Berita Jabar NewsCerpenSastra

Kemenangan Pak Darmo

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom Sastra – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Kemenangan Pak Darmo ini merupakan karya original dari Devita Andriyani, seorang wanita kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kemenangan itu tidak bisa dilewati dengan mudah. Harus ada realita hidup yang tidak menyenangkan harus dihadapi, tetapi hadapi itu semua. Tetap bertahan. Tetap berharap pada Tuhan.

Siang itu matahari sangat terik. Udara saat itu terasa begitu panas. Seorang pria paruh baya duduk di depan Toko Mas Doro sambil menyeka keringat di dahinya. Pria paruh baya itu adalah Pak Darmo, satu-satunya penjual kaus kaki dari anak-anak hingga dewasa yang berasal dari Tengaran.

Menikmati udara di siang hari sudah menjadi kebiasaan Pak Darmo. Panas siang hari itu tak pernah dihiraukannya, demi anak-anak dan istrinya, meski kadang banyak asap-asap berterbangan yang berasal dari kendaraan bermotor lewat di depan Toko Mas Doro.

Hampir satu jam Pak Darmo duduk terdiam di depan Toko Mas Doro. Wajahnya pucat pasi. Keragu-raguan menyelimuti perasaaan dan hatinya. Pikirannya mulai kacau.

Sejak dua jam berada di Toko Mas Doro belum ada satu pun pembeli yang membeli barang dagangannya. Pak Darmo termenung memikirkan kondisinya siang hari itu.

Ilustrasi: Pak Darmo duduk termenung dan tetap teguh dengan pendiriannya tak ingin pulang sebelum dagangannya laku terjual - (Sumber: Arie/BJN)
Ilustrasi: Pak Darmo duduk termenung dan tetap teguh dengan pendiriannya tak ingin pulang sebelum dagangannya laku terjual – (Sumber: Arie/BJN)

Saat termenung melihat dirinya sendiri, Pak Darmo melihat rekan-rekan kerjanya yang berjualan kue pukis dan kue leker di dekat Toko Mas Doro itu sangat ramai.  Perasaan sedih dan mulai membandingkan diri dengan orang lain tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia merasa belum ada rezeki yang Tuhan kirim sejak dua jam di tempat itu. Namun, ia tetap sabar menunggu pembeli di siang itu.

Sambil menunggu pembeli, Pak Darmo melihat aktivitas di dalam ruangan Toko Mas Doro sangat ramai. Pak Darmo melihat banyak orang membeli perhiasan di Toko Mas Itu. Tak seperti biasanya, toko itu ramai pengunjung.

Pak Darmo heran melihat keramaian yang terjadi di toko itu. Angan-angannya mulai jauh di luar realita kehidupannya. Ia mulai memandang dirinya seperti pemilik Toko Mas Doro itu. Ia mulai memimpikan dirinya  seperti pemilik Toko Mas Doro Itu. Hampir dua menit ia tenggelam dalam angan-angan itu.

Kesadaran Pak Darmo dari angan-angan itu mulai terbangun kembali saat ia melihat seorang anak kecil yang hanya memiliki satu tangan kira-kira berusia delapan tahun membawa buah pisang hanya tiga sisir untuk dijual. Ia mulai memandang lama anak kecil itu.

Pak Darmo merasa iba dengan kondisi anak kecil itu. Ia  ingin membeli dagangan anak itu, tapi anak itu sudah berjalan begitu cepat melewatinya. Melihat anak itu, Pak Darmo tersadar bahwa masih ada orang yang hidupnya lebih di bawahnya.

Waktu terus berjalan. Pak Darmo mulai melihat ke atas langit. Dari dalam lubuk hati Pak Darmo berharap kepada Tuhan agar dilancarkan rezekinya.  Ia mulai bersyukur atas kebaikan-kebaikan Tuhan. Ia bersyukur masih diberi kesehatan  hingga usianya menginjak 60 tahun. Tak hanya itu, ia juga bersyukur atas segala nikmat untuk hari-hari yang sudah dilewatinya.

Dua jam lewat lima belas menit  sudah Pak Darmo menunggu datangnya pembeli. Baginya waktu itu adalah waktu paling lama dirasakannya sebagai penjual kaus kaki. Waktu yang lama untuk menunggu itu dicobanya untuk tetap sabar. Ia percaya bahwa Tuhan akan kirim pembeli pada hari itu, meski sebagai seorang laki-laki  sekaligus kepala keluarga, dua orang putri Pak Darmo masih menyimpan gelisah dalam dirinya.

Menit demi menit mulai berlalu, ketenangan Pak Darmo mulai terganggu dengan pikirannya. Pikiran negatif tanpa disadari mulai muncul lagi, meski ia mulai mencoba untuk sabar.

Pak Darmo berpikir apa yang salah dengan dirinya, padahal ia sudah banyak menabur kebaikan selama hidupnya. Ia merasa jarang berbuat dosa dihadapan Tuhan.Terkadang ia tak mengerti apa yang terjadi dalam kehidupannya. Namun, apa boleh boleh buat, ia tidak bisa protes dengan Tuhan. Ia memang harus belajar untuk selalu bersyukur dan terus berpasrah pada Tuhan yang memberi hidup.

“Aku harus sabar. Aku pasti dapat pembeli. Semua ini demi anak-anak. Semua ini demi istriku juga. Aku harus belajar tenang kembali. Tuhan pasti buka jalan untuk usahaku. Tuhan pasti tidak tinggal diam,” ucap Pak Darmo mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

Perputaran waktu terus berlalu. Pak Darmo mencoba untuk terus menunggu. Menunggu yang baginya tak mudah. Perlu kesabaran. Namun, ia masih menyimpan rasa percaya masih ada pembeli pada siang itu. Di dalam dirinya masih tersimpan rasa percaya pada Tuhan yang tidak penuh, meski terkadang ada sedikit keraguan. Ia menaruh harap pada Tuhan bahwa selalu ada jalan baginya. Dirinya terus membuang pikiran-pikiran negatif yang kadang muncul. Mencoba melepaskan berbagai beban pikiran yang mengganggunya siang itu.

Selain itu Pak Darmo juga terus berusaha untuk menang atas ujian. Ujian bagi dirinya yang datang dari rekan-rekan kerjanya. Rekan-rekan kerjanya yang  berjualan di dekat Toko Mas Doro terkadang menggoyahkan keyakinan dirinya. Ya itulah memang ujian dirinya. Ia dikelilingi oleh rekan-rekan kerjanya yang tidak percaya pada Tuhan. Perkataan yang dilontarkan oleh rekan-rekan kerjanya itu terkadang membuat  iman percayanya pada Tuhan mulai runtuh.

“Darmo sudah lama kau berjualan di depan Toko Mas Doro ini. Tapi tak satupun pembeli datang. Pulang saja kau Darmo. Percuma kau menunggu. Tapi rejeki juga belum datang. Kau itu mungkin belum beruntung hari ini. Sudahlah tak usah berharap banyak. Doa – doa mu itu paling tak dijawab Tuhan,” ucap salah satu rekan kerjanya yang berjualan leker melemahkan semangatnya.

“Tidak Atmo, aku tak mau pulang dulu dari tempat ini. Sebelum ada pembeli datang untuk membeli aku masih tetap bertahan,” jawab Pak Darmo dengan tegar.

“Ya Darmo, sudahlah kau pulang saja kenapa. Kau mengharap sesuatu yang tak pasti di sini. Anak dan istrimu pasti menunggumu di rumah,” balas Atmo kembali.

Ucapan Atmo rekan kerjanya tak disimpan dalam pikiran Pak Darmo. Ia tetap menunggu pembeli yang datang dan tetap menunggu dengan sabar. Ia punya prinsip bahwa hidup itu tak boleh menyerah dengan keadaan. Apabila seseorang menyerah dengan keadaan itu artinya ia sudah kalah sebelum melangkah. Hidup baginya harus diperjuangkan. Hidup baginya harus dimenangkan.

Kemenangan Pak Darmo memang belum terbukti sebelum ada pembeli yang membeli jualannya. Siang itu memang adalah ujian terberat bagi dirinya. Ujian kesabaran kali ini memang baru dilewatinya, padahal pada hari yang lalu sering pembeli datang untuk membeli kaus kakinya  tiap jam yang dilaluinya.

Saat Pak Darmo masih menunggu pembeli datang. Ia selalu teringat akan istri dan anaknya bahwa mereka harus diberi makan. Istrinya hanya seorang ibu rumah tangga. Sementara anak pertama sedang sakit stroke tak bisa jalan. Dan anak kedua sedang sakit maag. Ia merasa bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Empat  jam sudah Pak Darmo menunggu pembeli. Namun belum ada satupun pembeli yang membeli kaus kakinya. Ia mulai merasa berkecil hati. Kenapa saat sore hari mulai tiba tak ada pembeli yang datang. Semangatnya mulai turun sore itu. Harapannya mulai surut. Ia hanya berpasrah pada Tuhan.

Namun tiba-tiba setelah empat jam lebih lima menit, ia bertemu seorang pembeli yang membeli kaus kakinya. Pembeli itu adalah seorang wanita muda dengan tampilan seperti orang kaya. Wanita muda itu membeli kaus kaki Pak Darmo sebanyak 40 potong kaus kaki. Sore itu Pak Darmo benar-benar kaget dengan kedatangan wanita muda itu.

“Sore Pak , saya mau beli kaos kakinya 40 potong,” ucap wanita muda itu.

“Ya mbak, ini kaus kakinya 40 potong.” Pak Darmo memberikan kaus kaki sebanyak 40 potong.

“Trima kasih ya mbak, sudah membeli kaus kaki saya. Baru kali ini saya dapat pembeli seperti mbak.”

“Ya Pak, saya butuh kaus kaki banyak. Kaus kaki ini mau saya bagikan ke anak panti asuhan.”

“Wah …baik sekali mbak. Mbak bagikan kaus kaki sebanyak ini.”

Sore itu perasaan Pak Darmo diliputi bahagia. Ia telah menang atas ujian. Meski waktu yang cukup panjang harus dilewati. Ia mendapat rezeki yang terbaik hari itu. Ia bersyukur bisa menang atas ujian hari itu. (Devita Andriyani).

***

Judul: “Kemenangan Pak Darmo
Pengarang: Devita Andriyani
Editor: JHK

Sekilas tentang pengarang

Devita Andriyaniadalah seorang wanita yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMA.Pengarang kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 ini sehari-harinya rajin membaca cerita-cerita fiksi di berbagai media, baik media online maupun media offline.

Minat Devita pada dunia kepenulisan membuahkan beberapa karya berupa cerpen yang pernah diterbitkan di berbagai media online, di antaranya modernis.co, pratamamedia.com, penfighters.com, inspirasipagi.id, dan dimensipers.com.

Untuk mengasah kemampuan menulisnya, saat ini Devita tergabung dalam Komunitas Penulis Ambarawa (Penarawa). Penulis bisa dihubungi melalui email: eunikedevita@gmail.com.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *