ArtikelBerita Jabar NewsFeatureInspiratif

Memori 29 Januari 2018: Catatan Perjalanan ke Kuala Lumpur

BERITA JABAR NEWS (BJN)Kolom OPINI, Minggu (25/08/2024) – Artikel berjudul “Memori 29 Januari 2018: Catatan Perjalanan ke Kuala Lumpur” ini adalah karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Perjalanan ini dimulai ketika saya berangkat bersama Pak Widodo Abidarda ─ salah satu dosen di Fakultas Ushuluddin UIN Bandung. Bahkan, tiket pesawat telah dipesankan oleh beliau.

Terus terang, saya tidak terlalu mahir dalam memesan tiket secara online karena HP saya yang jadul tidak memiliki aplikasi. Oleh karena itu, saya hanya perlu menukarkan uang dengan tiket pesawat. Masalah selesai!

Saya diundang oleh Dato Kemala ─ Ahmad Kamal Abdullah (30 Januari 1941 – 27 Oktober 2021) adalah seorang penyair, novelis, dramawan, kritikus sastra Malaysia yang menulis dalam bahasa Melayu. Ia dikenal dengan nama samaran Kemala dan peraih Sastrawan Negara Malaysia ke-11 (2011) ─ dalam rangka acara Wacana Puncak ke-77 (ultah Dato Kemala). Tentu saja, undangan ini berbeda dengan undangan Pak Widodo yang dikhususkan untuk membacakan karya-karya puisinya.

Sastrawan Negara, Malaysia, Dato Kemala (Ahmad Kamal Abdullah )
Sastrawan Negara, Malaysia, Dato Kemala (Ahmad Kamal Abdullah) – (Sumber: bharian.com)

Saat itu saya membawa sekardus buku terbitan perusahaan penerbitan saya. Di dalamnya terdapat juga novel karya Pak Widodo dan karya saya sendiri untuk ditawarkan kepada teman-teman di Kuala Lumpur.

Pukul 06.00 WIB, saya sudah meluncur ke Bandar Udara (Bandara) Internasional Husein Sastranegara, Kota Bandung. Sesampainya di sana, saya mencari-cari Pak Widodo. Ternyata, beliau belum datang.

Saya dan Pak Widodo sudah saling mengenal beberapa tahun lalu ketika kami berjumpa di bandara Kuala Lumpur dalam acara Seminar Internasional Sastera Melayu Islam ke-17 yang diselenggarakan oleh NUMERA (Nusantara Melayu Raya) dengan penggagas Dato Kemala. Sebelumnya, saya sudah membaca pengumuman di halaman-halaman akun Facebook Pak Widodo bahwa beliau akan menjadi pembicara dalam acara tersebut.

Bandara Husein Sastranegara Bandung
Bandara Husein Sastranegara Bandung – (Sumber:

Saya pun menambahkan beliau sebagai teman di Facebook dan kami berbincang panjang lewat pesan pribadi mengenai acara tersebut. Saya tidak memberi tahu bahwa saya juga akan ikut ke Kuala Lumpur.

Obrolan kami sangat cepat akrab karena kami berdua orang Sunda. Ketika di bandara, beliau melihat saya dengan kaget.

“Wah, Kang Didin!,” ujar Pak Widodo, beliau terlihat terpeanjat dan mengira saya tidak ikut.

Saya sengaja membuat kejutan. Akhirnya, saya dan Pak Widodo bergabung. Bertambah lagi teman dari berbagai negara, juga dari tanah air. Ada Kang Putu dan Kang Akhmad dari Jember, mereka adalah sastrawan dan dosen. Kami dijemput oleh panitia NUMERA. Para delegasi cukup banyak, sehingga bus yang kami naiki pun penuh.

Menara kembar Petromas
Foto saya dengan latar belakang Menara Kembar Petronas, Malaysia – (Sumber: Koleksi pribadi)

Kembali ke acara Wacana Puncak ke-77. Kali ini, kami dijemput oleh Dato Kemala dan lainnya.  Sungguh luar biasa melihat pujangga SN Malaysia ─ Sastrawan Negara Malaysia merupakan anugerah yang diberikan kepada mereka yang menyumbang dalam bidang sastra Melayu di Malaysia. ─ ini menjemput kami dengan suasana yang sangat akrab.

Dalam perjalanan, kami bercakap-cakap tentang berbagai hal. Saya melihat Dato Kemala asyik membaca buku hasil suntingan saya. Saya sempat mendengar Dato berseloroh, “Didin, ide ini brilian sekali!” Saya yang duduk di bagian belakang hanya bisa tersenyum.

Saya samping kanan Dato Kemala yang pakai peci hitam. Foto: dok pribadi.
Saya (ketiga dari kanan) persis disamping kanan SN Dato Kemala (pakai peci hitam) saat di Bandara Kuala Lumpur – (Sumber: Koleksi pribadi)

Ada juga Pak Siamir dari Medan dan Pak Zulfaisal Putera dalam bus kecil milik Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) Malaysia. Kami menuju hotel yang lokasinya tidak jauh dari kantor DBP, tempat acara Wacana Puncak ke-77 diselenggarakan.

Esoknya, acara dimulai dengan peluncuran buku Sastrawan Negara (SN) Dato Kemala, dilanjutkan dengan pembacaan puisi dari para sastrawan berbagai negara. Pukul 07.00 malam waktu setempat, pembacaan puisi dilakukan di Perpustakaan Negara Malaysia karena acara ini dilaksanakan pada malam hari.

Perpustakaan Negara Malaysia, tempat berlangsungnya acara Wacana Puncak ke-77
Perpustakaan Negara Malaysia, tempat berlangsungnya acara Wacana Puncak ke-77 – (Sumber: gpsmycity.com)

Pukul empat sore, saya tidur di hotel. Ketika terbangun, saya kaget karena kamar gelap dan melihat waktu di handphone (HP) saya ─ sialnya, waktu di Indonesia berbeda. Dalam kegelapan kamar, saya meraba-raba untuk mencari saklar listrik untuk menyalakan lampu.

Setelah melaksanakan salat Magrib, saya mencari sepatu yang tidak saya temukan. Bingung juga mengapa sepatu saya hilang. Kebetulan ada sandal kulit, jadi saya memakainya dan keluar dari kamar hotel.

Saat itu situasi kamar hotel menjadi sepi karena teman-teman sudah pergi. Saya tidak tahu letak Perpustakaan Negara berada di sebelah mana. Saya duduk lama di lobi hotel dan bertanya-tanya kepada karyawan hotel, sayangnya tidak ada seorang pun yang tahu.

Didin Tulus
Didin Kamayana Tulus, Penggiat Buku tinggal di Kota Cimahi – (Sumber: Didin KT/BJN)

Tanpa sepengetahuan saya, ternyata teman-teman sudah dijemput sebelum Magrib. Saya merasa cemas harus menghubungi siapa.

 

Tiba-tiba, pintu lift terbuka dan keluarlah sekelompok ibu-ibu rombongan dari Indonesia. Saya bertanya apakah mereka menuju Perpustakaan Negara. Mereka menjawab iya. Lalu saya naik Grab dan meminta izin untuk ikut bersama mereka.

Ibu-ibu rombongan dari Indonesia tersebut mengizinkan saya berangkat bersama mereka. Sesampainya di gedung Perpustakaan Negara, acara sedang berlangsung dengan pertunjukan musik Melayu dan makan malam. Saya langsung disuruh untuk makan, kebetulan juga saya belum makan.

Akhirnya, tiba saatnya acara pertunjukan baca puisi. Di sini, suasana lebih hikmad karena banyak pejabat negara Malaysia yang hadir. Kemudian, giliran Pak Widodo dipanggil untuk membacakan esai. Waktunya lumayan lebih lama dari membaca puisi, sekitar seperempat jam.

Setelah turun dari panggung, Pak Widodo duduk di samping saya. Suasana sangat ramai. Saya sempat bertanya tentang waktu saat itu. Ternyata sudah pukul setengah 10 malam waktu Kuala Lumpur. (Didin K.T.).

***

Judul: Memori 29 Januari 2018: Catatan Perjalanan ke Kuala Lumpur
Penulis: Didin Kamayana Tulus, Penggiat Buku tinggal di Kota Cimahi.
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *