Membaca Pemikiran Ganjar Kurnia: Pentingnya Kebudayaan Daerah pada Era Modern
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Rabu (30/10/2024) – Artikel berjudul “Membaca Pemikiran Ganjar Kurnia: Pentingnya Kebudayaan Daerah pada Era Modern” ini adalah sebuah esai karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Ganjar Kurnia, seorang tokoh akademik dan budayawan, menawarkan perspektif menarik tentang kebudayaan daerah di tengah arus modernisasi. Menurutnya, kebudayaan lebih dari sekadar produk budaya atau hasil karya manusia. Kebudayaan adalah jaringan unsur yang saling terkait, mencerminkan identitas, dan nilai-nilai, serta panduan dalam menjalani kehidupan.
Ketika salah satu unsur dalam kebudayaan hilang, dampaknya akan menjalar, memengaruhi unsur-unsur lainnya. Konsep ini mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan kebudayaan daerah sebagai salah satu pilar dalam mempertahankan identitas bangsa.
Sebagai contoh, bahasa Sunda adalah salah satu unsur budaya yang sangat berharga dalam kebudayaan Sunda. Bahasa ini tidak hanya sekadar alat komunikasi, melainkan juga mengandung berbagai bentuk ilmu pengetahuan, idiom, dan kearifan lokal yang menjadi pedoman hidup masyarakat Sunda.
Jika bahasa ini hilang atau tidak lagi dipelajari maka bentuk-bentuk kebudayaan lain yang menggunakan bahasa Sunda, seperti majalah Mangle atau kesenian tradisional seperti wayang golek, perlahan-lahan akan turut menghilang. Dalam kondisi ini, hilangnya bahasa Sunda tidak hanya berarti hilangnya alat komunikasi, tetapi juga hilangnya nilai dan identitas masyarakat Sunda. Selain itu, bahasa daerah berperan sebagai alat sosialisasi dan enkulturasi, yaitu media untuk mewariskan pengetahuan, etika, dan norma kepada generasi muda.
Kehilangan bahasa Sunda, misalnya, bukan sekadar kehilangan kosakata, tetapi juga kehilangan jati diri dan karakter khas masyarakat Sunda. Generasi muda akan kehilangan akses pada nilai-nilai moral dan filosofi hidup yang terkandung dalam bahasa tersebut. Dengan demikian, hilangnya bahasa daerah dapat berdampak luas, termasuk pada pola pikir dan perilaku masyarakat yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan.
Di sisi lain, Ganjar menyoroti perspektif sosiologi fungsional yang menganggap bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki fungsi tertentu dalam kehidupan masyarakat. Jika salah satu unsur kebudayaan hilang maka unsur-unsur lain dalam jaringan kebudayaan itu akan ikut terganggu. Hal ini tercermin dalam idiom Jawa “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” yang merupakan filosofi kepemimpinan yang tidak hanya berlaku di Jawa tetapi juga di seluruh Indonesia.
Demikian pula, ungkapan Sunda “Gemah Ripah Ripeh Rapih, Tata Tengtrem Kerta Raharja” yang menggambarkan cita-cita masyarakat yang damai, makmur, dan sejahtera. Ungkapan-ungkapan ini mencerminkan nilai-nilai yang luhur dan ideal, yang seharusnya menjadi pedoman bagi masyarakat luas dalam menjalani kehidupan.
Namun, di tengah arus globalisasi, kita sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan kebudayaan daerah yang bersifat ekspresif dengan kebutuhan terhadap kebudayaan yang progresif dan modern. Ganjar menekankan bahwa ekspresi budaya tradisional dan kemajuan budaya modern bukanlah dua kutub yang saling bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi.
Pengalaman menunjukkan bahwa program pembangunan yang tidak mempertimbangkan budaya lokal seringkali gagal mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, kebudayaan daerah yang ekspresif dapat menjadi sumber daya yang mendukung pembangunan, sekaligus memperkuat identitas bangsa.
Kekhawatiran terhadap hilangnya kebudayaan daerah bukanlah kekhawatiran yang emosional, melainkan kekhawatiran yang rasional dan beralasan. Kebudayaan daerah bukan sekadar ornamen sejarah, tetapi bagian dari identitas bangsa yang kaya dan beragam.
Mengabaikan kebudayaan daerah dapat membawa kita pada “kekeringan” dalam membangun budaya nasional yang kokoh dan berkelanjutan. Kebudayaan daerah bukan hanya warisan leluhur, tetapi juga merupakan bentuk ibadah syukur bagi umat yang mempercayainya, mengingat Allah menciptakan keberagaman sebagai bentuk persahabatan dan persatuan.
Dalam pandangan Ganjar Kurnia, kebudayaan daerah harus dipertahankan dan dikembangkan agar tetap relevan dalam kehidupan modern. Ini bukan berarti menolak kemajuan, tetapi bagaimana menggabungkan nilai-nilai tradisional yang bermanfaat dengan dinamika zaman yang terus berubah.
Memahami dan merawat kebudayaan daerah, seperti yang disampaikan Ganjar, bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk membangun identitas bangsa yang kaya dan berkarakter. (Didin Tulus/BJN).
***
Judul: Membaca Pemikiran Ganjar Kurnia: Pentingnya Kebudayaan Daerah pada Era Modern
Penulis: Didin Kamayana Tulus
Editor: JHK
Baca juga: Pembangunan Nasional dan Kearifan Lokal: Perspektif Masyarakat Sunda