ArtikelBerita Jabar NewsEkonomiOpini

Desa Maju dan Mandiri, Apakah Masyarakat Bisa Sejahtera?

BERITA JABAR NEWS – Kolom OPINI, Kota Bandung (16/08/2024) – Artikel berjudul “Desa Maju dan Mandiri, Apakah Masyarakat Bisa Sejahtera?” ini ditulis oleh Lilis Suryani yang berprofesi sebagai Guru dan Pegiat Literasi.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengklaim telah berhasil menghilangkan desa dengan strata atau status tertinggal. Oleh karena itu, kini pemerintah menargetkan untuk menghapus desa dengan status berkembang.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Dr. Drs. Herman Suryatman, M.Si., saat ia memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) ”Optimalisasi Program Gerakan Membangun Desa”. Ia optimistis target nol desa berkembang bisa terwujud di akhir tahun 2025 sehingga pada 2026 strata desa di Jabar hanya desa mandiri dan maju.

Suasana Desa
Ilustrasi: Suasana desa yang asri dan makmur – (Sumber: Arie/BJN)

Klaim pemerintah telah menghilangkan desa tertinggal tentu patut diapresiasi. Namun, tentu saja hal tersebut mesti sesuai dengan fakta yang ada. Penulis sendiri sebagai bagian dari masyarakat menginginkan capaian kemajuan desa tidak hanya sekadar strata tinggi dan angka-angka saja, melainkan mesti berkorelasi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat.

Menurut penulis, akan menjadi aneh jika desa-desa di Jawa Barat dinyatakan telah maju dan mandiri, tetapi tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Jadi, sebenarnya apa yang menjadi tolok ukur suatu desa dinyatakan maju? Bukankah desa atau wilayah yang maju seharusnya memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi? Bukan sebaliknya.

Hal lain yang patut juga dipikirkan adalah adanya potensi pemerintah pusat lepas tangan terhadap pengurusan pemenuhan hajat hidup masyarakat di daerah. Dengan memandirikan desa maka desa berkewajiban mengelola dan mengatur urusan masyarakat di bawah ampuannya.

Potensi lainnya yang bisa muncul dari kemandirian desa adalah korupsi. Dengan kewenangan mengatur sendiri segala sesuatu di tingkat desa maka akan menjadi jalan mulus para pelaku kriminal yang tentunya akan merugikan masyarakat sehingga lagi-lagi masyarakatlah yang menjadi korban. Alih-alih masyarakat sejahtera. Namun, justru kesengsaraanlah yang didapat.

Ilustrasi: Suasana pasar tradisional di pedesaan
Ilustrasi: Suasana pasar tradisional di pedesaan – (Sumber: Arie/BJN)

Bila berbicara kesejahteraan maka dalam pandangan Islam, hal tersebut merupakan hak yang harus didapatkan oleh seluruh warga negara. Islam menegaskan bahwa fungsi imam (pemimpin negara) adalah sebagai ra’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) rakyatnya hingga terpenuhi semua kebutuhannya, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap.

Negara sudah seharusnya menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mengembalikan kepemilikan umum berupa tambang, laut, hutan, sungai, dan lain-lain dari swasta kepada rakyat. Negara akan mengelola kepemilikan umum tersebut dan mengembalikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat dalam bentuk jaminan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan gratis sehingga rakyat tidak terbebani.

Selain itu, dalam Islam juga mengatur distribusi kekayaan agar merata. Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Contohnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu mengelolanya. Bahkan, setiap individu berhak menghidupkan tanah mati dengan menggarapnya — dengan cara itu ia berhak memilikinya.

Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut oleh pemiliknya. Pengaturan ini akan mewujudkan distribusi kekayaan, sekaligus menciptakan produktivitas Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Penyediaan lapangan kerja juga hal yang wajib dilakukan oleh negara,  terutama untuk laki-laki karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya. Negara membolehkan perempuan berperan dalam ranah publik, seperti dokter, perawat, guru, dan lain-lain, tetapi tugas perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya tetap menjadi kewajiban utama yang harus ditunaikan dengan sempurna.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan. Masalah kemiskinan yang menjadi salah satu penyebab rakyat tidak sejahtera, biasanya juga disebabkan tingkat pendidikan rendah yang berpengaruh pada kualitas SDM. Di sinilah peran negara dengan sistem Islam untuk menyelenggarakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Demikian pula dengan layanan kesehatan yang diberikan secara cuma-cuma. Ini karena pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan primer yang wajib untuk negara penuhi.

Negara harus memperhatikan pendidikan generasi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya daripada ia menyedekahkan (setiap hari) satu sha’.” (HR At-Tirmidzi).

Inilah paparan singkat terkait solusi nyata sistem Islam dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. (Lilis Suryani).

***

Sekilas tentang Penulis

Lilis Suryani
Lilis Suryani, penulis -(Sumber: Arie/BJN)

Lilis Suryani adalah seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Disela-sela kesibukan mengajar, ia sering menulis artikel opini yang berkaitan dengan hal-hal yang tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Sebagai seorang pendidik, Lilis berpikir harus peka terhadap apa yang tengah terjadi di tengah masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepeduliannya terhadap masa depan generasi muda yang ada di daerahnya.

Beberapa karya tulis dalam bentuk artikel (opini) yang telah dibuat Lilis tertuang dalam naskah-naskah yang sudah tersebar diberbagai media online di Jawa Barat, di antaranya Walimedia.Id, Dobrak.co, Inijabar.com, Kabarfajar.com dan banyak lagi media lainnya. Ia berharap tulisannya bisa menjadi penerang bagi para pembaca media online di tanah air.

***

Judul: Desa Maju dan Mandiri, Apakah Masyarakat Bisa Sejahtera?
Penulis: Lilis Suryani
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *