ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Jawa Barat Paling Banyak Kasus Femisida

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Sabtu (28/12/2024) ─ Artikel berjudul “Jawa Barat Paling Banyak Kasus Femisida ini ditulis oleh Ina Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.

Kasus kekerasan kepada perempuan banyak yang berujung pada kematian, ini terjadi akibat adanya pemahaman relasi kuasa, ada pihak paling superior, lainnya tertindas, tidak setara. Sistem patriarki masih menjadi masalah di zaman serba modern ini. Sungguh sangat terbelakang pemikiran seperti ini, padahal Allah tidak membedakan jalan takwa dari gendernya melainkan ketakwaannya.

Pada penghujung tahun 2024, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan merilis data kasus femisida sebanyak 290 kasus, termasuk Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim) yang menduduki dua ranking teratas dalam perolehan data provinsi yang banyak melaporkan. Siti Amninah Tardi selaku Komisioner Komnas Perempuan menginfokan dalam data terhimpun dalam peluncuran Laporan Pemantauan Femisida 2024.

Ina Agustiani, S.Pd.
Ina Agustiani, S.Pd., penulis – (Sumber: Pratama Media News)

Dari 290 kasus bisa dirinci untuk Provinsi Jabar yaitu 41 kasus, Provinsi Jatim 38 kasus, Jawa Tengah 29 kasus, Sumatra Utara 24 kasus, Sumatra Selatan 15 kasus, Sulawesi Selatan 13 kasus, Jakarta dan Riau sama-sama 11 kasus. Data ini belum menggambarkan secara keseluruhan dari data yang melaporkan, bisa jadi yang tidak melaporkan juga banyak.

Banyak yang bertanya tentang femisida yang masih terdengar aneh untuk istilah baru ini. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, ini terjadi karena superioritas dan dominasi yang tidak sama sehingga terjadi rasa memiliki dan kepuasan sadistik dari lawan gendernya yaitu laki-laki.

Rentang usia korban bervariasi dari 0 tahun sampai lansia. Motif jenis femisida adalah femisida intim,  adalah pasangannya. Selain itu anggota keluarga. Pada tahun 2024 saja femisida intim dilakukan oleh suami ada 71 kasus, kemudian pacaran ada 47 kasus, anggota keluarga 29 kasus. Motifnya dominan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan berbagai alasan (cemburu, sakit hati, selingkuh), dan faktor ekonomi.

Belum Ada Regulasi Menyeluruh

Pemahaman bahwa perempuan adalah makhluk lemah, makhluk nomor dua, tidak setara memang masih saja kuat di kalangan tertentu, apalagi orang yang tidak memahami Islam dengan benar. Banyak diskriminasi yang dialami dalam ruang publik, seperti di pendidikan dan ekonomi. Dari diskriminasi ini berpotensi mengalami kekerasan di ranah domestik, publik dan negara. Yang termasuk kekerasan bukan hanya fisik, tapi dalam bentuk psikis, seksual, dan ekonomi.

Femisida adalah bentuk pembunuhan berbasis gender wanita, tetapi sering dianggap pembunuhan biasa dan di Indonesia karena istilah ini belum terlalu dikenal sehingga regulasinya belum ada pemisahan apakah pembuhan khusus wanita atau umum, jika pun ada belum menyeluruh. Pentingnya penegasan kategori femisida/bukan disinyalir dapat menguatkan tuntutan hukum pada pelaku penganiayaan yang berujung pembunuhan pada perempuan.

Ibarat hukum rimba maka orang yang kuat menindas yang lemah, kasus femisida dianggap hal biasa. Itu karena kita hidup di sistem yang kapitalistik, serba bebas, bukan berdasarkan pada iman dan pertanggungjawaban hari akhir.

Ada yang mencari dalil kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan menyoal Q.S. Annisa :34, nyatanya ini pun tidak menyasar inti persoalan utama karena relasinya disandingkan dengan pasangan yang belum menikah (pacaran) dalam femisida. Laki-laki justru akan semakin menjadi-jadi menyiksa perempuan karena hubungannya sebatas berpacaran, tidak ada tanggung jawab karena komitmennya bukan dengan pernikahan yang tidak ada ikatan hukum positif  maupun syariat antara pelaku pacaran.

Kondisi masyarakat yang jauh dari syariat membuat masyarakat menganggap biasa perilaku pacaran, ikhtilat, permisif terhadap perempuan yang membuka auratnya, lalu perempuan yang tidak punya pilihan harus bekerja sektor publik untuk membantu ekonomi keluarga tanpa dipertimbangkan pekerjaan apa yang masih menjunjung tinggi kehormatan perempuan, akhirnya terjerumus pada pekerjaan nista berbau pornografi, menjual sensualitas dan maskulinitas sesuai gender. Inilah awal mula adanya femisida, akibat pergaulan bebas dan negara tidak membantu dalam penjagaannya.

Hukum Islam Menjaga Perempuan

Sistem pergaulan Islam menjunjung tinggi kehormatan muslimah. Hukum syariat dibuat untuk menjaga, bukan mengekang, dijadikan mengekang adalah dari kaca mata sistem saat ini yang serba bebas.

Muslimah dalam rumahnya tinggal bersama mahramnya, batasan aurat yang harus dijaga. Bahkan, kepada ayah dan saudara laki-lakinya ada aturan. Sebelum menikah, nafkahnya ditanggung ayah, setelah menikah ditanggung suami. Jika pun muslimah bekerja, bukan untuk mencari nafkah, tapi mengembangkan kemampuan dirinya. Dicukupkan kebutuhannya oleh keluarga lewat mekanisme aturan negara yang memudahkannya. Alangkah sempurnanya kehidupan muslimah dengan syariat Islam.

Menyambung dengan femisida, Islam telah menetapkan menghilangkan nyawa manusia adalah dosa besar, sebagaimana dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!’ Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah itu?’ Beliau menjawab, ‘Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina.’” (H.R. Bukhari-Muslim).

Sistem sanksi Islam kepada pelaku penganiayaan maupun pembunuhan dengan zawajir (pencegah) dan zawabir (penebus dosa), mekaniskme qishah (dibunuh) agar orang yang melihat tercegah untuk melakukan hal serupa sehingga perlindungan pada nyawa tidak main-main hukumannya berat.

Mengenai kepemimpinan dan kesetaraan, Allah berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, artinya, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”

Tidak ada keistimewaan pada gender tertentu dalam hal kemuliaan dan ketakwaan di sisi Allah. Semua sama, hal yang membedakan adalah kadar keimanannya. Sama sekali tidak ada superioritas laki-laki untuk semena-mena pada perempuan. Yang ada adalah laki-laki diberi tanggung jawab lebih besar untuk menjadi pemimpin, kepada istri, dan anaknya untuk mendidik jika ada penyimpangan. Ini  termaktub dalam dalam Tafsir Ibnu Katsir, makna kalimat “ar-rijaalu qawaamuuna ‘ala an-nisaa” (setiap laki-laki adalah pemimpin untuk perempuan), terdapat dalam Q.S. An-Nisa ayat 34.

Begitu pun relasi hubungan suami istri bukan hubungan atasan-bawahan. Akan tetapi hubungan layaknya persahabatan yang baik seperti dalam hadis yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a, Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.’” (H.R. at-Tirmidzi).

Dengan begitu Islam bisa memadukan semuanya, manakala relasi hubungan suami-istri, keluarga, pekerjaan, pergaulan saling menyambung dengan sistem sosial masyarakat, pendidikan, ekonomi, persanksian. Ketika semua terpenuhi maka kesejahteraan, ketenangan, kemakmuran hidup terpenuhi. Perlindungan terhadap nyawa manusia tegak tanpa kompromi manusia di bawah kesempurnaan Islam. Wallahualam bissawab. (Ina Agustiani).

***

Judul: Jawa Barat Paling Banyak Kasus Femisida
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: JHK

Sekilas Penulis

Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.

Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.

Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi” terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabar.co pada 2 Agustus 2023.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *