Guru harus Menjadi Observer, Konseptor, dan Fasilitator yang Hebat bagi Peserta Didik
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Artikel berjudul “Guru harus Menjadi Observer, Konseptor, dan Fasilitator yang Hebat bagi Peserta Didik” ini ditulis oleh Nurhidayah, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai guru di SMA Negeri 21 Bandung.
Guru masa kini harus memiliki banyak keterampilan, tidak hanya mengajar. Akan tetapi, harus memiliki keahlian lain ketika berinteraksi dengan peserta didik. Apalagi dengan berlakunya Kurikulum Merdeka, guru harus mampu menuntun peserta didik sesuai kodratnya agar selamat dan bahagia. Lalu keterampilan apakah yang harus dimiliki oleh guru itu sendiri?
Memang tidaklah mudah menjadi seorang guru. Berbagai tantangan dan hambatan akan selalu dihadapi pada setiap proses pembelajaran, baik persiapan, pelaksanan, dan evaluasi. Baik materi pelajaran, menghadapi berbagai karakter peserta didik, kemampuan belajar peserta didik. Belum lagi sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah.
Sebagai peneliti, guru harus bisa menentukan model/metode/strategi pembelajaran yang tepat. Terkadang guru lupa mengidentifikasi kemampuan belajar peserta didik. Guru menyamaratakan kemampuan seluruh siswa. Padahal manusia itu memiliki ciri dan bakat sesuai kodratnya.
Sebagai guru, apakah sudah merasa kenal pada peserta didik? Kenal dalam arti memahami betul latar belakang sosial, spiritual maupun intelektual peserta didik.
Selama mengajar, apakah guru pernah berdialog dengan akrab soal hobi mereka? Soal kebiasaan beribadah mereka di rumah? Soal gaya belajar mereka? Kelemahan dan kekuatan diri mereka? Prestasi atau hal terbaik yang pernah mereka raih? Bahkan, pernahkah bertanya tipe guru yang disukai oleh peserta didik?
Semua hal tersebut mungkin ada yang telah dilakukan oleh guru atau adakalanya terlupa, padahal itu merupakan poin penting agar guru mampu mengenali potensi peserta didik. Dengan mengenali potensi peserta didik tentunya menjadi jembatan bagi guru untuk mengantarkan keberhasilan belajar peserta didik.
Permasalahan yang sering ditemui oleh guru adalah ketika pembelajaran, peserta didik terkadang terlihat kurang termotivasi untuk belajar. Hanya beberapa siswa yang bisa fokus mengikuti pembelajaran. Sisanya, mereka hanya sekadar menunaikan kewajiban tanpa memiliki target yang ingin dicapai. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat kesempatan belajar dilewatkan begitu saja dan pada akhirnya tidak memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan di masa depan.
Peserta didik yang kurang antusias ketika belajar pasti memiliki alasan tersendiri, apalagi ketika mereka kurang fokus belajar, bukan tidak mungkin mereka tidak akan mendapatkan nilai yang maksimal. Guru harus memikirkan sebuah solusi atas permasalahan ini. Guru harus menjadi role model yang ideal bagi peserta didik. Lalu apa yang harus dilakukan oleh guru?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, alasan peserta didik kurang antusias dalam belajar adalah minimnya strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam hal ini, guru guru merupakan ujung tombak kesuksesan belajar peserta didik.
Banyak hal bisa dilakukan guru untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan di kelas. Peran guru yang pertama adalah harus mengenali peserta didik, baik aspek spiritual, sosial, maupun intelektual.
Guru bisa melakukan sebuah inovasi dengan melakukan tes diagnostik nonkognitif dengan bertanya seputar gaya belajar peserta didik, apakah gaya belajar visual, auditorial, maupun kinestetik; kebiasaan ibadah; kebiasaan belajar; hobi; prestasi yang pernah diraih; kelemahan dan kekuatan diri; dan tipe guru apa yang mereka sukai. Guru pun bisa menjelaskan sebelumnya tentang profil diri dan visi misi mengajar di kelas.
Hal tersebut bertujuan agar terbangun hubungan yang “intim” antara guru dan peserta didik. Semakin mengenal karakter satu sama lain maka akan semakin muncul rasa saling mengerti dan menghargai satu sama lain.
Guru semakin tahu bagaimana menghadapi kelebihan yang dimiliki peserta didik dan kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Begitupun sebaliknya, peserta didik akan semakin mengapresiasi pendekatan yang dilakukan oleh guru.
Pada akhirnya, akan muncul sinergi yang positif, saling memberi dan menerima. Peserta didik sukses belajarnya, guru pun semakin bahagia atas keberhasilan tersebut. Perhatian dan kasih sayang pun akan terjalin dengan sempurna.
Peran kedua adalah sebagai konseptor yang merancang pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif adalah menciptakan kondisi belajar yang baik; pembelajaran yang berpusat pada peserta didik; mampu berkolaborasi; pembelajaran kontekstual; memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya; sarana prasarana yang memadai, seperti gawai dan kuota yang memadai; lingkungan yang mendukung, dan; metode pembelajaran yang tepat.
Pembelajaran inovatif yang bisa dilakukan oleh guru antara lain bisa memilih model pembelajaran problem based learning, project based learning, dan discovery learning.
Dalam merancang pembelajaran, guru harus menguasai berbagai hal. Kurikulum yang berlaku, harus mampu diejawantahkan oleh guru ke dalam pembelajaran yang dalam hal ini penggunaan Kurikulum Merdeka. Belum lagi era digitalisasi yang menuntut guru mahir dan melek dalam memanfaatkan teknologi.
Media sosial yang berkembang seolah akan menelan guru, bila guru tidak mau “berperang” dalam kemajuan zaman. Lalu mampu menyusun instrumen penilaian yang tepat sehingga bisa merangsang cara berpikir kritis pada peserta didik. Semua itu harus dikuasai oleh guru. Dalam hal ini, guru bisa menyiapkan teknik pembelajaran yang berdiferensiasi sesuai gaya belajar.
Guru harus mampu memfasilitasi kebutuhan gaya belajar peserta didik, seperti menyiapkan bahan ajar dan media pembelajaran yang inovatif dan kontekstual; tayangan video; rekaman suara atau alat peraga yang menarik dan kekinian, terutama mampu merangsang cara berpikir kritis peserta didik.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah guru juga harus menyiapkan asesmen atau penilaian sesuai gaya belajar peserta didik. Asesmen tersebut hendaknya penilaian yang berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills). Oleh karena itu, guru harus bisa memanfaatkan teknologi (TPACK) untuk pemenuhan media pembelajaran, bahan ajar, dan asesmen peserta didik tersebut.
Peran ketiga adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Guru harus menjadi “partner” belajar peserta didik, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan, dan mampu menyentuh potensi peserta didik secara menyeluruh.
Dalam hal ini, penulis melaksanakan pembelajaran dengan diselingi oleh ice breaking atau permainan yang mampu mengajak seluruh siswa aktif dan partisipatif. Permainan tersebut bisa juga permainan yang berbasis teknologi dengan memanfaatkan keterampilan visual, auditorial, dan kinestetik (bergerak).
Hasil belajar peserta didik pun harus guru kelola dengan memberikan perlakuan yang adil terhadap peserta didik yang sudah melakukan “effort” yang besar dalam pencapaian belajarnya maupun peserta didik yang mengalami kesulitan/keterlambatan dalam belajarnya. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan program remedial dan pengayaan.
Jangan lupa juga pada akhir pembelajaran, guru hendaknya melakukan umpan balik pada peserta didik. Umpan balik tersebut bisa berupa penilaian diri sendiri yang dilakukan oleh peserta didik. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana keterpahaman mereka dalam menyerap materi yang telah disampaikan oleh guru.
Umpan balik lainnya yang bisa dilakukan oleh guru dengan melakukan sebuah survei pembelajaran melalui link google form. Survei tersebut bisa menanyakan tentang sejauh mana peserta didik nyaman, termotivasi selama belajar dengan guru dan bertanya tentang hal lain yang ingin dicapai pada pembelajaran berikutnya. Setelahnya, guru harus merefleksikan hasil umpan balik tersebut dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas mengajar.
Menjadi guru yang menginspirasi dan diidolakan semua peserta didik tidaklah mudah. Namun, hal itu bisa kita wujudkan, asalkan segala sesuatu diniatkan untuk sebuah perubahan yang berarti. Semua ide pasti akan muncul. Hendaknya sebagai guru, kita mampu terus berinovasi agar mampu menciptakan generasi emas.
Pada akhirnya ternyata tugas guru tidak hanya menggugurkan tanggung jawab mengajar. Lebih daripada itu, guru harus bisa menjadi observer, konseptor, dan fasilitator yang hebat bagi peserta didik. Jangan lupa menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan yang Mahakuasa agar seluruh usaha kita dalam rida-Nya sehingga berhasil pada akhirnya. (Nurhidayah).
***
Judul: Guru harus Menjadi Observer, Konseptor, dan Fasilitator yang Hebat bagi Peserta Didik
Penulis: Nurhidayah, S.Pd.
Editor: JHK
Catatan:
Artikel ini sebelumnya sudah terbit di media online PRATAMA MEDIA NEWS.