Bandung Juara Satu Kota Termacet di Indonesia
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Sabtu (08/02/2025) ─ Artikel berjudul “Bandung Juara Satu Kota Termacet di Indonesia” ini ditulis oleh Ina Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.
Memiliki transportasi yang layak dan murah adalah impian semua rakyat, disertai dengan teknologi dan tata kota yang baik adalah cara mempermudah terhindar dari keruwetan jalanan. Eropa kini telah menjadi rujukan sebagai pusat impian transportasi untuk masyarakat dunia ketiga, padahal dulu Islam sudah lebih dulu menciptakannya.
***
Status Kota Bandung sebagai kota termacet nomor satu di Indonesia rupanya disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Bandung, Asep Mulyadi. Selain itu julukan itu pun diberikan oleh lembaga TomTom Trafic sebagai kota termacet di Indonesia dan 12 kota termacet di dunia.

Menurut Asep, kondisi ini disebabkan karena jumlah kendaraan yang sangat besar. Ia mengatakan bahwa masalah macet memang jadi masalah hampir di semua kota besar, termasuk Kota Bandung karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dengan perkembangan jalan.
Selain itu, menurut pengamat Ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, kemacetan terjadi terutama pada jam kerja (office hour). Hal tersebut menandakan bahwa terlah terjadi aktivitas ekonomi tinggi di suatu kota.
Kemacetan yang parah dapat menimbulkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan mempengaruhi waktu tempuh. Hal ini sudah berlangsung selama 20 tahun dan belum ada solusi signifikan yang mendasar.
Faktor lainnya karena Bandung menjadi kota pariwisata sehingga banyak wisatawan yang datang. Hal ini membuat macet dimana-mana, terutama saat week end. Tentu perlu penanganan serius dari petugas kepolisian maupun dinas perhubungan untuk mengatasinya, terutama di titik rawan macet, misalnya dengan menertibkan keberadaan parkir liar yang sering menimbulkan kemacetan.
Perlu upaya rekayasa arus lalu lintas di perlintasan kereta api dengan cara dibangun flyover dan ketersediaan angkutan umum yang aman dan nyaman sehingga mampu menarik warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Faktanya, keberadaan kendaraan umum saat ini belum memenuhi standar kenyamanan. Jika masalah kemacetan diselesaikan serius, ekonomi Kota Bandung akan mengalami percepatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Daya Tarik Perkotaan
Masalah kemacetan memang tak serta merta hanya melibatkan satu aspek, tapi dari semua aspek. Masalah infrastruktur, belum meratanya kesuksesan yang tidak bisa didapat di kampung atau kota kecil. Jadi semua tumpah ke kota besar, ditambah tidak ada kebijakan atau penyesuaian kendaraan pribadi, yang seharusnya bisa ditangani kendaraan umum, itulah hasil akhirnya adalah kemacetan.
Nyatanya sejak Indonesia merdeka, negara ini sudah “take in contract” akan dikapitalisasi menjadi negara pengimpor kendaraan dari negara asal pembuatnya, yakni Eropa dan Jepang. Khususnya negara dunia ketiga harus menerima suplai terus menerus penambahan kendaraan.

Sementara itu di sisi lain, negara produsen kendaraan minim polusi, minim kendaraan pribadi, sesuai dengan standar estetika sebuah kota. Negara miskin dan berkembang semakin macet, polusi tinggi, kemacetan menjadi masalah utama negara yang tak akan pernah selesai. Jadi ini adalah permainan dari founding father yang tersistematis dalam level internasional.
Begitupun kehidupan metropolitan punya daya tarik untuk para pengejar mimpi berhasil di kota besar. Perspektif ini yang dibangun bahwa kesuksesan lebih cepat jika tinggal di ibu kota dan ini sudah pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Kota pun dinilai dapat memberikan kesempatan kerja yang luas dibanding desa.
Kota sejuta mimpi mendorong urbanisasi. Masyarakat berduyun-duyun datang ke kota karena mereka tidak mau terkungkung di desa. Adanya kawasan industri di kota dan infrastruktur yang baik sangat menunjang mobilitas masyarakat desa untuk bekerja di kota.
Solusi yang ada pun hanya parsial, penambahan flyover, sistem ganjil genap dan lainnya tidak akan menyentuh akar dari permasalahan kemacetan. Itulah skema dari sistem kapitalis aturan dibuat tetapi tidak menimbulkan efek jera dan hanya menyelesaikan sebagian lain muncul masalah satunya.
Pengaturan Sistem Transportasi dalam Islam
Ruwetnya transportasi saat ini karena paradigma yang diciptakan sistem kapitalis yang orientasinya adalah materi segelintir pihak alias bisnis. Beda dengan Islam, karena berdiri di atas asas keimanan dan ketakwaan pada Allah dalam rangka pelayanan kepada rakyat, dorongan semacam ini yang menjadi dasar tanggung jawab penguasa pada rakyatnya. Hadirlah fasilitas publik murni untuk rakyat bukan bisnis.
Begitupun dengan transportasi, sampai dalam sebuah kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. Berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’,” Itulah jika keimanan dijadikan dasar yang dipakai kepala negara.
Dalam alat transportasi ada kisah Khalifah Sultan Abdul Hamid II membangun kereta perjalanan Istanbul-Madinah dengan nama “Hijaz” gunanya khusus para peziarah ke Mekah supaya lebih cepat, efisiensi waktu dan murah, sayangnya kini jalurnya Hijaz ditutup dengan alasan diplomasi negara.
Pengelolaan transportasi ini harus berkualitas, aman, dan murah bagi rakyatnya butuh biaya besar dan Islam punya mekanismenya, yakni baitulmal. Di sana ada kas negara yang diperoleh dari pos pemasukan seperti penerima zakat, fa’I, kharaj, jizyah dan pengelolaan harta kepemilikan umum dan negara.
Dengan pos tersebut lebih dari cukup untuk menghadirkan layanan transportasi yang layak, jauh dari kata mahal karena dibisniskan oleh pengusaha dan penguasa. Disertai individu yang taat pada Allah sehingga semua kebijakan orientasinya adalah akhirat. Wallahu A’lam. (Ina Agustiani).
***
Judul: Bandung Juara Satu Kota Termacet di Indonesia
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: JHK
Sekilas Penulis
Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul “Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.
Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi” terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabar.co pada 2 Agustus 2023.
