ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Alih Fungsi Lahan, Banjir Tak Terelakkan

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Selasa (17/12/2024) – Artikel berjudul Alih Fungsi Lahan, Banjir Tak Terelakkan” merupakan karya tulis Sumiati, seorang pendidik dan mahasiswi Pendidikan Agama Islam (PAI), asal Tasikmalaya yang kini tinggal di Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Seperti dikutip dari laman Kompas.com, dua kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat kembali dilanda banjir akibat luapan Sungai Cikapundung dan Citarum, Kamis (21/11/2024). Banjir terjadi setelah hujan berintensitas tinggi mengguyur wilayah Kota Bandung dan sekitarnya sejak sehari sebelumnya. Ketua RT 07, Uus Rohendi (57), menyampaikan bahwa ketinggian air saat itu di Kampung Cijagra mencapai 1,5 meter.

Sumiati
Sumiati, penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Curah hujan yang tinggi  menjadi penyebab utama banjir yang tak terelakkan. Air hujan yang belum sempat mengalir, belum sempat meresap, otomatis menyebabkan banjir pun tak bisa dihindari. Terlebih daya serap air pada tanah terus berkurang, seiring dengan tidak henti-hentinya pembangunan perumahan dan perkantoran didirikan. Selain dari itu, hutan mengalami penggundulan. Semua ini akibat sifat tamak manusia, merajah hutan hingga  pepohonan besar tak tersisa.

Ditambah alih fungsi hutan makin meluas. Tadinya merupakan hutan rimba, berubah menjadi pertanian biasa yang tidak terlalu cukup dalam menyerap air. Yang tadinya pohon menjulang tinggi, berubah hanya menjadi kebun-kebun yang dihuni dengan berbagai palawija. Bahkan, berubah menjadi pemukiman penduduk  yang jumlahnya makin membesar. Akhirnya menjadi penyumbang terbesar yang mengakibatkan banjir tak terelakkan.

Dalam hal ini tentu perlu ada penelitian, mengapa banjir terus datang berulang? Seharusnya izin untuk pembangunan dipantau kembali. Apakah menjadi penyebab banjir atau tidak, alih fungsi lahan harus ditinjau kembali, jangan-jangan itu juga penyebab banjir terus berulang. Apakah hutan terus ditebang oleh para pemburu kayu untuk bangunan, kerajinan dan lain sebagainya.

Kemudian berikutnya mengembalikan peran mitigasi bencana, jangan hanya untuk seremonial belaka. Namun, fungsinya harus diperbaiki dan  dibaguskan, agar tidak berefek banyak korban jiwa yang banyak, bahkan korban lain yang tidak terhingga kerugiannya. Walaupun sejatinya curah hujan yang luar biasa sulit dibendung.

Selain dari itu, drainase yang sempit. Untuk menyelesaikan masalah ini harus ada kegiatan di luar program, dan harus dibuka semua drainase di jabar, agar permasalahan ini cepat selesai. Kemudian kontrol terhadap izin pembangunan mesti ditingkatkan. Mengapa? Karena banyak bangunan yang kerap menambah masalah banjir.

Demikianlah akibat pemberian izin oleh penguasa pada para oligarki dalam hal pengelolaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa penguasa saat ini tidak bertindak sebagai pengurus rakyat. Terlihat dari  kebijakan yang dibuat lebih pro terhadap pengusaha ketimbang rakyat. Model penguasa dalam sistem kapitalis ini betul-betul memberikan dampak yang buruk.

Selain itu, WALHI melalui website resmi nya mengkritisi DPR yang tetap ngotot untuk mengesahkan revisi UU Minerba No. 3 Tahun 2020, yang kemudian ditandatangani oleh Presiden pada 10 Juni 2020. Padahal isi pasal-pasal dalam UU Minerba sangat kontroversial bahkan mengabaikan sisi konservasi lingkungan hidup serta jauh dari tujuan mensejahterakan masyarakat luas.

Islam memandang, sejatinya hujan adalah rahmat dari Allah Swt. Dengan hujan tersebut, bisa menghidupkan berbagai jenis binatang dan tumbuhan. Juga, sangat bermanfaat bagi sumber kehidupan manusia. Nikmat yang luar biasa. Hanya saja, manusia banyak tidak mensyukuri nikmat yang begitu besar. Hidup semaunya tanpa aturan.

Allah Swt. berfirman:

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S.30:41).

Penyebab banjir, bukan semata-mata alam yang rusak. Namun, rusaknya karena ulah perbuatan manusia. Islam mengatur perihal penggunaan dan kepemilikan lahan. Sehingga, tidak akan terjadi musibah banjir akibat hilangnya penyerapan air pada tanah. Jika ada tanah kosong, terlantar, tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa periayahan selama tiga tahun. Jika itu terjadi, akan diambil alih oleh negara.

Maka, hal itu, akan terjaga dari kepemilikan lahan oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Kemudian digunakan untuk bangunan-bangunan yang akan menghalangi penyerapan air. Pengambil alihan oleh negara, merupakan pengurusan negara terhadap rakyat. Tanggung jawab sebagai perisai umat.

Rasulullah saw. Bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya:

Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban. (H.R. Imam Bukhari).

Jelaslah dalam Islam, fungsi negara dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada lahan yang dizalimi akibat, tidak ada air yang tidak bermanfaat bahkan mendatang madharat, dan tidak ada api yang menjadi bencana bagi manusia. Karena ketiganya dalam pengurusan yang sesuai dengan contoh dari Rasulullah saw. perintah Allah Swt. yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Rasulullah saw. Bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad).

***

Sekilas tentang penulis:

Penulis bernama Sumiati ini berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Saat ini ia tinggal di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Kegiatan sehari-harinya selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga ngajar di salah satu sekolah swasta di Rancaekek sejak 2016 hingga sekarang.

Selain itu, Sumiati juga masih kuliah dan tercatat sebagai mahasiswi Semester 3 di STIT At-Taqwa Bandung, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Meskipun sudah bekerja menjadi guru, tetapi ia masih semangat melanjutkan pendidikannya. Hal ini menurutnya karena merupakan pemenuhan terhadap kewajiban menuntut ilmu bagi seorang muslimah.

Sejak 2018, wanita enerjik yang penuh semangat ini mulai menekuni hobi barunya menulis. Hobi ini terus dikembangkannya walaupun hingga saat ini ia tidak memilih salah satu genre, melainkan cenderung banyak genre, di antaranya dalam bentuk puisi, opini, story telling, dan cerpen. Baginya menulis adalah dakwah, dakwah lisan dan dakwah tulisan.

Judul: Alih Fungsi Lahan, Banjir Tak Terelakkan
Penulis: Sumiati, pendidik dan mahasiswi PAI STIT At-Taqwa Bandung
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *