ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Maraknya Kriminalisasi Guru: Waspada Runtuhnya Peradaban

BERITA JABAR NEWS (BJN), Senin (18/11/2024) – Artikel berjudul “Maraknya Kriminalisasi Guru: Waspada Runtuhnya Peradaban” ini merupakan karya original dari Yulianti yang akrab disapa Yuli dan aktif dalam dalam Komunitas Menulis “Ibu-Ibu Penggiat Majelis Ta’lim”.

Baru-baru ini dunia pendidikan dihebohkan dengan beberapa kasus yang menyangkut nasib guru di Indonesia. Kejadian pertama menimpa seorang guru honorer bernama Supriyani. Beliau dituduh melakukan kekerasan dengan memukul paha muridnya dengan sapu ijuk.

Murid Supriyani tersebut adalah seorang siswi yang bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Orangtua siswi ini melaporkan kasus tersebut ke Polsek Baito. Meskipun Supriyani menolak tuduhan kekerasan itu, tetapi dia tetap dipolisikan. (www.bbc.com)

Yulianti
Yulianti, penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Nasib naas pun dialami seorang guru yang bernama Zaharman. Beliau harus menderita kebutaan akibat diketapel oleh orang tua murid. Ketapel tersebut tepat mengenai mata sebelah kanannya sehingga luka dan tak bisa diselamatkan.

Kejadian yang menimpa Zaharman berawal dari kemarahan orang tua siswa yang mendapat aduan dari anaknya. Anak tersebut dimarahi dan dihukum oleh Zaharman karena ketahuan merokok. (www.viva.co.id)

Kejadian miris yang menimpa para guru bukan itu saja. Ada lagi kisah lain, guru yang dikeroyok muridnya, ada yang di bacok muridnya, dan masih banyak kejadian-kejadian serupa yang dialami para guru di luar sana.

Dalam sistem yang berlaku hari ini, para guru menghadapi dilema dalam mendidik anak. Kadangkala upaya guru dalam mendisiplinkan murid banyak disalahartikan. Masih banyak yang menganggap itu sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Guru dalam hal ini sangat rentan dikriminalisasi karena adanya undang-undang (UU) perlindungan anak.

Terjadi perbedaan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat dan negara. Masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak sehingga melahirkan gesekan dengan berbagai pihak, termasuk metode guru dalam mendidik murid.

Dulu, perlakuan guru dalam mendidik siswa siswinya tidak banyak dipermasahkan orang tua. Jika anaknya mendapat hukuman berupa cubitan atau pukulan, jarang sekali orang tua yang membawa kasusnya ke pihak berwajib. Semuanya diselesaikan secara kekeluargaan, apalagi hukuman yang diberikan guru masih dalam batas normal.

Profesi guru adalah pilihan yang mulia karena dengan jasanya seorang guru dapat mencerdaskan bangsa dan membangun peradaban. Kriminalisasi terhadap guru adalah malapetaka terhadap peradaban.

Adab kepada guru semakin berkurang sehingga menjadikan generasi hidup tanpa keberkahan ilmu dan berada dalam kegelapan. Dengan banyaknya kasus kriminalisasi terhadap guru, membuat hidup mereka tidak nyaman karena sedikit saja bermasalah, banyak orang tua yang tidak segan-segan memenjarakan mereka.

Dampaknya, banyak guru menjadi takut mendisiplinkan para muridnya. Jangankan untuk menghukum, menegur saja mereka enggan karena banyak orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur atau dimarahi oleh gurunya.

Menguatnya paradigma sekuler kapitalisme dalam sistem pendidikan kita, menjadikan generasi muda banyak yang melakukan perbuatan amoral. Penghormatan terhadap guru/ta’dzim semakin berkurang, sedangkan ta’dzim kepada guru adalah salah satu syariat yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Sekuler kapitalisme telah membentuk generasi memiliki egoisme pribadi yang tinggi. Nasihat guru tidak dianggap sebagai rasa kasih sayang, tetapi dianggap mengganggu privasi hingga tidak segan-segan guru dikriminalisasi.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Pendidikan dalam sistem Islam dibangun berlandaskan aqidah, dirancang agar generasi memiliki identitas keislaman yang kuat, baik itu pola pikir atau pola sikap.

Memuliakan dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Dengan pendidikan Islam yang mempunyai tujuan jelas, dapat menciptakan adanya sinergi semua pihak sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan.

Keadaan ini menjadikan guru dapat mengoptimal perannya dengan tenang karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Tentu saja dengan pemikiran generasi yang cemerlang ini, tidak akan mungkin melakukan pengkriminalisasian terhadap guru.

Disamping itu, negara berkewajiban menjamin kesejahteraan guru dengan upah yang sangat layak sehingga guru bisa dengan optimal mengamalkan ilmunya untuk mencetak generasi emas pada masa yang akan datang.

Negara berkewajiban memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam ini. Konsep pendidikan seperti ini tentu tidak akan terwujud jika kita masih menerapkan sistem pendidikan yang berlandaskan sekuler kapitalisme seperti yang berlaku sekarang ini. Namun, semua ini akan terwujud jika negara menerapkan sistem Islam dalam pendidikannya. Wallohu ‘alam bisshowab. (Yulianti).

***

Judul: Maraknya Kriminalisasi Guru: Waspada Runtuhnya Peradaban
Penulis: Yulianti
Editor: JHK

Sekilas tentang penulis

Yulianti atau akrab disapa Yuli ini lahir di Bandung pada 18 Juli 1983. Menulis opini sudah menjadi hobinya beberapa tahun belakang ini. Sejak covid-19 merebak, menulis menjadi salah satu aktivitas keseharian yang menyenangkannya.

Menulis opini dengan perspektif Islam dilakukan Yuli karena ia merasa prihatin terhadap fakta-fakta tentang realitas kehidupan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal itulah yang telah  menggerakkannya untuk menyuarakan isi hati dan pemikirannya melalui tulisan.

Seiring berjalannya waktu, wanita yang tergabung dalam Komunitas Menulis “Ibu-Ibu Penggiat Majelis Ta’lim” ini sudah menghasilkan beberapa tulisan opini yang berhasil dimuat di beberapa media. Simak kegiatan sehari-hari Yuli dalam akun Instagram @lipearly.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *