Darurat Bunuh Diri
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Artikel “Darurat Bunuh Diri” ini meruakan buah karya Nurul Hikmah, seorang penulis asal Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sepanjang 2023, mulai dari Januari hingga Oktober, Pusat Informasi Kriminal Nasional Polisi Republik Indonesia (Pusiknas RI) mencatat setidaknya 971 kasus bunuh diri terjadi. Angka ini jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Banyak faktor yang mendorong orang untuk melakukan bunuh diri. Menurut dr. Tania Vitra, lebih dari 90 persen orang yang melakukan bunuh diri memiliki gangguan mental, seperti depresi, bipolar dan lainnya.
Gangguan kejiwaan bukan satu-satunya alasan utama seseorang melakukan bunuh diri. Faktor sosial ekonomi, trauma kekerasan, krisis emosional, perasaan impulsif, perundungan, penyalahgunaan zat beracun, dan penyakit kronis hingga kisah asmara pun bisa menjadi alasan mengapa orang melakukan bunuh diri.
Bunuh diri bisa terjadi pada siapapun, bukan hanya terjadi pada orang dewasa dengan berbagai tekanan hidup yang dialaminya. Beberapa kasus bunuh diri juga terjadi pada anak kecil.
Menurut pakar psikologi dari Universitas Indonesia, Bunda Rose Minnie, bunuh diri terjadi pada anak kecil dikarenakan mereka memiliki pengalaman hidup yang masih sangat pendek sehingga ketika mengalami tekanan dari lingkungan maka jalan yang cepat untuk menyelesaikannya adalah dengan mengakhiri hidupnya. Tujuannya hanya agar tidak merasakan hal yang tidak menyenangkan dalam hidupnya.
Secara alamiah, insting manusia di desain untuk berusaha menyelamatkan diri dari bahaya agar mendapat perasaan nyaman dan keselamatan pada diri sendiri. Namun, pada orang yang memiliki gangguan kesehatan mental justru berpikir sebaliknya. Mereka berpikir bahwa kesakitan dan penderitaan mereka akan hilang dengan bunuh diri.
Kesehatan mental menjadi isu yang sangat massif belakangan ini. Hal tersebut dipandang karena kesadaran generasi hari ini yang lebih melek terhadap mental healt. Meskipun kesadaran ini menimbulkan beberapa gelombang antara kelompok yang menyadari bahwa gangguan mental adalah hal yang nyata dan perlu langkah serius untuk pencegahan dan penanganannya.
Namun, di sisi lain masih ada kelompok yang memandang sebelah mata bahaya dari gangguan mental. Meskipun beberapa kondisi mental healt juga dipandang sebagai hal yang terkadang dilebih-lebihkan.
Lucia dari Kementerian Kesehatan RI dalam acara launching course bertajuk “Literasi Kesehatan Mental & Pertolongan Pertama Psikologis, dan Ketahanan Keluarga” menyatakan keberadaan Undang-Undang No. 17 tahun 2023 itu sudah dimaknai bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan. Menurutnya, upaya untuk mencapai kesehatan jiwa yang optimal harus dilakukan secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik oleh Pemerintah, Pemda, maupun masyarakat.
“Kita akan menghadapi bonus demografi tahun 2035 dan 70% total penduduk itu merupakan penduduk bekerja. Tentunya, diharapkan masyarakat di sini adalah masyarakat yang produktif, di mana salah satu upaya untuk produktif adalah dengan menjaga kesehatan jiwa,” ungkap Lucia.
Bagaimana Islam Memandang Fenomen Bunuh Diri
Seberat apapun ujian dalam hidup, Islam tidak membenarkan bunuh diri sebagai solusi. Bunuh diri dan membunuh merupakan salah satu dari tujuh dosa besar dalam Islam. Namun, terkadang larangan Islam untuk melakukan bunuh diri juga dipandang secara brutal sebagai bentuk penyangkalan terhadap kondisi gangguan mental.
Salah satu tujuan dari syariat Islam dalam Maqashidus Syariah adalah terpeliharanya jiwa. Oleh karena itu memelihara jiwa menjadi hal yang sangat azazi dalam visi tujuan syariat Islam.
Dalam Al-Quran Allah swt mengatakan, “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian.” (Q.S. An-Nisa: 29). Oleh karena itu Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan. Islam memberikan kalimat-kalimat pelipur melalui kitab Al-Quran, seperti pengakuan yang diucapkan oleh Yakub, “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (Q.S. Yusuf : 86).
Ayat tersebut tidak menafikkan bahwa manusia diliputi kesusahan dan kesedihan. Pada ayat lain Allah juga mengabadikan pengakuan Zakaria yang tertuang dalam Surat Maryam:19, “Wahai Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepadamu.”
Allah melalui firman-Nya di dalam Al-Quran selalu merespon dengan positif apa yang dirasakan dan dikeluhkan oleh manusia, “Sesungguhnya bersama kesulitan itua da kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah: 5).
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah kamu bersedih hati padahal kamu orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.” (Q.S. Ali Imran : 139).
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku maka sesungguhnya Aku ini dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepadaKu.” (Q.S. Al-Baqarah: 186).
Untuk tumbuh menjadi pribadi yang baik dan kuat, tentu saja tidak bisa dilakukan seorang diri. Oleh karena itu diperlukan peran serta lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Mereka sangat memberikan pengaruh terhadap proses tersebut.
Sejak ribuan tahun silam Islam telah mengajarkan etika dan etiket dalam menghormati diri sendiri dan menghormati orang lain agar tercipta kehidupan yang aman dan sejahtera, salah satunya tertuang dalam hadis Nabi Muhammad saw, “Seorang muslim adalah yang kaum muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (H.R. Bukhari).
Selain itu, Bunda Rose Minnie menyampaikan bahwa sejak dini anak harus diajarkan beberapa hal sebagai bekal untuk menghadapi tantangan dalam hidupnya, seperti: 1) Mengajarkan anak untuk menganalisa masalahnya yang bisa dicari tahu target jalan keluarnya; 2) Mengajarkan anak agar mau menerima kenyataan bahwa ada keadaan atau perlakuan yang tidak menyenangkan dalam kehidupan ini, dan; 3) Membangun kemampuan komunikasi terhadap anak agar ia tahu bagaimana menjawab dengan baik dan benar atas perkataan dan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Selanjutnya adalah: 4) Mengajarkan anak kemampuan membangun koneksi untuk menjelaskan keadaan sebenarnya yang dialami; 5) Mengajarkan anak untuk berpikir kritis, tidak menelan informasi begitu saja; 6) Mengajarkan anak untuk menghadapi tantangan sehingga tidak mudah putus asa dan punya kemampuan untuk bangkit kembali, dan 7) Melatih kesanggupan anak dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
Tentu semua itu tidak akan tertanam dan terbiasa begitu saja. Perlu usaha bersama untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tentram.
Tidak menafikkan bahwa gangguan mental, kondisi yang membuat mental down, keadaan yang kadang begitu mengjimpit itu mungkin dirasakan oleh siapa saja. Perasaan itu perlu diafirmasi untuk kemudian melangkah mencari solusinya.
Ayat dan hadis di dalam Islam pun tidak begitu saja berdiri menjadi solusi jika tidak dilakukan pemahaman secara mendalam dan pemahaman yang benar dalam menempatkan setiap ajarannya. (Nurul Hikmah).
***
Judul: Darurat Bunuh Diri
Penulis: Nurul Hikmah.
Editor: JHK