ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Beda Standar Kemiskinan Nasional dan Global: Membuka Tabir Semu Kesuksesan Pemerintah Mengentaskan Kemiskinan

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Rabu (21/05/2025) – Artikel berjudul Beda Standar Kemiskinan Nasional dan Global: Membuka Tabir Semu Kesuksesan Pemerintah Mengentaskan Kemiskinan” ini merupakan karya tulis Yuli Yana Nurhasanah yang akrab disapa Yuli dan aktif dalam dalam Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”.

Cara penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan data Marco Poverty Outlook, pada April 2025 menunjukkan bahwa dari total 171,8 juta penduduk Indonesia, terdapat sebanyak 60,3 persen yang dikategorikan miskin.

Versi penghitungan tingkat kemiskinan BPS masih menggunakan pendekatan kebutuhan dasar dan berapa jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang terkategori miskin. Di sisi lain, kategori miskin dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan yang mendasar, yaitu makanan dan non-makanan.

Yuli Yana Nurhasanah
Yuli Yana Nurhasanah, penulis – (Sumber: BJN)

Kebutuhan makan mencakup berapa kalori minimal yang dikonsumsi per orang per harinya, sesuai dengan pola konsumsi rumah tangga di Indonesia. Komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum seperti tempat tinggal, transportasi, pakaian, kesehatan, dan pendidikan.

Pendataan masyarakat miskin yang dilakukan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) berdasarkan hasil pengumpulan data dan pemotretan pengeluaran, serta pola konsumsi masyarakat. Pendataan dilakukan bukan berdasarkan individu, tetapi pada tingkat rumah tangga karena pengeluaran dan konsumsi dalam kehidupan pada umumnya terjadi secara kolektif.

Lain halnya, pendataan yang dihitung oleh BPS mencerminkan apa saja yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. (06/05/2025. https://tirto.id.). Oleh sebab itu, dibutuhkan data yang akurat mengenai garis kemiskinan di lapangan agar data statistik dan lapangan bisa sinkron sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara standar kemiskinan nasional dan dunia, di mana penduduk Indonesia dikategorikan mampu secara nasional, tetapi masuk dalam garis kemiskinan ekstrem dalam standar kemiskinan global.

Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme karena standar yang rendah dalam tata kelola sosial dan ekonomi. Sistem kapitalisme mengklaim sukses “mengentaskan kemiskinan”, padahal itu semua hanya manipulasi angka untuk menarik investasi karena nyatanya sistem kapitalisme gagal menyejahterakan rakyatnya dan terdapat kesenjangan yang jelas dalam kehidupan rakyatnya.

Nyatanya, kemiskinan di Indonesia masih menjadi PR besar. Dengan adanya perbedaan standar kemiskinan antara pemerintah dan Bank Dunia, tidak serta-merta mengatasi kemiskinan di negeri ini. Meski pemerintah mengklaim standar pemerintah lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, semuanya hanya kesuksesan semu pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan secara nasional karena faktanya pemerintah memanipulasi angka demi satu keuntungan untuk menarik investor dan keuntungan itu bukan untuk masyarakat miskin, melainkan untuk para korporasi.

Ilustrasi - Potret kemiskinan di pinggiran kota Jakarta - (Sumber: Arie/BJN)
Ilustrasi – Potret kemiskinan di pinggiran kota Jakarta – (Sumber: Arie/BJN)

Pemerintah cenderung fokus pada program populisnya. Mengatasi masalah dengan pemberian bansos, tetapi abai menanggulangi inflasi dan rendahnya daya beli masyarakat karena saat ini susah mencari mata pencaharian. Mereka yang sudah bekerja pun malah marak terkena PHK massal. Maraknya masyarakat menengah ke bawah dalam gurita pinjol dan judi online yang berdampak pada kesehatan mental dan berakhir dengan bunuh diri.

Gagalnya penguasa mengatasi kemiskinan dan menyejahterakan rakyatnya adalah bukti sistem yang diterapkan saat ini rusak. Bahkan, kebutuhan paling dasar pun tidak mampu dipenuhinya, seperti layanan kesehatan, pendidikan, akses informasi, dan layanan sosial karena faktanya banyak yang terbengkalai tanpa penyelesaian. Hal ini hanya semakin menambah daftar panjang permasalahan di negeri kita.

