ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpiniSosial

Fatherless: Bukan Sekedar Luka Sunyi Keluarga Muslim

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Rabu (24/12/2025) – Artikel berjudul Fatherless: Bukan Sekedar Luka Sunyi Keluarga Muslim ini ditulis oleh Lilis Suryani yang berprofesi sebagai seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Bak sirene yang baru meraung setelah terlalu lama ditahan, isu ketidakhadiran ayah kembali mencuat melalui pernyataan Perwakilan Kemendukbangga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Indonesia (BKKBN) Jawa Barat. Jauh sebelum itu, keresahan tentang ayah yang ada, tetapi tidak hadir telah merayap di banyak rumah: ia pulang, tetapi jiwanya tertinggal entah di kantor, jalanan, atau rutinitas yang menggerus ruang pengasuhan.

Fenomena fatherless—baik ayah yang absen secara fisik maupun emosional—bukan sekadar kisah keluarga yang “kurang harmonis”. Ia adalah gejala sistemik, tanda bahwa masyarakat sedang bergerak ke arah yang salah. Yang paling berbahaya: fenomena ini kini dianggap normal.

bengkel
Ilustrasi: Seorang ayah yang sedang bekerja sebagai seorang teknisi di sebuah bengkel – (Sumber: Arie/BJN)

Ayah yang Hilang di Tengah Rumah

Sistem kapitalisme bekerja bak mesin raksasa yang menggilas peran keluarga. Ayah dipaksa bekerja lebih panjang, lebih keras, dan lebih jauh demi memenuhi kebutuhan hidup yang terus meroket. Negara berdiri jauh, menyerahkan urusan keluarga kepada pasar. Akibatnya, ayah kehilangan waktu, kehangatan, dan kapasitas untuk menjadi qawwam, pemimpin keluarga yang seharusnya membimbing, mendidik, dan menanamkan akhlak.

Kapitalisme menjadikan ayah hanya “dompet berjalan”. Kehadirannya diukur dari nilai materi, bukan dari sentuhan jiwa, pembinaan iman, atau kedekatan emosional dengan anak. Inilah pangkal masalah fatherless. Parahnya, masyarakat justru diminta menyesuaikan diri, bukan mempertanyakan sistem yang melahirkannya.

Dalam Islam, Ayah adalah Pilar Peradaban

Islam tidak pernah memandang ayah sebagai sekadar pencari nafkah. Allah memberikan kedudukan qawwam bukan untuk bekerja tanpa henti, tetapi untuk memimpin, mendidik, dan membentuk akhlak generasi.

Lihat bagaimana Al-Qur’an menggambarkan ayah: Nabi Ibrahim berdialog lembut dengan Ismail dalam perkara ketaatan; Nabi Ya’qub mendidik anak-anaknya dengan komunikasi penuh hikmah, dan; Rasulullah saw. Bermain dan bercanda. Bahkan, ia menggendong anak-anak dan cucunya.

Ini adalah ayah yang hadir baik secara fisik, emosional, dan spiritual. Sistem Islam diciptakan untuk memungkinkan ayah menjalankan fungsi itu. Bukan menghalangi.

Masalah Sistemik Butuh Solusi Sistemik

Ironisnya, ketika isu fatherless muncul, yang ditawarkan adalah solusi parsial: pelatihan parenting, modul komunikasi keluarga, atau kampanye “luangkan waktu untuk anak”. Tentu ini baik, tetapi jelas tidak cukup. Bagaimana mungkin ayah bisa mendidik jika ia dipaksa memperjuangkan hidup dengan ritme kerja tak manusiawi? Bagaimana dialog bisa terjalin jika fisik dan mentalnya habis di jalan dan kantor?

Ini bukan sekadar krisis komunikasi. Ini krisis sistem. Oleh karena itu, Islam menawarkan solusi yang tidak berhenti pada individu.

  1. Mengembalikan Ayah pada Posisi Qawwam yang Hakiki

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menciptakan kondisi ekonomi yang stabil, adil, dan manusiawi. Terebih di dalam Islam, negaralah yang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan dasar semua rakyatnya. Negara pun akan meluaskan lapangan pekerjaan bagi para Ayah sehingga para Ayah bisa memenuhi nafkah keluarganya. Ayah juga diberi ruang untuk menjalankan amanah pengasuhan, bukan dijauhkan dari rumah demi mengejar kebutuhan hidup yang tak kunjung selesai.

  1. Ketahanan Keluarga Berbasis Wahyu

Pendidikan akidah dan akhlak menjadi fondasi utama, bukan tambahan. Negara memastikan kurikulum, lingkungan sosial, dan media tidak merusak, tetapi menopang keluarga. Ayah tidak dibiarkan berjuang sendiri dalam medan ideologi yang bercampur dengan pemikiran sekuler, liberal, dan moderat yang melemahkan akidah generasi.

Jika Ayah Hilang, Generasi Hilang

Fenomena fatherless adalah sinyal merah bahwa keluarga sedang digerogoti. Anak-anak tumbuh tanpa figur pemimpin, tanpa teladan iman, tanpa kehangatan yang membentuk karakter. Mereka rentan secara emosional, rapuh secara spiritual, dan mudah terseret arus ideologi asing.

Ketika ayah kehilangan perannya, generasi kehilangan masa depannya. Dan ketika generasi kehilangan pijakannya, peradaban pun runtuh.

Penutup: Kita Butuh Ayah yang Hadir dan Sistem yang Memungkinkan Kehadirannya

Islam tidak hanya menuntut ayah untuk memperbaiki diri. Islam menuntut negara memperbaiki sistem agar ayah bisa hadir sebagaimana mestinya: sebagai qawwam, pendidik, dan pembentuk generasi.

Fatherless bukan sekadar urusan keluarga. Ia adalah persoalan politik—persoalan sistem—yang hanya dapat diselesaikan melalui penerapan syariat Islam secara kaffah karena dari ayah yang hadir, lahirlah generasi yang kuat dan dari generasi yang kuat, bangkitlah peradaban. (Lilis Suryani).

***

Sekilas tentang Penulis

Lilis Suryani
Lilis Suryani, penulis -(Sumber: Arie/BJN)

Lilis Suryani adalah seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Disela-sela kesibukan mengajar, ia sering menulis artikel opini yang berkaitan dengan hal-hal yang tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Sebagai seorang pendidik, Lilis berpikir harus peka terhadap apa yang tengah terjadi di tengah masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepeduliannya terhadap masa depan generasi muda yang ada di daerahnya.

Beberapa karya tulis dalam bentuk artikel (opini) yang telah dibuat Lilis tertuang dalam naskah-naskah yang sudah tersebar diberbagai media online di Jawa Barat, di antaranya Walimedia.Id, Dobrak.co, Inijabar.com, Kabarfajar.com dan banyak lagi media lainnya. Ia berharap tulisannya bisa menjadi penerang bagi para pembaca media online di tanah air. (Lilis Suryani)

***

Judul: Fatherless: Bukan Sekedar Luka Sunyi Keluarga Muslim
Penulis: Lilis Suryani, Guru dan Pegiat Literasi
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *