Solusi Jabar Menghadapi Ancaman Hidrometeorologi
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Kamis (14/11/2024) ─ Artikel berjudul “Solusi Jabar Menghadapi Ancaman Hidrometeorologi” ini ditulis oleh Ina Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.
Bencana adalah salah satu bentuk teguran atas kelalaian manusia, juga proses alam untuk regenerasi tanah baru. Saat ini, manusia serakah mengambil yang lebih banyak dari kapasitasnya, inginnya terlalu tinggi hingga mengorbankan semua makhluk, alam pun marah menumpahkan segala kebaikannya kemudian menjadi sampah setelahnya.
Menghadapi musim hujan pada november hingga Mei tahun depan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengantisipasi ancaman bencana metereologi sekaligus gangguan alam saat Pilkada 2024 mendatang. Acara ini dihadiri oleh Pejabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Triadi Machmudin di Gedung Sate Bandung beberapa waktu lalu, sekaligus mengukuhkan komitmen pemerintah di 27 kabupaten kota mengenai kesiapsiagaan bencana yang dibantu oleh masyarakat untuk persiapan ke depannya.
Mengingat data yang diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terdapat di Jabar 473 kecamatan di 27 kabupaten kota berpotensi adanya gerakan tanah menengah dan tinggi. Upaya yang dilakukan diantaranya mengadakan rakor penangan banjir, gelombang ekstrim, longsor, banjir hingga abrasi. Ada bagian penetapan status siaga bencana dan pendirian pos komando jika bencana terjadi. Semua sudah siap dari mulai relawan, TNI, Polri, dan sebagainya.
Pemprov Jabar sudah menyiapkan anggaran bencana sebesar Rp 125 miliar yang sumbernya dari pos Anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk tahun 2024, sedangkan untuk tahun 2025 beda lagi dan dipastikan jumlahnya lebih besar. Termasuk jika saat pilkada mengalami darurat bencana di TPS, sudah diantisipasi demi kelancaran pesta demokrasi.
Fakta Mitigasi di Lapangan
Memasuki berbagai musim resiko bencana akan selalu ada, selain faktor alam juga kita sebagai makhluk di bumi harus menjaga supaya ekosistemnya seimbang. Memasuki musim hujan saat ini tentunya rentan banjir yang disebabkan oleh faktor alam dengan tingginya curah hujan. Oleh karena itu, mitigasi/penanganan yang baik dampak yang ditimbulkan akan seminimal mungkin, baik itu infrastruktur, harta benda, jiwa, maupun korban terdampak.
Berdasarkan fakta di lapangan, banjir ini merupakan fenomena yang terus berulang. Dengan teknologi yang ada, tentunya tidak sulit untuk mengatasi banjir bukan? Bahkan, teknologi sudah memprediksi sendiri perkiraan terjadinya hujan. Jadi, semua dapat berjaga-jaga, baik pemerintah maupun masyarakat. Ternyata yang sulit bukan teknologinya, tetapi membangun sikap antisipasi dalam skala nasional sudah ada atau belum dalam benak penguasa.
Mitigasi bencana bisa dimulai sebelum, saat terjadi, dan setelahnya yang dilihat dari pembangunan fisik (struktural) maupun kemampuan manusia menghadapi bencana (nonstruktural). Mitigasi sebelum bencana yaitu pembangunan yang bisa mencegah meluasnya banjir (bangunan di wilayah rawan bencana).
Ketika bencana, masyarakat mendapat edukasi untuk meminimalkan risiko, misal tahu tanda-tanda datangnya banjir, longsir, jalur evakuais, kapan harus mengungsi, benda yang harus dibawa tempat ke pengungsian dan cara ke tempatnya.
Begitu pun setelah bencana, ini dilakukan agar warga dapat secepatnya memperbaiki rumah dan sarana publik, kembali ke rumah dan tidak lama di pengungsian. Itulah jika mitigasi dilakukan secara sungguh-sungguh dengan profesional, risiko besar seperti banyaknya korban jiwa bisa dicegah tidak meluas. Aktivitas warga paskabencana pun bisa cepat pulih sehingga roda perekonomian berjalan kembali.
Itu gambaran ideal karena nyatanya di lapangan pemerintah abai terhadap kebutuhan rakyat, jika dilakukan pun penangana saat dan sesudah terjadi. Dana yang ada pada tahun 2024 mencapai Rp 125 miliar apakah sampai ke tangan rakyat secara utuh? Sementara kita ada di budaya uang negara banyak tangan habis di jalan, sampai ke akar rumput tinggal sisa.
Tampak tidak ada upaya serius untuk memberdayakan semua sumber, akhirnya rakyat berada dalam penderitaan, lama di pengungsian. Bahkan, korban bencana gempa Cianjur saja ada yang sampai dua tahun masih ada yang hidup di pengungsian. Malah lebih cepat lembaga swadaya dibantu warga setempat untuk masalah jaminan kebutuhan pangan saat bencana. Ini menunjukkan fungsi kepengurusan negara tidak maksimal dan abai karena masyarakat jadi mencari solusi sendiri yang seharusnya dibantu.
Kerusakan alam ini bukan karena individu yang kurang disiplin dalam menjaga lingkungan, tetapi akarnya adalah di penerapan sistem kapitalis yang standar nilainya adalah ekonomi dengan menghalalkan materi sebanyak-banyaknya, termasuk memanfaatkan alam untuk dijual kepada pemilik modal besar. Kemudian dieksploitasi sebesar dan sebanyak-banyaknya akhirnya wilayah terdampak sampai ke pemukiman penduduk dirasakan warga yang terdampak .
Solusi Islam
Ketika negara Islam berdiri dengan peradabannya dan membangun tata kota yang tak tanggung; internasional. Konsep tata ruangnya diperhatikan, aspek sosialnya pun dibangun dari dasar dengan nilai rohani/ruhiyah yang membentuk individunya dalam pemikiran dan aktivitas sehingga memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan tak luput menjadi bagian dari adab yang harus dijaga. Manusia, kehidupan, alam semesta adalah satu kesatuan yang diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyatnya, itulah pandangan Islam.
Seperti firman Allah yang berbunyi, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah (Allah Swt.) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut. Sesungguhnya rahmat Allah Swt. amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 56).
Kemudian dalam QS Ar-Ruum: 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali pada jalan yang benar.”
Allah mempercayakan manusia sebagai penjaga bumi, dan negara bertangung jawab atas kelangsungannya, termasuk nasib rakyat saat bencana. Negara Islam akan bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik dengan mitigasi terencana yang melibatkan semua stakeholder agar bencana segera berakhir.
Negara akan menjamin dana dan sudah disiapkan tanpa melimpahkan tanggung jawabnya pada lembaga-lembaga swadaya. Sistem Islam punya sumber pemasukan bermacam-macam dan tidak diambil dari pajak dan utang seperti yang terjadi sekarang.
Ada pos khusus untuk keperluan bencana. Penuturan dari seorang mujtahid bernama Syeikh Abdul Qadim Zallum dijelaskan dalam kitab Al-Amwal ada bagian seksi urusan darurat/bencana alam (At-Thawaari) yang akan memberikan bantuan pada kaum muslim atas kondisi darurat yang menimpanya. Sumbernya dari fai, kharaj, dan harta kepemilikan umum.
Jadi, jika ada kebutuhan mendesak, negara pasti akan merealisasikannya dari pos penerimaan yang ada. Semua dilakukan untuk kemaslahatan rakyat, tidak perlu menderita karena negara sungguh-sungguh melakukan yang terbaik.
Dengan Islam semua fungsi hutan, danau atau sungai akan terjaga alami dan terwujud go green yang sebenarnya. Itulah fungsi penguasa sesungguhnya selalu hadir sebagai antisipasi menjaga rakyat dari ancaman bencana. Wallahu a’lam. (Ina Agustiani).
***
Judul: Solusi Jabar Menghadapi Ancaman Hidrometeorologi
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: JHK
Sekilas Penulis
Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul “Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.
Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi” terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabr.co pada 2 Agustus 2023.