ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Bangunan Sekolah Tidak Layak, Bukti Abainya Negara Terhadap Pendidikan Generasi Muda

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kamis (05/12/2024) – Artikel berjudul Bangunan Sekolah Tidak Layak, Bukti Abainya Negara Terhadap Pendidikan Generasi Muda” ini merupakan karya tulis Yuli Yana Nurhasanah yang akrab disapa Yuli dan aktif dalam dalam Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”.

APBN 2025, Presiden Prabowo fokus pada dunia pendidikan untuk mewujudkan semua itu. Presiden Prabowo menyiapkan anggaran APBN sebesar Rp 17,15 triliun untuk renovasi dan rehabilitasi 10.440 sekolah negeri dan swasta. Dana tersebut akan disalurkan langsung ke sekolah-sekolah dalam bentuk transfer tunai guna mendukung swakelola.

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dan meratakannya. Presiden Prabowo berkomitmen memperbaiki lebih dari 330.000 sekolah di seluruh Indonesia. Beliau juga menegaskan pentingnya sekolah memiliki fasilitas yang memadai, serta sekolah yang baik dan bersih. (Sumber: kompas.com, 20/11/2024).

Yuli Yana Nurhasanah
Yuli Yana Nurhasanah, penulis – (Sumber: BJN)

Pada kenyataannya masalah sarana dan prasarana sekolah di negara Indonesia ini masih kompleks. Banyak sekolah negeri yang minim fasilitas, rusak, dan tidak layak. Menurut data Kemendikbudristek (2022), terdapat 21.983 sekolah yang butuh perbaikan karena rusak di seluruh Indonesia dan pada 2023 bertambah sekitar 26% atau 250.000 sekolah. Pada saat Covid-19 inilah yang memperparah keadaan karena banyak sekolah yang tidak mendapat perawatan akibat penutupan.

Anggaran pendidikan ini setiap tahunnya mengalami kenaikan. Akan tetapi, dari tahun ke tahun, naiknya anggaran pendidikan ini belum bisa mengatasi masalah pendidikan dari segi sarana dan prasarana yang bisa dirasakan manfaatnya. Realisasi serapan anggaran tidak mencapai 100%. Berdasarkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) dari tahun 2019-2024, anggaran pendidikan selalu naik, dari 2019 sebesar Rp 492,45 triliun dan pada tahun 2024 mencapai Rp 581,8 triliun.

Banyaknya bangunan sekolah yang tidak layak menjadi salah satu indikasi kurangnya kepedulian negara terhadap generasi, baik dalam hal keselamatan siswa, kenyamanan belajar, dan kegiatan belajar. Keamanan dan kenyamanan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar dan semua ini sangat penting untuk diperhatikan penguasa. Keselamatan anak terjamin, termasuk bangunan yang memadai.

Namun, penguasa seakan tidak peduli dan abai terhadap kebutuhan belajar mengajar karena penguasa jauh dari mafhum ra’awiyah (mengurus rakyat). Inilah watak negara dalam naungan kapitalisme, terbukti dengan minimnya anggaran pendidikan meski mengalami kenaikan setiap tahun, padahal tempat memang penting untuk keberlangsungan pendidikan. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak layak hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Jika keadaan ini terus berlanjut, bagaimana generasi berkualitas akan terwujud jika sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai? Akan dibawa ke mana arah pendidikan negeri ini?

Situasi dan kondisi ini akan selalu kita temui jika sistem buatan manusia ini masih dipertahankan karena manusia-manusia rakus, tamak, dan haus akan kekuasaan. Mereka berasas hanya kepada materi, mengumpulkan materi sebanyak mungkin, dan menghalalkan segala cara tanpa peduli dengan halal dan haram.

Peran negara dalam sistem saat ini menjadikan pengurusan rakyat dilakukan dengan setengah hati karena semua berdasarkan asas manfaat. Di mana ada manfaat, di sana mereka berperan, padahal pendidikan ini, sarana dan prasarananya adalah tanggung jawab penuh negara, seperti tercantum di UUD 45 pasal 31: “Setiap warga negara berhak menerima pendidikan.”

Namun, untuk terwujudnya kualitas pendidikan, banyak faktor yang mempengaruhinya. Islam menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan sarana prasarana yang berkualitas dan aman untuk tercapainya tujuan pendidikan. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan bangunan sekolah yang kokoh serta mengupayakan untuk mewujudkannya.

Sementara penguasa dalam Islam adalah pengurus rakyat yang menjalankan hukum Islam secara kaffah dengan sistem ekonomi Islam. Hal ini akan mewujudkan sekolah-sekolah terbaik, lengkap, dan kokoh karena negara memiliki sumber daya yang besar yang mampu membiayai. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah mampu menjadikan negara memiliki kekayaan yang besar dan mampu menyediakan bangunan sekolah berkualitas.

Kita seharusnya tidak perlu khawatir akan pembiayaan pendidikan karena sejatinya Indonesia mempunyai potensi SDA yang sangat besar, semisal hutan, laut, minyak mentah, gas, batubara, tembaga, nikel, dan emas. Dari delapan itu saja dapat memenuhi APBN. Bahkan, mungkin saja berlebih. Di sinilah diperlukan peran negara untuk menjalankan sebagaimana yang digariskan Islam yaitu sebagai raain (pengurus urusan rakyat).

Dengan begini, pembiayaan pendidikan akan dapat teratasi, dan tidak akan perlu mengandalkan pajak untuk menutupi defisit anggaran akibat sistem ekonomi berbasis utang, di mana rakyat yang harus menanggung beban.

Posisi penguasa sebagai raain akan menjadikan penguasa memenuhi kebutuhan rakyat sesuai dengan tuntunan Islam. Sarana dan prasarana yang ada akan dirawat dengan baik. Jika ada anggaran dana untuk renovasi dan rehabilitasi bangunan, tidak akan dikorupsi karena kelak akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah di yaumil akhir.

Semua ini menegaskan kesempurnaan Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Semuanya hanya akan tercapai jika kita bersatu untuk mewujudkannya. Caranya adalah dengan berjuang menegakkan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam bishawab. (Yuli).

***

Judul: Bangunan Sekolah Tidak Layak, Bukti Abainya Negara Terhadap Pendidikan Generasi Muda
Penulis: Yuli Yana Nurhasanah
Editor: JHK

Sekilas tentang penulis

Yuli Yana Nurhasanah atau  akrab dipanggil Yuli ini lahir di Ciamis, pada 8 Juli 1984. Menulis Opini Islam menjadi kegiatan kesehariannya beberapa bulan belakang ini. Semua ini berawal dari keprihatinannya terhadap realitas kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat saat ini.

Menulis opini dengan sudut pandang Islam mencoba menyuarakan pemikiran dan isi hati, mencoba membuka pemikiran, dan pemahaman umat melalui tulisan.

Wanita yang suka berpikir ini mulai menulis saat ia bergabung dengan Komunitas Menulis “Muslimah Peduli Umat”. Beberapa tulisan Yuli tentang berbagai topik sudah dimuat di media online. Ia juga aktif di media sosial Facebook dengan akun Yuli Yana Nurhasanah.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *