Cerpen “Kachell, Emang Kamu Siapa?”
Berita Jabar News (BJN) – Kolom Sastra – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Kachell, Emang Kamu Siapa?” ini merupakan karya Sarkoro Doso Budiatmoko, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Iowa State University, Amerika Serikat.
Di aula gedung tempat pesta pernikahan itu berlangsung, Kachell naik panggung. Tangan kanannya meraih palantang suara lalu menyanyikan sebuah lagunya Maher Zain:
We’re here on this special day
Our hearts are full of pleasure
A day that brings the two of you close together
Suaranya yang empuk dengan musik pengiringnya yang selaras langsung menembus labirin pendengar dan merasuk ke relung hati terdalam para undangan. Nyanyian merdu Kachell menenggelamkan percakapan ngalor-ngidul para hadirin. Harmoni suara musik pengiringnya menutup denting-denting piring, gelas, dan sendok makan.
Penampilan Kachell menyita perhatian para undangan. Belum selesai satu bait dinyanyikan, tepuk tangan sudah menggema ke seluruh sudut ruangan.
Barisan tamu yang sedang mengantri memberi selamat kepada sepasang pengantin pun berhenti bergerak. Tamu-tamu yang sedang mengantri makanan favorit juga menghentikan langkah. Beberapa hadirin yang sudah duduk menikmati hidangan berdiri dan menaruh makanannya di kursi.
Pun para among tamu dan petugas pelayanan pesta, mematung terpesona. Semua mata mengarahkan pandangannya ke panggung mungil tempat pemain musik dan Kachell beraksi.
Dalam waktu hampir bersamaan mereka menepukkan kedua tangannya berulang-ulang. Pesona Kachell menebar merata ke seluruh ruangan. Beberapa orang sambil bertepuk mencari tahu siapa yang menyanyi, beberapa orang yang lain dengan antusias mencoba menjawab.
“Oooh itu Kachell, pantesan suaranya merdu,” kata seorang ibu yang mengenakan kebaya.
“Iya, itu Kachell, masih kerabat dekat yang punya hajat,”kata seorang gadis di sebelahnya.
Di sudut lain seorang lelaki jangkung berkomentar, “Loh, kayaknya aku pernah lihat dia menyanyi di sebuah pesta juga. Suaranya memang enak didengar dan penuh penghayatan.”
Dari panggung, sambil bernyanyi Kachell membungkukkan badan sebagai tanda berterima kasih ke semua hadirin. Demikian juga pemain saxophone, gitar akustik, dan organ.
Kachell terlihat tampan mengenakan pakain warna hitam dengan dasi merah menyala. Celananya kain berwarna khaki. Kombinasi yang lagi modis.
Pria bertubuh atletis itu sebenarnya penyanyi biasa saja. Kebisaannya bersenandung bukan diperoleh dari sekolah musik, tapi dari menirukan lagu-lagu yang dia dengar di panggung hiburan, radio, TV, dan hape. Dia penyanyi alam tanpa teori dan tidak paham nada-nada lagu. Dia manut saja ketika sebelum nyanyi diminta untuk ambil suara.
“Coba mas Kachell, suaranya,” permintaan seperti ini sering dia alami saat naik panggung.
“Aa-aa-uuu-oooo,” jawab Kachell.
“Okey, masuk nada G-minor bro,” kata pemegang gitar kepada rekan-rekan pemusik lainnya.
Kelebihan Kachell lainnya adalah kemampuannya menghayati dan mengekspresikan isi lagu sepenuh kalbu. Gembira, riang, ceria, sedih, dan pilu maupun sendu bisa dibawakannya dengan baik hampir tanpa cela. .
Terbukti, beberapa waktu yang lalu, juga di pesta pernikahan, Kachell menyanyikan lagu lawas berjudul “Ratapan Anak Tiri” yang popular tahun 1973. Lagu yang bercerita tentang penderitaan anak tiri itu dinyanyikan dengan sepenuh jiwa.
Penghayatannya dalam menyanyikan lagu itu membuat hati hampir seluruh hadirin tersayat-sayat. Mereka ikut sedih meratapi nasib buruk si anak tiri. Lagunya yang mendayu, diselingi suara yang tercekat dan terbata-bata membuat suasana pesta yang mestinya riang berubah pelan menjadi sendu dan pilu. Rasa itu tidak hanya melanda hadirin tetapi juga para pemain musik.
Lagu meratap-ratap itu akhirya tidak selesai dinyanyikan karena salah satu pemain musiknya tidak sanggup menahan sedih. Semua tenggelam dalam air mata haru. Beberapa saat suasana menjadi hening dan orang sibuk mengusap air mata.
Kachell menjadi merasa bersalah karena telah merusak suasana pesta. Diputar otaknya untuk mencari jalan bagaimana caranya mengembalikan suasana riang. Kachell cukup cerdik, disampaikannya ke pemain organ setengah berbisik.
“Bro, ayooo gebug drum dan mainkan lagu ‘I Feel Good’ dari James Brown, biar suasananya jadi hangat kembali,” pinta Kachell ke pemain organ.
Beberapa saat kemudian suara drum pun berdebam-debam menggetarkan ruangan. Kachell memegang pelantang dan dengan penuh gaya bernyanyi seperti James Brown. Tidak berapa lama, suasana berubah kembali ceria.
Meski begitu, seusai acara, Kachell dicuci habis oleh yang punya hajat. Pria lajang ini tidak henti-hentinya meminta maaf.
Semenjak itu Kachell lebih berhati-hati dalam memilih lagu. Seringkali pria tampan ini memilih lagu-lagu ceria, meski sebenarnya kisah hidupnya sendiri tidak seceria lagu yang dinyanyikannya.
Tidak banyak yang tahu, semenjak kecil dia hidup berdua saja bersama neneknya. Kehidupan yang keras dia arungi sedari kecil demi sesuap nasi dan bisa sekolah. Dari berjualan hasil tanaman, beternak ayam, berjualan telor asin dan menjual jasa apa saja kepada yang memerlukannya. Apapun dia coba.
Pernah, ketika usia remaja menjelang dewasa, tanpa setahu neneknya, Kachell ikut sasana olahraga tinju dan terjun di arena tinju bayaran. Latihan fisik yang cukup berat dia jalani dengan tekun tak kenal lelah. Mimpi dan tekadnya esok hari bisa menjadi petinju bayaran dan memiliki banyak uang.
Suatu hari ada kesempatan naik ring di pasar malam di alun-alun kotanya. Lawannya cukup berat dan lebih berpengalaman. Sementara Kachell, meski sudah beberapa kali naik ring dan menang-kalah sudah dia alami, kali ini grogi.
Secara tidak sengaja rencana Kachell bertinju ternyata didengar neneknya di warung sayur dekat rumah. Malamnya nenek pergi ke pasar malam dan dengan mata kepala sendiri dilihat cucunya mendapat pukulan bertubi-tubi. Kachell kalah segalanya, kalah pengalaman, dan kalah teknik bertinju.
Hati nenek mana yang tidak jatuh iba. Dengan langkah sigap si nenek mendekat dan dengan sekuatnya merambat naik ring. Tangan petugas yang mencoba menghentikan langkahnya ditepisnya. Di tengah-tengah arena nenek menubruk dan memeluk erat Kachell.
Pertarungan terhenti dan nenek tidak mau melepas pelukannya. Sambil menangis nenek memintanya tidak meneruskan pertandingan. Tentu saja Kachell taat. Di dunia ini tidak ada yang dia taati dan patuhi semua perintahnya kecuali neneknya ini.
Lalu mereka pulang dengan sarung tinju masih terpasang di kedua tangan. Seperti anak yang baru bisa berjalan, Kachell berjalan digandeng neneknya. Di kegelapan malam air mata terus mengalir membasahi pipi Nenek. Diusapnya dengan kedua ujung lengan kebayanya. Hatinya sangat nelangsa.
Sepanjang jalan neneknya menasehati Kachell. Satu potong kalimat yang membekas di hati Kachell, “Nenek persilahkan kamu berbuat apa saja untuk hiburan maupun demi mendapat uang, tetapi jangan kamu rusak badan sendiri.”
Sejak hari itu, digantungnya sarung tinju kesayangannya. Sarung tinju itu akhirnya benar-benar manjadi sejarah, Kachell telah menemukan kegemaran baru, menyanyi. Dia putar radio dan TV lalu menirukan lagu-lagu dan gaya penyanyinya.
Jalan hidup tidak ada yang tahu, tanpa dinyana, Kachell ketemu kawan baru. Tepat di depan rumahnya datang penghuni baru, keluarga pindahan dari lain kota. Salah satu anak dari keluarga itu, bernama Jaka Kendhyl, piawai bermain musik. Setiap Ahad Kendhyl mengundang teman berlatih band.
Kachell bergabung dan sesekali menyanyi. Kegemarannya bernyanyi menirukan lagu-lagu ternyata ada gunanya. Dia menemukan tempat untuk menyalurkan minatnya. Segala jenis lagu dia coba nyanyikan, dari lagu Rock, Sweet, Blues, Pop dan RnB.
Bukan hanya bakatnya bernyanyi yang tersalurkan, Kachell juga berkesempatan memperoleh uang dari bernyanyi. Sebagian dia pakai untuk keperluan sekolah dan sisanya dia berikan ke neneknya. Tetapi hanya sesekali saja neneknya mau menerima, sekedar bentuk rasa hormat pada niat baik cucunya.
Kachell tetap sekolah dan tidak pernah lupa nasehat neneknya, “Kachell, sekolahmu jangan sampai putus. Sekolahlah setinggi-tingginya, hanya itu yang akan menolong masa depanmu.”
Cucu kesayangan nenek ini akhirnya memilih karir sebagai guru meski sebenarnya ingin menjadi tentara atau polisi yang tampak gagah. Sayangnya neneknya tidak memberinya ijin. Nenek khawatir akan terjadi hal-hal buruk padanya.
Sangat senang dia menggelutipekerjaan guru yang juga penyanyi atau penyanyi yang juga guru, apalagi bisa tetap tinggal dengan neneknyayang semakin tua. Dia ingin membahagiakan nenek. Dari penghasilannya dia bisa beli baju untuk nenek. Sesekali dibawakannya oleh-oleh atau pergi rekreasi yang dekat dan murah untuk sekedar berganti suasana.
Nenek Kachell adalah wanita yang dia cintai dan kagumi yang telah merawatnya sejak kecil. Dari wanita yang semakin menua inilah dia mendapatkan siraman kasih sayang seorang ibu dan ayah sekaligus.
Kachell pernah bertanya tentang Ibu dan Bapaknya, tetapi Nenek tidak pernah selesai berkisah. Dia selalu berhenti ketika cerita baru dimulai. Nenek tidak kuasa menahan sedih.
“Maaf Kachell, nenek tak bisa meneruskan,” kata Nenek.
“Iya Nek, maaf, aku bikin nenek sedih,” kata Kachell yang sebenarnya sudah tahu ceritanya dari orang-orang di sekelilingnya.
Kachell tidak mau larut dan tidak mau orang menaruh kasihan pada dirinya. Dia jalani hidup dengan menatap ke depan, move on.
Kachell sering bergumam dalam hati, Aku harus bisa, aku harus kuat, tak ada kata-kata dan tak perlu air mata.
Bercermin dari hidupnya sendiri, Kachell sebagai guru sambil mengajar dia sisipkan pesan-pesan moral tentang keteguhan dan kegigihan mengejar cita-cita. Juga tentang kemandirian dan kekuatan menjalani hidup. Lebih sering lagi menasehati agar murid-muridnya menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.
Kachell suka mencontohkan, “Tahukah kamu nak, sebagus apapun sebuah bus, semerdu apapun klakson teloletnya, semewah apapun interiornya, tidak ada gunanya jika bus tidak mampu membawa penumpangnya selamat sampai tujuan.”
Sebenarnya apapun yang dilakukannya, di bawah alam sadar, Kachell sedang menyemangati dirinya sendiri. Dia merasa, dirinya bukan siapa-siapa, hanya anak manusia yang ingin hidup kuat dan tegar mengarungi gelombang kehidupan.
Kachell ingin tetap tegar sebesar dan seberat apapun tempaannya. Salah satunya terjadi ketika dia ditolak seorang Bapak saat dia minta ijin untuk menjalin hubungan serius dengan anak perempuannya.
Penolakan yang cukup menohok, “Emang kamu siapa?” Kata-kata pedas itu susah dia lupakan dan sering terngiang-ngiang ketika sedang mengajar maupun ketika sedang berolahraga, termasuk saat sedang bernyanyi di panggung pesta pernikahan kerabatnya ini. Dikuatkan tekadnya untuk menyelesaikan bait terakhir lagi Maher Zain.
Barakallahu lakuma wabaraka ‘alay kuma
Wajama’abaynakuma fii khayr….
Purwokerto, 19 Juni 2024.
***
Judul: Kachell, Emang Kamu Siapa?
Penulis: Sarkoro Doso Budiatmoko
Editor: JHK
Tentang Pengarang:
Sarkoro Doso Budiatmoko lahir di Purbalingga, Jawa Tengah dari pasangan almarhum Bapak dan Ibu Pranoto. Pendidikan formal hingga tingkat SLTA dijalaninya di kota kelahirannya ini, sedangkan pendidikan tinggi ditempuhnya di IPB, Bogor dan Iowa State University, Ames, Iowa, Amerika Serikat.
Pengalamannya menjalani berbagai penugasan selama bekerja di Perum Perhutani memperkaya wawasan dan pemikirannya yang sering dituangkan dalam tulisan. Topik tulisannya tidak terbatas pada latar belakang pendidikan dan pekerjaannya saja, tetapi juga menyangkut bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan humaniora.
Atas dorongan Jumari Haryadi, Pemimpin Redaksi Pratama Media News, penulis pada 2023 mulai menulis cerita pendek (cerpen). Belasan cerpen sudah ditulis, antara lain berjudul: “Samsuri, Muazin yang Menghilang” lalu “Fadhil, Dunia ini Tak Seindah Rembulan” dan “Bram Terbelenggu Rasa”.
Sebagian dari tulisan-tulisannya telah dibukukan dengan judul: “NAH…mengambil makna dari hal-hal kecil”, diterbitkan oleh SIP Publishing, Purwokerto, 2021. Tulisan-tulisan lainnya juga sedang disiapkan untuk dibukukan, termasuk kumpulan cerita pendeknya.
Pengalaman, pergaulan, dan wawasannya bertambah luas semenjak menjalani profesi sebagai staf pengajar dari 2016 di Language Development Center (LDC), Universitas Muhammadiyah Purwokerto, UMP.
Penulis dikaruniai tiga orang anak dan beberapa cucu saat ini menetap di Purwokerto. Aktivitasnya, selain menulis dan mengajar, juga mengikuti berbagai seminar dan webinar, serta memenuhi undangan sebagai narasumber di beberapa event, termasuk dari RRI Pro-satu Purwokerto 14 Juli 2023 lalu.
***