ArtikelBerita Jabar NewsBJN

Pembatalan Ijazah Mahasiswa, Buah Kesalahan Paradigma Pendidikan Sekuler

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Jumat (07/02/2025) – Artikel berjudul “Pembatalan Ijazah Mahasiswa, Buah Kesalahan Paradigma Pendidikan Sekulermerupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Baru-baru ini, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Bandung menjadi sorotan setelah melakukan pembatalan kelulusan dan menarik ijazah terhadap 233 mahasiswa periode 2018 hingga 2023. Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EkA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menyebut bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses kelulusan di STIKOM Bandung.

Foto Ummu Fahhala
Ummu Fahhala – (Sumber: Koleksi pribadi)

Beberapa kejanggalan ini di antaranya perbedaan nilai akademik dan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) dengan data di pangkalan data Dikti. Selain itu, ijazah mahasiswa periode 2018-2023 tidak mencantumkan Penomoran Ijazah Nasional (PIN) dan belum dilakukan uji plagiasi terhadap karya mahasiswa. (www.tirto.id, 15/01/2025).

Kasus penarikan ratusan ijazah mahasiswa STIKOM, sejatinya menambah panjang daftar buruknya sistem pendidikan di negeri ini. Terlepas dari siapa yang benar dan salah,  kasus seperti ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikan yang diberlakukan memiliki asas yang benar.

Ulah Kapitalisme Sekuler

Faktanya, sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan hanya pada materi. Sistem pendidikan sekuler lahir dari sistem kapitalisme yang diterapkan oleh sebuah negara. Pendidikan sekuler telah mengabaikan terbentuknya kepribadian generasi. Dengan demikian, tidak ada standar halal haram yang mendasari perilaku generasi yang dicetak oleh sistem ini.

Pendidikan sekuler kapitalis telah meletakkan pendidikan sebagai barang komoditas, sebab pendidikan dipandang sebagai jasa yang boleh diperjualbelikan atau dijadikan ladang bisnis. Konsep pendidikan yang demikian menjadikan pendidikan rentan dikapitalisasi. Bukannya fokus mencerdaskan generasi dan membentuk mereka sebagai salah satu pilar peradaban, institusi pendidikan malah fokus mengambil keuntungan dengan berbagai cara dan dengan dalih “Ilmu itu mahal.”

Kelulusan yang dipertanyakan sebenarnya bukan kasus pertama. Kasus jual beli ijazah bahkan sudah banyak kita temukan. Ini merupakan buah dari asas kapitalisme yang menjadikan ijazah sebatas formalitas. Padahal ijazah adalah pengakuan atas kompetensi lulusan peserta didik Pada semua aspek tujuan pendidikan, baik skill maupun kepribadian seseorang.

Selain asas pendidikan yang salah, negara dalam sistem kapitalisme juga hanya berperan sebagai regulator dalam mengatur urusan rakyat, termasuk pendidikan yang berdasarkan prinsip kemaslahatan subjektif. Dampaknya, muncul peluang penyelewengan di berbagai unsur dan level seperti negara, penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan hingga objek pendidikan.

Pendidikan Islam

Berbeda dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Islam menetapkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan terampil, sebab negara adalah ra’in (pengurus rakyat). Rasulullah Saw. Bersabda, “Imam atau pemimpin adalah ra’in dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari). Oleh karena itu, negara wajib menyusun kurikulum pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh syarak.

Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Kilafah karya Syekh Atha’ bin Khalil Abu Ar-Rasytah menyatakan bahwa ada tiga tujuan pendidikan Islam yakni pertama, membangun kepribadian Islami, yakni pola pikir (akliyyah) dan jiwa (nafsiyyah) yang islami dengan cara menyempurnakan pembinaan seiring dengan berakhirnya jenjang pendidikan sekolah.

Kedua, membina anak didik  dengan keterampilan dan pengetahuan, agar dapat berinteraksi dengan lingkungan berupa peralatan, inovasi dan berbagai bidang terapan lainnya, seperti penggunaan peralatan listrik dan elektronika, peralatan pertanian industri dan lain-lain.

Ketiga, mempersiapkan anak didik untuk dapat memasuki jenjang perguruan tinggi dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar yang diperlukan, baik yang termasuk tsaqafah Islam seperti bahasa Arab, fikih, tafsir dan hadis, maupun ilmu sains seperti matematika, kimia, fisika dan lain-lain.

Dari tujuan tersebut, sangat jelas bahwa pendidikan Islam ditujukan untuk mencetak generasi yang siap membangun peradaban mulia, bukan berorientasi materi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

Islam telah mendudukkan pendidikan sebagai wadah melahirkan ahli ilmu yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan umat. Oleh karena itu, capaian-capaian pendidikan akan diukur atau dinilai berdasarkan tujuan pendidikan.

Peraturan administrasi yang bersifat mubah juga harus ditujukan untuk mencapai tujuan pokok pendidikan, yakni membangun kepribadian Islam peserta didik dan ahli ilmu, sedangkan teknis administrasi, dikembalikan pada tiga indikator kunci, yakni aturan yang sederhana, cepat dalam pelaksanaan, dan dilakukan oleh person yang profesional.

Islam menjadikan kehidupan berasas akidah Islam termasuk dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, hal ini menjadikan semua pihak terkait menyadari bahwa seluruh amal mereka akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. mereka memahami bahwa segala sesuatu harus distandarkan pada standar halal dan haram.

Karena itu, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan didorong oleh ketaatan pada aturan Allah Swt. termasuk dalam menjaga kualitas dan kredibilitas institusi pendidikan. Negara akan menjamin dan mengawasi agar semua berjalan sesuai dengan syariat Allah Swt.

Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang ditanggung negara, sehingga semua rakyat dapat mengaksesnya dengan mudah bahkan gratis. Negara akan menyediakan dana yang besar, untuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mencetak generasi pembangun peradaban mulia, melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang kuat, tangguh dan mandiri.

Negara memiliki sumber daya untuk membiayai semuanya, tanpa harus tergantung pada pihak lain. Alhasil, hanya pendidikan berasaskan akidah Islam yang mampu membangun dan menopang peradaban mulia dan menjauhkan pendidikan dari jebakan kapitalisme. Semua itu dapat terwujud dalam penerapan Islam secara menyeluruh (kafah) dalam segala aspek kehidupan. (Ummu Fahhala).

***

Sekilas tentang penulis:

Ummu Fahhala, seorang pegiat literasi, ibu dari lima anak (Fadilah, Arsyad, Hasna, Hisyam & Alfatih). Selain sebagai ummu warobbatil bait, juga sebagai praktisi pendidikan. Menulis untuk dakwah. Semoga menjadi wasilah datangnya hidayah dari Allah Swt. dan meraih pahala jariyah.

Judul: Pembatalan Ijazah Mahasiswa, Buah Kesalahan Paradigma Pendidikan Sekuler
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *