ArtikelBerita Jabar NewsBJNEdukasiOpini

Pendidikan Sempit dan Rumit, Islam Memberi Jalan Keluar yang Solutif

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Sabtu (15/02/2025) – Artikel berjudul “Pendidikan Sempit dan Rumit, Islam Memberi Jalan Keluar yang Solutifmerupakan karya tulis Ummu Fahhala, S. Pd., seorang Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Serang pendidik (guru atau dosen) akan merasa tenang dan fokus dalam mendedikasikan ilmu dan upayanya dalam mendidik generasi penerus bangsa secara maksimal jika kesejahteraannya sudah dirasakan. Jika belum maka yang terjadi justru sebaliknya.

Seperti yang dilakukan oleh Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) Seluruh Indonesia (ADAKSI) melakukan aksi protes terhadap ketidakadilan yang dialami para dosen ASN Kemendikti Saintek yang belum mendapatkan pembayaran tunjangan kinerja (Tukin), dilansir kompas.com, 07/01/2025.

Foto Ummu Fahhala
Ummu Fahhala – (Sumber: Koleksi pribadi)

Kementerian pendidikan tinggi menghapus tunjangan kinerja dan profesi dosen, alasannya karena ada perubahan nomenklatur kementerian dan ketiadaan anggaran. Perubahan nomenklatur yang dimaksud adalah adanya pemisahan kementerian pendidikan dasar dan menengah serta kementerian pendidikan tinggi yang sebelumnya menyatu di bawah kepemimpinan rezim sebelumnya.

Pemisahan ini membuat kementerian keuangan tidak mengabulkan pengajuan alokasi anggaran tunjangan kinerja karena kekurangan anggaran, padahal dosen telah berkontribusi secara signifikan membangun pendidikan tinggi di Indonesia, pemerintah justru mengabaikannya. Dosen tentu butuh gaji yang sesuai dengan manfaat yang diberikan bagi anak bangsa apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, beban kehidupan sangat berat.

Tidak hanya dosen yang mengalami kesulitan karena kebijakan yang tidak tepat. Mahasiswa pun mengalami hal yang sama. Mahasiswa tidak mampu, yang kesulitan mengakses beasiswa karena ketatnya syarat yang ditetapkan penerima KIP kuliah di tahun 2025, padahal ada banyak mahasiswa yang sebenarnya membutuhkan beasiswa. Namun, mereka terkendala dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah.

Kesejahteraan dosen dan penghargaan besar yang seharusnya mereka dapatkan sebagai pendidik generasi, sungguh tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme. Ekonomi kapitalisme meletakkan kepentingan materi di atas segalanya, sehingga pendidikan dipandang sebagai objek komersial.

Dengan konsep good governance dalam mengelola pendidikan, negara berlepas tangan dari kewajiban utamanya sebab pelayan rakyat termasuk dalam menjamin pendidikan setiap individu rakyatnya dan pemberian upah yang layak bagi tenaga pengajarnya seperti dosen.

Solusi Islam

Berbeda halnya dengan pendidikan dalam sistem Islam. Islam sangat menghargai ilmu dan menjunjung tinggi pendidik sebagai orang yang mengajarkan ilmu, termasuk dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan yang mulia. Dosen dalam Islam juga bertanggung jawab membentuk syakhsiyah (kepribadian) Islam generasi.

Negara adalah pihak yang diamanahi dalam menyelenggarakan pendidikan terbaik bagi seluruh rakyatnya, sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah Saw.

“Imam atau kepala negara adalah ra’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atasnya,” hadis riwayat Al-Bukhari.

Berdasarkan hadis tersebut, negara akan mencegah pendidikan sebagai ladang bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini.

Kebijakan negara secara secara sistemik akan mendesain sistem pendidikan dengan seluruh supporting sistemnya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai. Negara juga berkewajiban menyediakan tenaga pengajar yang ahli di bidangnya termasuk dosen di pendidikan tinggi, sekaligus memberikan gaji yang layak bagi mereka.

Jaminan taraf hidup yang layak bagi pendidik dianggarkan oleh Baitul Mal atau kas negara yang masuk dalam pembiayaan pendidikan. Islam memberikan gaji yang sangat besar sebagai bentuk penghargaan atas besarnya tanggung jawab mereka sebagaimana pada masa kejayaan Khilafah Abbasiyah.

Negara memberikan gaji yang fantastis bagi para pengajar dan ulama kala itu, yakni sebesar 1000 dinar per tahun, jika dikurskan dengan nilai rupiah saat ini, setara dengan Rp. 5,9 miliar per tahun atau Rp. 495,3 juta per bulannya.

Sistem ekonomi Islam yang tangguh dan kuat akan memampukan negara membiayai pendidikan seluruh rakyatnya, sehingga bisa diakses secara gratis, termasuk menggaji seluruh tenaga pengajar dengan gaji yang fantastis. Anggarannya dari pos pemasukan kepemilikan umum.

Negara akan memiliki anggaran pendidikan yang besar, apalagi warga negara yang berasal dari orang-orang kaya akan berlomba memberikan dana wakaf pendidikan untuk mendapatkan pahala jariyah melalui para penuntut ilmu. Hal ini akan makin memudahkan akses layanan pendidikan bagi generasi.

Jaminan kesejahteraan bagi para pendidik akan membuat mereka fokus berkarya mengembangkan keilmuannya yang bermanfaat untuk umat, tanpa perlu terbebani urusan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan, hingga mencari pekerjaan sampingan.

Demikian halnya generasi, tak akan kesulitan mengakses layanan pendidikan tingkat dasar hingga pendidikan tinggi, karena penguasanya sebagai pelayan rakyat, menyediakan sarana pendidikan berkualitas yang memadai.

Sungguh, hanya sistem Islam yang mampu menyediakan layanan pendidikan berkualitas dan gratis pada semua warga negaranya hingga pendidikan tinggi, termasuk menggaji para pengajarnya dengan gaji yang sangat layak. (Ummu Fahhala).

***

Sekilas tentang penulis:

Ummu Fahhala, seorang pegiat literasi, ibu dari lima anak (Fadilah, Arsyad, Hasna, Hisyam & Alfatih). Selain sebagai ummu warobbatil bait, juga sebagai praktisi pendidikan. Menulis untuk dakwah. Semoga menjadi wasilah datangnya hidayah dari Allah Swt. dan meraih pahala jariyah.

Judul: Pendidikan Sempit dan Rumit, Islam Memberi Jalan Keluar yang Solutif
Penulis: Ummu Fahhala, S. Pd., Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi
Editor: Jumari Haryadi

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *