ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Cimahi dan Tantangan Besar di Peta Pariwisata Jawa Barat

BERITA JABAR NEWS (BJN), Rubrik OPINI, Minggu (10/08/2025) – Esai berjudul Cimahi dan Tantangan Besar di Peta Pariwisata Jawa Baratini adalah sebuah esai karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Jika kita berbicara soal pariwisata Jawa Barat, nama-nama seperti Bandung, Bogor, dan Pangandaran sering kali langsung muncul di benak banyak orang. Kota-kota tersebut menjadi magnet wisata yang setiap tahunnya menyedot jutaan pengunjung. Namun, di sisi lain, ada daerah yang justru nyaris tak terdengar gaungnya di industri ini — salah satunya adalah Kota Cimahi.

Berdasarkan data Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2025, total kunjungan wisatawan ke seluruh objek wisata di Jawa Barat pada tahun 2024 mencapai 64,5 juta orang. Dari jumlah itu, Cimahi hanya menyumbang 0,2%, menjadikannya salah satu yang terendah di provinsi ini. Untuk wisatawan mancanegara, pangsa pasarnya bahkan hanya 0,09% — jauh di bawah Bandung yang mencapai 4,9% atau Kota Sukabumi dengan 18,1%.

Alam Wisata Cimahi
Alam WIsata Cimahi (AWC, salah satu objek wisata alam di Kota Cimahi – (Sumber: liburanyuk.co.id)

Kontribusi Cimahi pada sektor akomodasi pun nyaris tak terlihat. Dari total 24,9 juta kunjungan wisatawan* ke penginapan di Jawa Barat pada 2024, Cimahi mencatat 0 wisatawan mancanegara dan hanya 4.297 wisatawan nusantara. Angka ini setara 0,0% dalam skala provinsi — sebuah sinyal bahwa sektor akomodasi di kota ini belum menjadi magnet bagi pelancong.

Mengapa Cimahi Tertinggal?

Faktor geografis memang sering disebut sebagai alasan. Cimahi tidak memiliki pantai seperti Pangandaran, atau pegunungan dengan panorama menakjubkan seperti Puncak di Bogor. Namun, ketiadaan “alam ikonik” bukan berarti tidak ada potensi. Kota ini memiliki sejarah militer yang kuat, warisan arsitektur kolonial, hingga komunitas seni dan industri kreatif yang mulai berkembang.

Sayangnya, potensi ini belum terkelola maksimal. Data jumlah rumah makan, restoran, dan kafe juga memperlihatkan gambaran serupa: kontribusi Cimahi terhadap total rumah makan di Jawa Barat pada 2024 hanyalah 0,5%, dan kafe 1,0%. Bandingkan dengan Kota Bandung yang menjadi surga kuliner dan nongkrong dengan pangsa dua digit di kedua kategori tersebut.

Daya Saing: Masalah dan Peluang

Rendahnya angka kunjungan jelas menunjukkan Cimahi kalah bersaing, bukan hanya dengan kota wisata besar, tapi juga dengan daerah kecil yang berhasil mengangkat identitas uniknya. Pangandaran, misalnya, memadukan pesona alam dengan aktivitas ekonomi lokal, sehingga industri kuliner, penginapan, dan atraksi budaya berjalan beriringan.

Cimahi perlu melakukan lompatan strategi. Bukan sekadar meniru konsep kota lain, tetapi menciptakan citra dan daya tariknya sendiri. Dalam bahasa Sunda, pertanyaan “Mun kieu, rek kamana jeung kumaha?” (“Kalau begini, mau ke mana dan bagaimana?”) menjadi refleksi yang tepat.

Membangun Daya Tarik dari Nol

Salah satu arah yang bisa ditempuh adalah mengembangkan “pariwisata berbasis kreativitas dan komunitas”. Sebagai kota yang terkenal dengan industri kreatif dan komunitas seni visual, Cimahi dapat memposisikan diri sebagai “pusat wisata kreatif” Jawa Barat. Festival seni mural, pameran kerajinan lokal, atau tur tematik sejarah militer bisa menjadi agenda rutin yang menarik wisatawan niche.

Selain itu, kolaborasi dengan pelaku industri kuliner lokal juga penting. Walau jumlah kafe dan restoran masih sedikit, tren coffee shop dan food market bisa diarahkan untuk mempromosikan kuliner khas Sunda dalam kemasan modern. Lokasi-lokasi unik seperti bangunan peninggalan kolonial atau ruang terbuka publik dapat disulap menjadi pusat aktivitas yang “instagramable” — bahasa visual yang sangat dipahami generasi muda.

Industri Kreatif sebagai Motor Penggerak

Cimahi memiliki keunggulan Sumber Daya Manusi (SDM) di sektor industri kreatif, terutama animasi, desain, dan game development. Potensi ini dapat diintegrasikan dengan pariwisata melalui konsep edutourism — wisata berbasis edukasi — yang mengajak wisatawan belajar langsung proses kreatif, mencoba membuat karya, hingga membelinya sebagai suvenir.

Selain itu, event-event bertema pop culture, e-sport, atau festival film independen dapat menarik segmen wisatawan anak muda yang cenderung berkunjung untuk pengalaman unik, bukan hanya pemandangan alam.

Pentingnya Branding Kota

Cimahi memerlukan narasi besar yang kuat — sebuah cerita yang membuat orang penasaran untuk datang. Branding ini harus dibangun konsisten melalui media sosial, publikasi, dan kolaborasi dengan influencer atau komunitas kreator konten. Dengan citra yang jelas, promosi akan lebih terarah dan mudah diingat.

Namun, branding tanpa infrastruktur memadai akan percuma. Peningkatan fasilitas publik, transportasi, keamanan, dan kenyamanan lingkungan adalah prasyarat agar wisatawan mau kembali. Begitu pula, kemitraan dengan sektor swasta sangat penting untuk memperluas jejaring promosi dan investasi.

Saatnya Menjawab Tantangan

Angka-angka dari data resmi menunjukkan kenyataan pahit: Cimahi belum menjadi tujuan wisata yang diperhitungkan di Jawa Barat. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang besar jika kota ini mau memanfaatkan kekuatan uniknya.

Dengan mendorong inovasi masyarakat, menghidupkan industri kreatif, serta membangun identitas wisata yang khas, Cimahi bisa perlahan keluar dari bayang-bayang kota-kota besar di sekitarnya. Tidak perlu menunggu memiliki pantai atau gunung terkenal; cukup mulai dari potensi yang ada, kelola dengan serius, dan kemas dengan cara yang menarik hati wisatawan.

Pada akhirnya, pariwisata bukan hanya soal pemandangan, tetapi juga pengalaman yang membuat orang ingin kembali lagi. (Didin Tulus)

Catatan: Bahan tulisan dari berbagai sumber

***

Judul: Cimahi dan Tantangan Besar di Peta Pariwisata Jawa Barat
Penulis: Didin Tulus, sang Petualang Pameran Buku
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Didin Tulus lahir di Bandung pada 14 Maret 1977. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pangandaran, tempat ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA YAS Bandung.

Didin Tulus
Didin Tulus, Penulis – (Sumber: Koleksi pribadi)

Setelah lulus SMA, Didin Tulus melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Fakultas Hukum. Selain itu, ia juga menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, jurusan Seni Rupa.

Aktifitas dan Karir

Didin Tulus memiliki pengalaman yang luas di bidang penerbitan dan kesenian. Ia pernah menjadi marketing pameran di berbagai penerbit dan mengikuti pameran dari kota ke kota selama berbulan-bulan. Saat ini, ia bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan independen.

Pengalaman Internasional

Didin Tulus beberapa kali diundang ke Kuala Lumpur untuk urusan penerbitan, pembacaan sastra, dan puisi. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membuka peluang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan komunitas sastra internasional.

Kegiatan Saat Ini

Saat ini, Didin Tulus tinggal di kota Cimahi dan aktif dalam membangun literasi di kotanya. Ia berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap kesenian dan sastra.

Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang luas, Didin Tulus telah membuktikan dirinya sebagai seorang yang berdedikasi dan berprestasi di bidang kesenian dan penerbitan.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *