan.
William mengangkat bahunya sambil berjalan menuju sofa tunggal yang terletak di sudut ruangan. Ia kembali ke hadapanku dengan membawa satu kotak besar di tangannya.
“Ini gaun yang sudah aku periapkan untukmu. Semoga cocok ya. Bisa kamu pakai untuk kostum prewedd. Modelnya klasik, cocok sekali dengan tema dan baground yang akan kita pilih.”
Aku menerima kotak besar yang sudah terbuka. Kudongakkan wajah melihat ke arah Wiliam yang masih berdiri di hadapanku. Ia mengangguk sebagai pertanda agar aku membuka gaun itu. Entah mengapa setelah gaun kubuka, aku seperti tidak asing dengan model dan motif renda gaun putih ini. sejauh ini William begitu mengerti tentangku, termasuk seleraku.
“Cobalah!” Ucap William.
Aku beringsut dari tempat tidur menuju toilet untuk mencoba gaun tersebut. Setelah tiba di dalam toilet, secarik kertas terjatuh dari lipatan gaun.
“Jangan percaya siapapun”. Tulisan dalam kertas itu seolah memberikan peringatan untukku. Persis seperti suara yang kudengar pada malam itu.
Sesaat aku tertegun hingga ketukan kamar mandi terdengar. Segera kukenakan gaun yang sejak tadi kugenggam. Saat mematut diri di kaca kecil toilet, aroma anyir darah mengguar kepenciumanku. Perutku terasa mual dan kepalaku pusing, pandanganku berputar-putar.
Suara ketukan pintu toilet berubah menjadi gedoran keras. Aku berusaha menggapai handel pintu. Saat pintu sempurna terbuka, terlihat beberapa orang berwajah serius sedang berada di sekitar William. Kekasihku itu menatapku dengan wajah memelas di depan pintu.
Kedua alisku meninggi. Hati penuh tanda tanya. Tatapanku beralih ke William, mengisyaratkan tanya. Siapa? Ada apa? William tertunduk dalam. Aku berlari mendekatinya.
“Ada apa Will?” Tanyaku.
Kedua tanganku mengguncang lengannya yang terkepal, seperti menahan emosi. Bola matanya memerah dan basah. Ada apa sebenarnya ini? Ujar batinku penuh kebingungan.
Aku terkejut bukan kepalang bagaikan terkena petir di siang bolong ketika salah satu dari orang-orang berjaket hitam itu mengatakan jika William masuk dalam daftar pencarian orang. Ia dituduh telah membunuh kekasihnya delapan bulan silam.
Seketika hatiku terluka bagaikan terkena ujung tombak yang tajam. Aku terpana antara percaya dengan tidak. Namun, ternyata ini bukan mimpi, melainkan kenyataan.
Wiliam berusaha meyakinkanku jika semua itu tidak benar. Ia menjelaskan itu adalah kecelakaan. Dalam masa pelariannya dari kepolisan, ia bertemu denganku. Rupanya hotel yang ia pilih adalah hotel yang sempat di pilih mantan kekasihnya, Jessica, dan gaun yang aku kenakan ini adalah gaun yang dipilih Jessica untuk prewedding mereka.
Banyak kesamaan antara aku dan Jessica. Bukan hanya nama kami yang sama, tetapi sifat dan sikap kami pun sama. hal itulah yang membuat William mantap ingin menikahiku meski perkenalan kami baru berjalan selama enam bulan.
Aku melepas kepergian William dengan derai air mata. Aku berharap ini semua hanya mimpi atau illusi, seperti yang sering ia katakan. Namun, kenyataannya kini aku sendiri berada di kamar yang semula kuanggap sebagai gerbang kehidupan menuju kebahagiaan.
Kusimpan rapih foto selfi di depan mobil tua penuh legenda yang sempat kuambil sesaat sebelum aku meninggalkan hotel tersebut. Senyum Jessica membayang di pelupuk mataku begitu hangat di antara kepingan luka hatiku yang perlahan mengering.
“Beristirahatlah dengan tenang Jessica, pembunuh itu sudah mendapatkan hukuman yang setimpal.”
***
Disclaimer: Cerita ini hanya fiksi, jika ada kesamaan nama dan tempat, itu hanya kebetulan semata.
Judul: Misteri Wanita Bergaun Putih dalam Mobil Tua
Pengarang: Neneng Salbiah
Editor: JHK
Sekilas tentang pengarang
Wanita kelahiran Bogor, 02 Juni 1978 bernama lengkap Neneng Salbiah ini aktif menulis artikel dan novel di berbagai platform. Tenaga pendidik non formal, kreator digital, dan aktivis sosial di bidang psikotropika ini juga merupakan seorang ibu rumah tangga, ibu dari satu orang putri dan satu orang putra.