Berita Jabar NewsBJNFeatureSastra

Aku Berhutang Nyawa pada Teman Kecilku

BERITA JABAR NEWS (BJN), Jumat (17/01/2025) ─ Artikel berjudul “Aku Berhutang Nyawa pada Teman Kecilku” ini merupakan sebuah memoar karya Ali Fahmi Hanifah, alumni Sekolah Dasar Negeri (SDN) 14 Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara.

Masa-masa sekolah adalah masa yang paling indah. Salah satu kenangan yang masih melekat dibenakku adalah ketika aku masih duduk di bangku kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar (SD). Saat itu sekolah kami masih berada di dekat Asrama Depan Kompi.

Seingatku, sekolah kami saat itu yaitu Sekolah Dasar Negeri 14 (SDN 14) Kotabumi masih satu area dengan SDN 11 Kotabumi dan saling berhadap-hadapan sehingga kalau waktu jam istirahat, halaman sekolah pasti ramai dengan anak-anak sekolah yang bermain di sana.

Ali Fahmi Hanifah, penulis - (Sumber: Facebook)
Ali Fahmi Hanifah, penulis – (Sumber: Facebook)

Aku masih ingat saat itu kami mendapat tugas membuat kerajinan tangan dari sekolah. Kami bebas membuat kerajinan tangan dari bahan apapun. Ada teman yang membuat penghapus seperti bantal kecil, ada yang membuat sapu lidi, ada yang membuat nama dari bahan batok kelapa yang ada gagangnya, dan lain-lain. Pokoknya aneka kerajinan anak-anak sekolah ada di sana.

Waktu itu aku dan beberapa temanku sepakat akan membuat kerajinan tangan berupa suling bambu karena sahabatku Fauzi Rohman dikenal pintar membuat suling dan pandai juga memainkannya. Singkat cerita, kami berenam ─ aku tidak ingat semua nama-nama mereka, tapi teman yang saya ingat adalah Fauzi Rohman, Alamsyah, dan Purwo Jatmiko.

Aku berangkat berdua Fauzi Rohman menuju rumah Alamsyah di Tanjung Aman Skip. Kebetulan rumah Alamsyah kami sepakati sebagai titik kumpul. Jadi, semua teman kami yang lain berkumpul di sana.

Setelah minum untuk melepas dahaga ─ waktu itu kami berjalan kaki dan jarak rumah kami saling berjauhan ─ akhirnya Alamsyah mengajak kami sambil membawa sebilah golok ditangannya bergerak menuju pinggir kali Way Sesah ─ sebuah sungai kecil yang melintasi daerah kami. Di sana banyak terdapat pohon bambu liar, seperti bambu betung dan bambu berduri.

Sesampai di pinggir kali, kami bermaksud menyeberang. Kebetulan pohon bambu yang akan kami ambil berada di seberang kali. Semua pakaian kami pun ditanggalkan, termasuk sandal.

Penyeberangan pun dimulai yang diawali oleh Alamsyah sambil membawa golok di tangannya. Dia memang lebih menguasai lokasi di sana sehingga memimpin pencarian bambu untuk bahan suling.

Kami berlima pun menyusul Alamsyah menyeberangi kali sampai ke seberang. Kemudian pencarian bambu pun dimulai. Alamsyah memainkan goloknya dan menebang beberapa bambu yang bagus untuk membuat suling. Masing-masing kami mendapatkan lebih dari tiga ruas bambu yang sudah dipotong potong.

Begitu kami hendak pulang ke rumah dan akan menyeberangi kali, kami terkejut karena kondisi air kali sudah meluap tinggi. Kemungkinan hal ini terjadi karena di hulu hujan deras sehingga debit air naik. Pakaian kami yang tadinya ditaruh di pinggir kali pun sudah hilang tak tentu rimbanya karena terbawa air.

Kami semua kaget dan merasa takut karena air sudah besar dan lebih parahnya lagi, aku tidak bisa berenang. Namun, mau tidak mau aku harus ikut menyeberang agar bisa pulang.

Seperti sebelumnya, Alamsyah yang duluan berenang menyeberangi kali sambil membawa golok dan bambu. Alhamdulillah Alamsyah sampai di seberang kali dengan selamat, begitu juga teman-teman yang lain.

Kini tiba giliranku untuk menyeberangi kali. Timbul rasa takut yang luar biasa dalam diriku karena melihat air kali yang begitu besar, sedangkan aku tidak bisa berenang. Karena terpaksa, akhirnya aku memberanikan diri berenang sambil memegang bambu.

Sudah bisa ditebak, aku berenang sebisanya sambil memegang bambu. Tubuh kecilku pun hanyut terbawa arus yang deras. Saat itu aku benar-benar merasa ketakutan. Untung saja aku bisa meraih ranting pohon jambu batu yang berada di pinggir sungai.  Posisiku saat itu sudah agak jauh dari teman-teman yang tadi sudah menyeberang. Mungkin jaraknya sekitar 20-30 meter dari mereka.

Akhirnya Alamsyah berenang menuju ke tempatku yang sedang berpegangan erat di ranting pohon jambu batu. Dia memberi aba-aba padaku agar aku melepaskan peganganku di pohon tersebut.

Alamsyah segera meraih tubuhku dengan cara menjambak rambutku  dengan tangannya dan segera membawaku berenang menuju tepian kali Way Sesah yang arusnya deras. Kami sempat hanyut sekitar 6-7 meter dari tempatku bergelantungan di pohon jambu batu sampai akhirnya tiba di tepian kali dengan selamat.

Sekujur tubuhku saat itu terasa sakit dan napasku terengah-engah karena lelah. Entah sudah berapa banyak air kali yang sempat kuteguk saat itu, aku tak tahu. Aku bersyukur bisa diselamatkan Allah melalui teman baikku yang kini sudah kembali ke khadirat Illahi. Kalau wasilahnya tidak ada Alamsyah, nyawaku mungkin sudah melayang.

***

Judul: Aku Berhutang Nyawa pada TemanKecilku
Penulis: Ali Fahmi Hanifah
Editor: Jumari Haryadi

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *