Cerpen “Di Balik Senyum Kanisa”
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom Sastra, Minggu (09/03/2025) – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Di Balik Senyum Kanisa” ini merupakan karya original dari Devita Andriyani, seorang wanita kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Khanisa tahu, saat matahari pagi mulai bersinar, masih ada selembar harapan untuknya. Ia juga tahu ketika ada kupu-kupu yang hinggap di jendela kamarnya, itu pertanda masih ada sekuncup bahagia untuknya.
Kanisa tahu, saat angin mulai meniup daun-daun yang berserakan, itu artinya masih ada sejumput kasih yang masih terbagi. Gadis itu juga tahu saat matanya terbuka, itu pertanda masih ada orang-orang yang menyapanya. Kanisa tahu, saat bibirnya terbuka dan mengatakan syukur, itu artinya masih ada orang yang mendengarnya.

Pagi itu Kanisa menatap jendela kamar tidurnya. Ada ruang di hatinya yang terasa kosong, tapi ia berusaha menatap hari itu dengan senyum. Baginya senyum adalah bagian terindah dalam hidupnya.
Dibalik senyumnya, Kanisha masih menyimpan luka dihatinya dua hari yang lalu. Ia tak dapat melupakan itu. Luka yang teramat dalam membuat yang telah membuatnya cemburu dengan sepupunya.
Kini Kanisa hanya ingin menikmati waktu beberapa menit saja di kamarnya. Menit-menit yang dilaluinya masih terasa berat. Ada sisa kenangan yang telah lalu bersama dengan sepupunya. Kisah kenangan yang sempat menggores hatinya.
Kanisa sebetulnya tak ingin mengalaminya, tapi apa boleh buat, realita hidup harus ia dijalani. Ia harus belajar menerima kenyataan dalam hidupnya.
Memang, ada segores luka yang Kanisa rasakan dua hari lalu. Luka itu membekas dalam hatinya hingga kini. Luka itu terbentuk ketika suatu kali melihat sepupunya sudah menjadi calon istri mantan kekasihnya.
Kini Kanisa hanya ingin belajar untuk tidak menuntut. Ia ingin belajar memaafkan mantan kekasihnya. Kenangan dua hari lalu itu masih saja teringat dan membekas dalam memorinya.
“Mbak Kanisa, perkenalkan ini calon suamiku. Kami bertemu di suatu Komunitas Pecinta Kucing di Kalimantan.”
“Oh, iya. Ini kan Mas Hanggara?” Ucap Kanisa kaget.
“Loh, Kanisa ternyata kamu masih saudaranya Aretha to,” jawab Hanggara sama-sama kaget.
“Iya Mas Hanggara, aku saudara sepupunya Aretha.”
Aretha ikut terperanjat karena ia tak menyangka kalau Kanisa telah mengenal calon suaminya, ”oh, ternyata kalian sudah saling mengenal ya?”
“Benar Aretha. Mas Hanggara ini teman lamaku,” jawa Kanisa berusaha bersikap wajar.
“Aku akan segera menikah dengan Aretha empat bulan yang akan datang Kanisa. Orang tua kami menyetujui hubungan kami,” sela Hanggara memotong pembicaraan.
“ Oh, iya Mas Hanggara. Semoga pernikahanmu langgeng ya dengan Aretha.”
Kemudian Aretha pamit sebentar kepada mereka berdua karena ada kesibukan lain sehingga kini tinggal Kanisa dan Hanggara yang ada di sana.
“Aku baru tahu Mas Hanggara, ternyata pacar barumu itu adalah sepupuku. Aku ikhlas Mas menerima ini. Kalau kau yakin Aretha adalah pilihan terbaikmu, aku akan selalu doakan yang terbaik untukmu.”
“Terima kasih Kanisa.”
“Iya Mas Hanggara. Doa dan harapanku, Kamu bisa menjadi suami terbaik Aretha.”
“Kanisa, Kamu masih tetap baik dari dulu. Terbukti lewat ucapanmu yang selalu berharap terbaik dari pernikahanku dengan Aretha.”
“Aku berusaha Mas Hanggara. Menjadi orang baik itu bagiku adalah ibadah. Jangan sampai aku berbuat jahat.”
“Kanisa, aku tak menyangka Tuhan telah mempertemukan kita kembali di sini, saat aku akan menikah dengan Aretha. Maaf ya Kanisa, jika aku ada yang salah.”
“Pasti Mas Hanggara. Kata maaf itu selalu ada dalam kamus hidupku. Siapa pun orang yang telah berbuat salah padaku, meski ada luka juga dalam hatiku.”
“Kanisa, aku berharap kamu mendapat jodoh terbaik suatu saat nanti. Mas Hanggara percaya kamu pasti dapat.”
“ Terima kasih Mas Hanggara.”
“ Terima kasih Kanisa. Kamu bisa memahami hubungan ini. Aku harap kamu ikhlas menerima kenyataan ini.”
“Aku berusaha Mas Hanggara. Cintamu sudah kau beri untuk Aretha. Pertahankanlah hubunganmu dengan dia.”
“Kanisa, jangan menangis ya. Saat tetes air matamu mengalir, aku selalu ingat bahwa Kamu mengakhiri hubungan kita karena ketidaksetujuan orang tuamu.”
“Iya Mas Hanggara, aku tak akan lama larut dalam kesedihan.”
Percakapan dua hari lalu itu membuat Kanisa tahu bahwa Mas Hanggara, mantan kekasihnya itu akan segera menikah. Saat itu hatinya menjadi remuk. Ia baru mengetahui tentang wanita lain itu ternyata adalah saudara sepupunya sendiri yang selama ini jarang bertemu karena tinggal jauh di Kalimantan.
Pertemuan Kanisa dengan saudara sepupunya, Aretha, di rumah neneknya di Semarang itu membuatnya sedih. Kanisa harus melihat suatu kenyataan pahit bahwa sepupunya akan menikah dengan mantan kekasihnya empat bulan yang akan datang. Pertemuan yang bagi Kanisa adalah mengejutkan sekaligus menyedihkan. Namun, Kanisa terus berusaha untuk tidak tenggelam dalam kenangan yang menyedihkan.
Setelah pertemuan Kanisa dengan Aretha, kenangan masa lalu itu ingin dihapusnya. Saat ini Kanisa ingin tetap fokus pada kuliahnya yang belum selesai. Ia ingin tetap segera mengerjakan skripsinya dan tak ingin lama menjadi mahasiswa di kampusnya. Ia ingin segera menyelesaikan kuliahnya dan ingin secepatnya mendapat pekerjaan.
Meski kadang kenangan masa lalu itu tiba-tiba muncul, Kanisa selalu berusaha untuk berdoa. Kanisa berharap dengan berdoa ia tak teringat akan kenangan itu lagi. Ia ingin membahagiakan orang tuanya dengan bekerja setelah selesai kuliah. Impiannya adalah menjadi seorang Guru Sekolah Luar Biasa (SLB). Itu mimpinya sejak masih duduk di bangku SMA. Suatu impian mulia bagi seorang wanita selalu berusaha gigih.
Detik demi detik, menit demi menit yang Kanisa lalui memang penuh perjuangan. Saat Kanisa di kampus, ia tak lagi dengan kekasihnya yang dulu. Tak lagi dengan sahabatnya Verla. Sahabatnya Verla sudah meninggal saat semester yang kedua karena terkena serangan jantung.
Hari hari yang dilalui Kanisa lebih banyak sendiri di kampus, meski keadaan ini tak seperti biasanya, tapi ia berusaha untuk melewatinya. Terasa berat memang saat Kanisa memulai hari dalam kesendiriannya. Namun, Kanisa belajar untuk menikmati dan mensyukuri kesendiriannya.
Sejak mantan kekasih Kanisa akan segera menikah dan sahabatnya meninggal, ia lebih banyak waktu sendiri. Ia kehilangan support system dalam hidupnya. Tak ada lagi orang-orang terdekatnya yang menemani, tapi ia berusaha kuat dan tegar dalam menghadapi semua hal yang ada di depannya. Ia berusaha untuk tidak terlihat lemah dan tetap semangat, meski baginya tak mudah harus menerima kenyataan yang ada.
Saat di perpustakaan kampus, Kanisa lebih banyak sendiri. Ia mencari bahan-bahan untuk melengkapi skripsinya. Ia berusaha berpikir positif dan mencoba menyemangati dirinya sendiri. Ia tak ingin hanya karena tak ada lagi support system dalam hidupnya sehingga menunda skripisnya. Skripisnya tinggal dua bab lagi. Kanisa percaya ia akan mampu menuntaskannya.
Kesendirian Kanisa membuatnya menjadi wanita yang lebih mandiri dan tegar. Ia tak mudah bergantung kepada orang lain. Hari demi hari ia semakin kuat dalam menjalani tantangan hidup. Meski persoalan demi persoalan hidup terus dihadapi, tapi ia tetap berusaha sabar. Memang, sabar itu tak mudah, tapi ia ingin belajar tentang kesabaran.
Kerja keras dan belajar menerima diri apa adanya itulah yang ingin terus dilakukan Kanisa. Ia yakin kedua hal itu yang akan mampu menghantarkannya meraih sukses, meski pun ia tahu bahwa sukses itu butuh waktu dan nanyak sekali tantangannya.
Kanisa tetap terus melangkah dengan optimis. Masih ada harapan harapan baru di depan. Prinsip hidupnya “Stay patient, stay persistent”. Hal itulah yang membuat ia tetap mampu menghadapi tantangan apa pun yang ada di depannya.
Kanisa ingin selalu menang dan mampu mengalahkan egonya. Ego yang baginya bisa mematahkan semangatnya. Meski hari-hari yang dilalui tak selamanya indah, tapi ia berusaha yang terbaik untuk mimpi-mimpinya. (Devita Andriyani).
***
Judul: “Di Balik Senyum Kanisa”
Pengarang: Devita Andriyani
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang pengarang
Devita Andriyani adalah seorang wanita yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMA. Pengarang kelahiran Salatiga, 6 Desember 1985 ini sehari-harinya rajin membaca cerita-cerita fiksi di berbagai media, baik media online maupun media offline.
Minat Devita pada dunia kepenulisan membuahkan beberapa karya berupa cerpen yang pernah diterbitkan di berbagai media online, di antaranya modernis.co, pratamamedia.com, penfighters.com, inspirasipagi.id, dan dimensipers.com.
Untuk mengasah kemampuan menulisnya, saat ini Devita tergabung dalam Komunitas Penulis Ambarawa (Penarawa). Penulis bisa dihubungi melalui email: eunikedevita@gmail.com.
***