ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Kiprah Guru Ngaji di Kampung: Mereka Kerja Nyata Tanpa Mengharapkan Apa-apa

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kamis (17/10/2024) – Artikel berjudul “Kiprah Guru Ngaji di Kampung: Mereka Kerja Nyata Tanpa Mengharapkan Apa-apa” ini merupakan tulisan karya Neneng Salbiah yang merupakan seorang tenaga pendidik non formal, kreator digital, dan aktivis sosial di bidang sikotropika.

Keberadaan guru ngaji di kampung sering kali luput dari perhatian, padahal mereka rela menyita waktu guna memberikan pendidikan dasar kepada murid-muridnya. Dengan harapan kelas ilmu tersebut dapat menjadi pondasi kuat yang kelak dapat menuntun kebaikan untuk diri pribadi, keluarga, bangsa, dan agamanya.

Banyak guru ngaji di kampung yang bekerja sukarela tanpa pamrih, tanpa gaji maupun honor. Kebanyakan mereka hanya menerima infak dari peserta didik seikhlasnya. Itu pun biasanya hanya untuk memenuhi kebutuhan belajar mengajar.

Peran guru ngaji di era tekhnologi sangatlah penting, meskipun kadang dianggap remeh. Guru ngaji di plosok-plosok kampung kehadirannya di tengah masyarakat menjadi oase budi pekerti. Mereka mengisi kekurangan pendidik formal yang masih terbatas. Perannya masih tak tergantikan, meskipun kini menjamur sekolah-sekolah berbasis agama yang menyertakan pendidikan membaca Al-Quran dalam kurikulum belajarnya.

Mengaji di Musala
Ilustrasi: Seorang ustazah sedang mengajar ngaji murid-muridnya – (Sumber: Arie/BJN)

Dalam pengertian kehidupan masyarakat, guru ngaji adalah seseorang yang atas kesadaran diri dan panggilan suci besedia mewakafkan diri menjadi seorang pembimbing dalam pembelajaran membaca Al-Quran, aqidah, dan akhlak. Seorang guru ngaji akan ikhlas menerima murid (santri) di bawah usia sekolah yang notabene belum paham segala hal.

Melihat realitas kehidupan, pada akhirnya guru ngaji menjadi agen perubahan pada masyarakat. Setiap orang yang ingin dirinya maupun putra-putrinya lancar membaca Al-Quran dan berakhlak mulia maka guru ngajilah yang berperan dalam hal ini.

Tidak jarang orang tua murid yang datang mengatakan, “Ustaz/Ustazah, mohon bimbingannya agar anak saya ini menjadi anak yang soleh/solehah.  Jangan seperti saya tidak bisa membaca Al-Quran.” Jadi hampir dipastikan setiap orang tua yang menginginkan keturunannya menjadi anak yang baik, sudah dipastikan larinya kepada guru ngaji.

Diakui atau tidak, peran guru ngaji adalah sebagai ujung tombak atau garda terdepan dalam penyebaran misi Islam yang rahmatan lil alamin. Pengembangan kecerdasan spiritual dan moral, khususnya terhadap anak-anak dan remaja di kampung, tidak terlepas dari kerja nyata para guru ngaji.

Menjadi keprihatinan kita semua bahwa di tengah pusaran arus globalisasi dan liberalisasi telah terjadi penetrasi budaya yang mempengaruhi pemikiran para generasi muda melalui berbagai sumber, terutama media sosial. Dengan terus meningkatkan nilai luhur melalui ajaran Al-Quran dan sunah Rasullullah SAW yang disampaikan oleh guru ngaji akan menjadi penangkal masuknya beberapa pemahaman yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma agama mau pun sosial.

Melalui pendidikan keagamaan yang dipelopori oleh para guru ngaji di kampung, justru pendidikan karakter generasi bangsa menemukan relevansinya dengan esensi pembangunan nasional, yaitu pada dimensi pembangunan moril dan spirituil yang sesungguhnya.

Seorang guru ngaji dengan dedikasi yang tinggi tetap mengabdikan diri mengajar anak-anak di tengah kesibukannya mencari nafkah untuk keluarga. Tanpa kenal lelah, mereka tetap istikamah menjaga tradisi mengajar ngaji anak-anak di kampung-kampung, meskipun minim apresiasi dari pemerintah.

Sungguh mulia dan terhormat tindakan yang di lakukan para guru ngaji yang melakukan bimbingan spiritual dan mengajarkan moralitas keislaman karena dengan jalan tarbiyah semacam itu generasi bangsa dapat diselamatkan dari ancaman degradasi moral. Rusaknya moralitas generasi muda berarti ancaman nyata bagi masa depan sebuah bangsa. (Neneng Salbiah).

***

Judul: “Kiprah Guru Ngaji di Kampung: Mereka Kerja Nyata Tanpa Mengharapkan Apa-apa”
Pengarang: Neneng Salbiah
Editor: JHK

Sekilas tentang penulis

Wanita kelahiran Bogor, 02 Juni 1978 bernama lengkap Neneng Salbiah ini aktif menulis artikel dan novel di berbagai platfoam. Ia biasa menggunakan nama “Violet Senja” sebagai nama pena dalam setiap karya fiksinya.

Ibu dari satu orang putri dan satu orang putra ini juga merupakan seorang tenaga pendidik non formal, kreator digital, dan aktivis sosial di bidang sikotropika. Ia berkeinginan untuk terus menulis sampai usia senja, seperti motto hidupnya “Hidup hanya sekali dan jangan biarkan menua tanpa arti”.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *