Ulasan Puisi Karya CT NURZA: Kepada Sebuah Keberangkatan
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom ARTIKEL/OPINI/ESAI/FEATURE, Jumat (06/12/2024) – Artikel berjudul “Ulasan Puisi Karya CT NURZA: Kepada Sebuah Keberangkatan” ini adalah karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Kepada Sebuah Keberangkatan
Pada sebuah kesementaraan …
kita telah singgah seperti dagang …
Lalu sekadar bertamu …
Dalam perjalanan panjang …
Dari destinasi ke satu destinasi.
Tatkala langkah semakin pantas…
Kudrat kian berkurang …
Keinginan makin terhalang …
Dan kita berasa bimbang …
Untuk ditimbang amal …
Berat atau kurang …
Ketika detik itu datang.
Kun Faya Kun …
Itulah kalam paling benar…
Tatkala tiba saat dihitung …
Kembalilah kita atas iradat-Nya …
Mengakhiri nafas kehidupan mengadap diri kepada-Nya …
Dengan segala bekal …
Telah kita persiapkan …
Sebelum dunia kita tinggalkan.
Puisi berjudul “Kepada Sebuah Keberangkatan” karya CT Nurza adalah sebuah renungan mendalam tentang makna hidup, kematian, dan persiapan menuju kehidupan setelah kematian. Dalam puisi tersebut, CT Nurza berhasil menggabungkan unsur spiritual dan filosofis yang menggugah pembaca untuk memikirkan perihal kesementaraan hidup, perjalanan yang penuh tantangan, dan hakikat keberangkatan menuju sang Pencipta.
Puisi ini dibuka dengan gambaran tentang hidup sebagai “kesementaraan” di mana kita “telah singgah seperti dagang” dan “sekadar bertamu.” Metafora ini mencerminkan pandangan bahwa manusia adalah tamu di dunia yang hanya berada di sini untuk waktu yang singkat.
Pemilihan kata “dagang” dan “bertamu” mengisyaratkan hidup sebagai persinggahan sementara dalam perjalanan panjang menuju tujuan sejati. Di sini, CT Nurza seolah mengingatkan bahwa hidup bukanlah sesuatu yang abadi; kita hanyalah pengembara yang kelak akan dipanggil pulang.
Bagian kedua dari puisi ini menyentuh perubahan yang tak terhindarkan dalam kehidupan kita. Seiring dengan berjalannya waktu, “langkah semakin pantas” tetapi “kudrat kian berkurang”. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun hidup terasa semakin cepat berlalu, kekuatan fisik dan kemampuan kita perlahan memudar.
Frasa “keinginan makin terhalang” mencerminkan keterbatasan manusia, terutama ketika usia mulai senja, di mana keinginan atau impian sering kali tak mampu diwujudkan sepenuhnya. CT Nurza dengan halus menyentuh rasa bimbang yang menyertai setiap manusia tentang amal dan perbuatan yang mereka lakukan sepanjang hidupnya—apakah amal itu cukup “berat atau kurang” ketika saat penghakiman tiba.
Selain menyoroti rasa bimbang manusia terhadap perbuatan yang dilakukannya, puisi ini juga menekankan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri. Pertanyaan retoris dalam bait “berat atau kurang/ketika detik itu datang” seolah menjadi ajakan bagi pembaca untuk terus mengevaluasi amal dan perbuatan agar saat “detik itu datang,” kita telah siap menghadapi perhitungan yang akan menentukan perjalanan selanjutnya.
Selanjutnya, puisi ini membawa pembaca kepada suatu kenyataan spiritual yang tak terelakkan. Frasa “Kun Faya Kun” mengingatkan kita akan kekuasaan Allah yang absolut; ini adalah kalimat dari bahasa Arab yang berarti “Jadilah maka jadilah ia,” yang sering dianggap sebagai simbol ketentuan Tuhan.
Kehadiran frasa ini memperkuat pesan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan manusia hanya dapat pasrah dan bersiap. Melalui pilihan kata yang sederhana, tetapi penuh makna, CT Nurza berhasil menghadirkan pesan spiritual yang kuat dalam puisinya, mengingatkan bahwa hidup dan mati adalah keputusan Tuhan yang mutlak.
Pada bagian akhir, CT Nurza menyiratkan nasihat kepada pembaca tentang pentingnya mempersiapkan “bekal” sebelum meninggalkan dunia ini. Bekal yang dimaksud bukanlah harta atau status, melainkan amal dan kebaikan yang kita lakukan selama hidup.
Penyair memberikan peringatan lembut. Namun mendalam tentang hakikat kehidupan ini sebagai kesempatan untuk mengumpulkan bekal agar ketika tiba saatnya kita menghadap sang Pencipta, kita sudah siap dengan bekal yang cukup.
Penutup puisi yang berbunyi “dengan segala bekal/telah kita persiapkan/sebelum dunia kita tinggalkan” menghadirkan kedalaman makna dan menjadi sebuah refleksi akan kehidupan sebagai persiapan menuju kehidupan setelah kematian.
Secara keseluruhan, puisi “Kepada Sebuah Keberangkatan” menyentuh perasaan religius dan eksistensial pembaca. Penyair berhasil menyampaikan pesan tentang kefanaan hidup dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kematian melalui bahasa yang sederhana namun simbolis.
Melalui metafora “dagang” dan “bertamu,” serta frasa-frasa reflektif seperti “Kun Faya Kun” dan “bekal”, CT Nurza membawa pembaca pada pemahaman akan hidup sebagai perjalanan spiritual yang penuh makna. Ia menyajikan kematian bukan sebagai sesuatu yang menakutkan, melainkan sebagai bagian alami dari siklus kehidupan yang harus dihadapi dengan ketenangan dan kesiapan.
Karya CT Nurza ini juga menunjukkan kedalaman wawasan spiritualnya dan bagaimana ia memandang kehidupan dari sudut pandang yang lebih luas. Melalui bait-bait yang penuh makna dan simbol, CT Nurza berhasil menyampaikan bahwa setiap orang perlu menjalani hidup dengan kesadaran bahwa ia akan berakhir suatu hari nanti.
Puisi ini bukan hanya refleksi pribadi penyair, tetapi juga undangan bagi pembaca untuk merenungkan hakikat kehidupan dan kematian. CT Nurza seakan mengajak kita untuk menjalani hidup dengan lebih bijaksana, penuh tanggung jawab, dan selalu mengingat bahwa setiap langkah kita adalah bekal menuju sebuah keberangkatan yang tak terelakkan. (Didin K.T.).
***
Judul: Ulasan Puisi Karya CT NURZA: Kepada Sebuah Keberangkatan
Penulis: Didin Kamayana Tulus, Penggiat Buku tinggal di Kota Cimahi.
Editor: JHK