Kabupaten Bandung Barat Penyumbang Terbanyak Pekerja Migran Indonesia Ilegal
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Jumat (22/11/2024) – Artikel berjudul “Kabupaten Bandung Barat Penyumbang Terbanyak Pekerja Migran Indonesia Ilegal” ini ditulis oleh Lilis Suryani yang berprofesi sebagai Guru dan Pegiat Literasi.
Sebagai bagian dari warga yang tinggal di Kabupaten Bandung Barat (KBB), penulis merasa prihatin saat membaca salah satu laman berita online yang menginformasikan bahwa KBB menjadi salah satu daerah di Jawa Barat yang menjadi penyumbang paling banyak pekerja migran Indonesia (PMI) dengan status keberangkatan ilegal. Disebutkan bahwa yang menjadi penyebabnya adalah karena rendahnya edukasi serta desakan ekonomi sehingga warga mudah tergiur bekerja ke luar negeri lewat jalur belakang.
“Memang menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Bandung Barat jadi penyumbang keempat terbesar PMI ilegal di Jabar. Ini diketahui setelah banyaknya laporan penelantaran, kekerasan, hingga hilang kontak warga KBB kita di luar negeri,” kata Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) Disnaker KBB, Dewi Andani, seperti dilansir dari laman Ayobandung.com (18/11/24).
Fakta bahwa warga Kabupaten bandung barat banyak yang menjadi PMI memang tidak dapat terelakkan, terutama sebagian besar yang menjadi PMI dari kalangan perempuan. Sampai ada salah satu tempat di Desa Padalarang, KBB disebut sebagai parapatan arab saking banyaknya kaum perempuan di daerah itu yang berangkat ke Timur Tengah untuk bekerja menjadi TKW.
Padahal, jika melihat wilayah KBB akan kita dapati bahwa wilayah ini kaya sumber daya alam dengan berbagai potensinya, seperti pertanian, peternakan, perkebunan, dan pertambangan hingga industri. Namun ternyata, sebagian warganya masih banyak yang memilih untuk menjadi PMI.
Alasan klasik kenapa mereka nekat pergi ke luar negeri adalah ingin merubah nasib karena di luar negeri gajinya cukup besar. Selain itu, sulitnya memperoleh kesempatan kerja dengan gaji yang ideal. Gaji besar hanya bisa didapat oleh orang-orang tertentu saja.
Sementara untuk masyarakat kebanyakan yang tidak punya koneksi atau bukan dari lulusan perguruan tinggi harus pasrah dengan gaji yang rendah. Terlebih, himpitan ekonomi serta tingginya biaya hidup di negeri ini membuat masyarakat harus berpikir keras untuk bertahan hidup. Belum lagi biaya pendidikan, kesehatan, serta kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi mendesak anggota keluarga. Bahkan, kaum ibu sekalipun untuk turut berjuang mengais rupiah.
Sistem ekonomi kapitalis yang tengah mencengkram saat ini, memposisikan masyarakat bak berada dihutan rimba, siapa yang kuat ia yang menang. Jika ia lemah maka harus pasrah tertindas dan lenyap.
Dapat kita saksikan secara nyata dalam persaingan ekonomi, misalnya pemodal besar bisa menguasai sektor-sektor strategis dan melindas para pemodal kecil. Imbasnya, yang kaya makin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Jurang kesenjangan sosial pun semakin menganga.
Seperti yang terjadi di KBB, misalnya pada pembangun proyek Kota Baru Parahyangan yang sebelumya digadang-gadang akan meningkatkan perekonomian warga KBB hingga kini tak kunjung terwujud. Peingkatan pendapatan hanya didapat oleh segelintir orang saja, yaitu para pemilik modal. Sementara warga sekitar tak mendapat penimgkatan kesejahteraan. Justru sebagian besar kehilangan mata pencaharian yang asalnya petani, kini tak ada lahan yang bisa ditanami karena sudah tidak memiliki lahan lagi. Dan ini hanya satu contoh saja, masih banyak lagi fakta lainnya yang membuat miris.
Kondisi ini diperparah dengan lemahnya perlindungan negara terhadap masyarakat, baik dari sisi perlindungan dalam pemenuhan hak-hak dasar warga negara di dalam maupun di luar negeri. Hak untuk dapat penghidupan yang layak, pendidikan, dan kesehatan, serta keamanan masih belum dirasakan oleh seluruh masyarakat. Sepertinya kesejahteraan rakyat akan sulit terwujud dalam sistem kapitalis yang hanya berorientasi pada profit semata.
Lain dengan sistem kapitalis maka Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi para lelaki, salah satunya dengan mengelola sumber daya alam (SDA) sendiri. Selain hasilnya akan dinikmati oleh rakyat, proses pengelolaan yang begitu besar juga akan sangat menuntut banyak pekerja.
Dengan begitu, konsekuensi logisnya lapangan kerja akan melimpah ruah. Rakyat tidak perlu menjadi PMI hanya untuk mencari sesuap nasi karena nasi di negeri sendiri saja sudah banyak sekali.
Jika perekonomian negara sudah kuat, selesailah persoalan ekonomi umat. Para ibu akan fokus melahirkan generasi gemilang yang siap memimpin dan para ayah bisa tenang melaksanakan kewajiban. Bukankah kehidupan seperti ini yang akan mengantarkan pada peradaban yang agung?
Kaum perempuan pun akan sejahtera di bawah naungan sistem Islam. Dalam konsep ekonomi Islam, nafkah perempuan ditanggung oleh walinya. Sebagaimana dalil berikut ini :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 33)
Selain itu, Rasul saw. Bersabda:
خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ
“Ambillah (dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, jika seluruh walinya tidak bisa, negaralah yang akan menafkahinya langsung. Nabi Muhammad saw. telah bersabda:
فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyatnya termasuk para janda dan anak-anaknya dari harta baitul mal. Di sisi lain, perempuan diperbolehkan mengaktualisasikan keahliannya tanpa mengabaikan peran utamanya sebagai ibu. Mereka bisa menjadi dokter, dosen, pegawai, pengusaha, atau apa pun asal tetap terikat hukum syarak dan terjamin keamanannya.
Sungguh, fenomena pekerja migran ilegal hanyalah satu dari sekian persoalan yang tidak akan pernah selesai jika kepemimpinan sistem kapitalisme masih menjadi tolok ukur dalam mengambil kebijakan di negeri. Dengan kembali kepada sistem Islam sebagaimana yang pernah diterapkan oleh Rasullallah SAW adalah sebuah pilihan pasti yang tak terbantahkan. (Lilis Suryani).
***
Sekilas tentang Penulis
Lilis Suryani adalah seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Disela-sela kesibukan mengajar, ia sering menulis artikel opini yang berkaitan dengan hal-hal yang tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Sebagai seorang pendidik, Lilis berpikir harus peka terhadap apa yang tengah terjadi di tengah masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepeduliannya terhadap masa depan generasi muda yang ada di daerahnya.
Beberapa karya tulis dalam bentuk artikel (opini) yang telah dibuat Lilis tertuang dalam naskah-naskah yang sudah tersebar diberbagai media online di Jawa Barat, di antaranya Walimedia.Id, Dobrak.co, Inijabar.com, Kabarfajar.com dan banyak lagi media lainnya. Ia berharap tulisannya bisa menjadi penerang bagi para pembaca media online di tanah air.
***
Judul: Kabupaten Bandung Barat Penyumbang Terbanyak Pekerja Migran Indonesia Ilegal
Penulis: Lilis Suryani
Editor: JHK