Penanggulangan kemiskinan tidak efektif hanya dengan penyaluran bantuan sosial yang bersifat sementara, padahal negeri ini kaya dengan sumber daya alamnya. Jika tata kelola yang tepat diterapkan, masalah kemiskinan ini tidak akan ada. Ini membuktikan ada faktor ketidakhadiran penguasa dalam mencukupi kebutuhan rakyatnya. Sudah saatnya kita hempaskan sistem yang rusak yang hanya memberi derita berkepanjangan kepada rakyat, menggantinya dengan sistem Islam, aturan yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

Saat ini, umat membutuhkan kepemimpinan dan peraturan hidup yang berazaskan akidah Islam. Pemimpin yang berakidah Islam tidak akan berkompromi dengan kapitalis, menggadaikan kekayaan alam demi kepentingan diri, golongannya, dan penguasa dengan menghalalkan segala cara.

Seorang pemimpin Islam akan menempatkan diri sebagai pengurus rakyatnya, menerapkan sistem ekonomi Islam, serta mendistribusikan harta secara adil dan merata per individu sesuai dengan apa yang dibutuhkan rakyatnya.

Sejatinya, kemiskinan dalam sistem ekonomi Islam bisa diatasi, bukan melalui sistem ekonomi kapitalisme yang aturannya lahir dari pemikiran manusia yang terbatas. Dalam sistem Islam ditegaskan bahwa jika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia masuk dalam kategori fakir miskin.

Keadilan dalam sistem Islam bukan hanya bersifat moral, tetapi keadilan juga adalah pilar. Untuk mewujudkan keadilan ekonomi dalam sistem Islam, mekanisme pendistribusian kekayaan menjadi perhatian utama.

Tidak ada harta yang beredar hanya di sekelompok orang kaya saja, semuanya harus adil dan merata karena dalam praktiknya, keadilan dan pemerataan kekayaan di tengah rakyat itu butuh peran negara.

Dalam sistem Islam, negara bukanlah hanya sekadar regulator dan fasilitator para korporasi seperti dalam sistem kapitalisme. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh untuk pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyatnya, dari makanan hingga non-makanan.

Sistem Islam akan melakukan berbagai upaya dan cara untuk mengentaskan kemiskinan, yaitu dengan mengelola sumber daya alam seperti barang tambang, minyak, gas, dan sumber mineral yang merupakan milik umum dan dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Selain itu, negara juga menyediakan lapangan pekerjaan sehingga tidak ada lagi rakyat miskin yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian.

Negara menyediakan kebutuhan dasar untuk rakyat, seperti memudahkan pendidikan, layanan kesehatan, dan pelayanan publik yang mudah diakses oleh masyarakat. Semua ini hanya bisa terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.

Negara Islam akan dipimpin oleh pemimpin yang berakidah Islam, di mana dalam sistem Islam, pemimpin tersebut bertanggung jawab mengurus dan memelihara rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Wallahualam bishawab.

***

Judul: Beda Standar Kemiskinan Nasional dan Global: Membuka Tabir Semu Kesuksesan Pemerintah Mengentaskan Kemiskinan
Penulis: Yuli Yana Nurhasanah
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Yuli Yana Nurhasanah atau  akrab dipanggil Yuli ini lahir di Ciamis, pada 8 Juli 1984. Menulis Opini Islam menjadi kegiatan kesehariannya beberapa bulan belakang ini. Semua ini berawal dari keprihatinannya terhadap realitas kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat saat ini.

Menulis opini dengan sudut pandang Islam mencoba menyuarakan pemikiran dan isi hati, mencoba membuka pemikiran, dan pemahaman umat melalui tulisan.

Wanita yang suka berpikir ini mulai menulis saat ia bergabung dengan Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”. Beberapa tulisan Yuli tentang berbagai topik sudah dimuat di media online. Ia juga aktif di media sosial Facebook dengan akun Yuli Yana Nurhasanah.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *