ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpiniSosial

Sisifus dan Sampah: Sebuah Absurditas yang Dibayar Tunai

BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI, Kamis (11/09/2025) – Artikel berjudul Sisifus dan Sampah: Sebuah Absurditas yang Dibayar Tunaiini adalah karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis/pengarang, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Ada sebuah mitos Yunani kuno tentang Sisifus yang dihukum para dewa untuk menggulingkan batu besar ke puncak bukit, hanya untuk menyaksikannya menggelinding kembali ke bawah dan ia harus mengulanginya untuk selamanya. Tragedi absurd ini ternyata bukan hanya dongeng. Ia hidup, bernafas, dan—maaf—berbau, tepat di lingkungan tempat tinggal kita. Panggungnya adalah tempat pembuangan sampah (TPS) dan aktor-aktornya adalah kita semua dengan para pengelola yang seolah-olah lupa bahwa tugasnya adalah menghentikan guliran batu, bukan sekadar menontonnya jatuh.

Setiap hari, sampah ditumpuk hingga menggunung. Lalu, datanglah hujan atau sekadar ketidakstabilan tumpukan itu sendiri dan terjadilah longsor mini. Apa responsnya? Tumpuk lagi. Longsor lagi. Tumpuk lagi. Siklus ini bukan lagi sebuah solusi, melainkan sebuah parodi pengelolaan yang mandek. Kita tertawa getir karena jika tidak tertawa, kita mungkin akan menangis melihat absurditas ini terjadi berulang-ulang, didanai oleh uang kita sendiri.

Sampah
Ilustrasi: Tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir – (Sumber: Arie/BJN)

Ya, didanai. Inilah titik sarkasme terpedasnya. Setiap bulan dengan taat layaknya ritual, iuran sampah sebesar Rp 20.000 per keluarga disetor ke RT. Kalikan dengan seratus keluarga di satu RT, lalu dengan puluhan RT di satu kelurahan dan seterusnya. Angkanya bukan lagi sekadar uang receh. Ia berubah menjadi sebuah sungai dana yang seharusnya bisa membeli solusi, bukan sekadar memelihara masalah. Lalu, ke mana hilangnya arus sungai itu?

Alat pemusnah sampah yang sempat diimpikan? Konon katanya tidak terbeli. Bukan karena tidak ada uang, tetapi—begitu bisik-bisik di warung kopi—karena mafia sampah sedang bermain. Mereka adalah Sisifus yang senang hati melihat batu itu terus menggelinding.

Setiap kali batu jatuh, ada alasan untuk terus memungut biaya, ada proyek penanganan baru yang dananya bisa dialirkan. Ada status quo yang menguntungkan untuk dijaga. Sampah tidak pernah benar-benar musnah. Ia hanya berpindah tempat, dari depan rumah kita ke TPS, lalu mungkin longsor ke kali atau dikirim ke tempat yang tidak kita tahu. Masalahnya dipindah-tangankan, bukan diselesaikan.

Jadi, kita terjebak dalam lelucon kosmik. Kita membayar untuk sebuah siklus yang tidak ada ujungnya, menyaksikan para pengelola yang pura-pura bekerja dan oknum yang pura-pura tidak tahu. Kita adalah penonton yang dipaksa membeli tiket termahal untuk pertunjukan yang sama setiap harinya.

Mungkin sudah waktunya kita berhenti sekadar mentertawakan nasib Sisifus. Mungkin sudah saatnya kita menuntut agar batu itu tidak hanya digulingkan, tetapi dipecahkan, didaur ulang atau dijadikan sesuatu yang bermanfaat. Atau, setidaknya, kita berhak menanyakan dengan sangat santun, “Maaf, Bapak/Ibu pengelola, untuk apa sebenarnya uang iuran yang kita kumpulkan setiap bulan itu, jika yang kita dapat hanyalah cerita lama yang bau?”

Tanpa transparansi dan akuntabilitas, kita semua hanya akan terus menjadi pemeran pendukung dalam drama absurd Sisifus dan sampahnya. (Didin Tulus).

***

Judul: Sisifus dan Sampah: Sebuah Absurditas yang Dibayar Tunai
Penulis: Didin Tulus, sang Petualang Pameran Buku
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Didin Tulus lahir di Bandung pada 14 Maret 1977. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pangandaran, tempat ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA YAS Bandung.

Didin Tulus
Didin Tulus, Penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Setelah lulus SMA, Didin Tulus melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Fakultas Hukum. Selain itu, ia juga menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, jurusan Seni Rupa.

Aktifitas dan Karir

Didin Tulus memiliki pengalaman yang luas di bidang penerbitan dan kesenian. Ia pernah menjadi marketing pameran di berbagai penerbit dan mengikuti pameran dari kota ke kota selama berbulan-bulan. Saat ini, ia bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan independen.

Pengalaman Internasional

Didin Tulus beberapa kali diundang ke Kuala Lumpur untuk urusan penerbitan, pembacaan sastra, dan puisi. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membuka peluang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan komunitas sastra internasional.

Kegiatan Saat Ini

Saat ini, Didin Tulus tinggal di kota Cimahi dan aktif dalam membangun literasi di kotanya. Ia berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap kesenian dan sastra.

Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang luas, Didin Tulus telah membuktikan dirinya sebagai seorang yang berdedikasi dan berprestasi di bidang kesenian dan penerbitan.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *