Menyatukan Budaya Kearifan Lokal pada Pilkada Daerah
Berita Jabar News (BJN), Rubrik OPINI, Senin (20/05/2024) – Artikel berjudul “Menyatukan Budaya Kearifan Lokal pada Pilkada Daerah“ ini merupakan karya Deden Maulana A., Drs., M.Ds., seorang Dosen dan Dekan Fakultas Desain dan Komunikasi Visual (FDKV) Universitas Widyatama, praktisi seni rupa, dan Anggota Dewan Pakar Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC), serta kandidat program doktor di Insitute Seni Indonesia Denpasar.
Dalam konteks pilkada kota, mengintegrasikan atraksi kebudayaan seperti seni tari, karawitan, seni rupa dan bentuk seni tradisional lainnya menjadi strategi yang efektif untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dan memperkaya proses demokrasi lokal. Pendekatan ini tidak hanya menarik perhatian pemilih melalui daya tarik estetis dan hiburan, tetapi juga meneguhkan identitas budaya lokal, meningkatkan rasa kebersamaan, dan menciptakan kampanye yang lebih inklusif dan bermakna.
Implementasi atraksi budaya dalam kegiatan pilkada bisa dilakukan melalui kampanye berbasis budaya, kolaborasi dengan seniman lokal, penggunaan simbol-simbol budaya dalam materi kampanye, pendidikan, dan sosialisasi budaya, serta penghormatan tradisi lokal melalui ritual adat. Strategi ini menunjukkan komitmen calon kepala daerah terhadap pelestarian dan promosi budaya lokal, sekaligus membangun kepercayaan dan dukungan yang lebih kuat dari masyarakat.
Strategi Menyatukan Budaya Kearifan Lokal pada Pilkada Kota dalam Kacamata Sosiologis Positivisme
Dari sudut pandang sosiologis positivisme, menyatukan budaya kearifan lokal pada pemilihan kepala daerah (pilkada) kota dapat dijelaskan sebagai upaya untuk menciptakan keteraturan sosial dan memperkuat integrasi sosial dalam masyarakat.
Positivisme, yang dipelopori oleh Auguste Comte, menekankan pentingnya observasi empiris dan logika untuk memahami fenomena sosial.Dalam konteks pilkada, strategi untuk mengintegrasikan kearifan lokal bisa dianalisis melalui beberapa langkah:
- Pengamatan Empiris Terhadap Kearifan Lokal: Pendekatan positivisme akan mendorong penelitian yang sistematis terhadap kearifan lokal yang ada. Ini melibatkan pengumpulan data tentang praktik-praktik budaya, nilai-nilai, dan tradisi yang berlaku di masyarakat. Misalnya, memetakan upacara adat, sistem gotong royong, atau nilai-nilai musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan.
- Analisis Fungsional Kearifan Lokal: Dari perspektif fungsionalisme yang juga erat dengan positivisme, kearifan lokal dilihat sebagai elemen yang memiliki fungsi tertentu dalam menjaga stabilitas sosial. Dalam pilkada, kearifan lokal dapat berfungsi sebagai alat untuk membangun solidaritas dan kohesi sosial, memitigasi konflik, serta meningkatkan partisipasi politik.
- Institusionalisasi Kearifan Lokal dalam Pilkada: Strategi untuk mengintegrasikan kearifan lokal dalam pilkada melibatkan institusionalisasi atau penerapan prinsip-prinsip kearifan lokal ke dalam prosedur dan aturan pilkada. Misalnya, menggunakan mekanisme musyawarah dalam proses seleksi calon kepala daerah atau melibatkan tokoh adat dan masyarakat dalam kampanye dan debat publik. Ini dapat dilakukan dengan merumuskan regulasi yang mengakomodasi nilai-nilai lokal dalam penyelenggaraan pilkada.
- Pengaruh Positif Terhadap Perilaku Pemilih: Dengan mengintegrasikan kearifan lokal, diharapkan perilaku pemilih menjadi lebih rasional dan sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku. Pemilih mungkin lebih mendukung kandidat yang dianggap paling memahami dan menghargai budaya lokal yang pada gilirannya dapat meningkatkan legitimasi pemerintahan yang terpilih.
- Penguatan Identitas dan Integrasi Sosial: Menggabungkan kearifan lokal dalam pilkada dapat memperkuat identitas lokal dan memberikan rasa memiliki yang lebih besar kepada masyarakat. Ini juga bisa memperkuat integrasi sosial di tengah masyarakat yang beragam, dengan menekankan nilai-nilai bersama dan kebersamaan.
Pendekatan positivis ini akan memberikan dasar ilmiah dan data empiris yang kuat untuk menyusun strategi-strategi yang efektif dalam menyatukan kearifan lokal dengan proses pilkada, serta mengukur dampak dari implementasi strategi tersebut terhadap keteraturan dan kesejahteraan sosial.
Dari sudut pandang konsepsi modalitas dan habitus yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu, menyatukan budaya kearifan lokal dalam pilkada kota dapat dianalisis melalui konsep-konsep modal sosial, modal budaya, dan habitus.
- Modalitas Modal Sosial: Modal sosial merujuk pada sumber daya yang ada dalam hubungan sosial dan jaringan komunitas. Dalam konteks pilkada, modal sosial bisa digunakan untuk membangun jaringan yang kuat antara calon kepala daerah dengan masyarakat lokal. Dengan memanfaatkan jaringan dan hubungan ini, calon dapat lebih efektif mengomunikasikan visi dan misi mereka serta memobilisasi dukungan dari komunitas.Kearifan lokal, seperti praktik gotong royong atau musyawarah, dapat menjadi media yang menguatkan jaringan sosial ini.
- Modal Budaya: Modal budaya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan yang dapat memberikan keuntungan dalam interaksi sosial. Kearifan lokal sebagai bagian dari modal budaya dapat menjadi aset bagi calon kepala daerah yang mampu menunjukkan pemahaman dan penghargaan terhadap budaya lokal.
Hal tersebut bisa dilihat melalui penggunaan simbol-simbol budaya lokal dalam kampanye, penguasaan bahasa lokal atau partisipasi dalam acara-acara adat. Pemahaman dan penguasaan modal budaya lokal ini akan membuat calon lebih diterima dan dihormati oleh masyarakat.
Habitus merujuk pada sistem disposisi yang diinternalisasi oleh individu melalui pengalaman hidup mereka, yang membentuk persepsi, pemikiran, dan tindakan mereka. Habitus ini seringkali tidak disadari tetapi sangat mempengaruhi cara individu bertindak dan berinteraksi dalam masyarakat.
Habitus dalam Konteks Pilkada
- Internalisasi Nilai-nilai Lokal: Calon kepala daerah yang dibesarkan dengan nilai-nilai dan tradisi lokal akan memiliki habitus yang sesuai dengan harapan masyarakat. Mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan norma-norma dan praktik lokal, serta lebih kredibel di mata pemilih.
- Strategi Kampanye yang Autentik: Habitus yang sesuai dengan kearifan lokal memungkinkan calon untuk melakukan kampanye yang lebih autentik dan relevan. Misalnya, calon mungkin akan lebih nyaman dan efektif dalam melakukan kampanye dengan cara-cara tradisional seperti bertemu langsung dengan warga di pasar atau saat acara adat daripada menggunakan metode kampanye yang lebih modern namun asing bagi masyarakat setempat.
- Pembentukan Kepercayaan: Habitus yang selaras dengan budaya lokal akan membantu dalam pembentukan kepercayaan antara calon dan masyarakat. Masyarakat cenderung lebih percaya dan mendukung calon yang mereka anggap satu dari mereka karena memiliki latar belakang dan nilai yang sama.
- Dengan demikian, integrasi kearifan lokal dalam pilkada melalui modal sosial, modal budaya, dan habitus tidak hanya meningkatkan peluang keberhasilan calon dalam pemilihan, tetapi juga memperkuat hubungan antara pemimpin dan masyarakat. Ini menghasilkan proses politik yang lebih inklusif dan harmonis, di mana kebijakan yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai lokal.
Beberapa Konsep Implementasi
- Kampanye Berbasis BudayaPanggung Budaya dalam Kampanye: Setiap kampanye politik dapat diintegrasikan dengan pertunjukan budaya seperti seni tari, karawitan, teater tradisional dan pameran senirupa kota. Misalnya, sebelum atau sesudah penyampaian visi-misi oleh calon kepala daerah, bisa diadakan pertunjukan tari daerah atau musik tradisional. Ini tidak hanya menarik perhatian massa tetapi juga menunjukkan apresiasi calon terhadap budaya lokal.
- Festival Kebudayaan: Mengadakan festival budaya yang melibatkan berbagai atraksi seni lokal sebagai bagian dari kampanye. Festival ini dapat menampilkan berbagai bentuk seni lokal seperti tari tradisional, musik, pertunjukan wayang, dan pameran kerajinan tangan. Festival ini bisa menjadi acara yang menyatukan masyarakat dan memperkuat rasa kebersamaan.
- Kolaborasi dengan Seniman Lokal Partisipasi Aktif Seniman: Mengajak seniman lokal untuk berpartisipasi aktif dalam kampanye, baik sebagai pengisi acara maupun sebagai duta budaya yang mendukung calon. Seniman lokal yang terkenal dan dihormati dapat memberikan dukungan moral dan kredibilitas kepada calon kepala daerah.
- Program Pemberdayaan Seniman: Calon kepala daerah bisa merancang program pemberdayaan seniman lokal yang dijanjikan dalam kampanye mereka. Misalnya, memberikan fasilitas dan dukungan untuk pengembangan seni budaya lokal.Hal ini menunjukkan komitmen calon dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah.
- Menggunakan Simbol-simbol Budaya dalam Materi Kampanye Desain Kampanye yang Inklusif: Materi kampanye seperti poster, baliho, dan video dapat mengadopsi simbol-simbol budaya lokal.Misalnya, menggunakan motif batik khas daerah, ikon budaya, atau bahasa lokal dalam slogan kampanye.Ini menunjukkan bahwa calon menghargai dan ingin melestarikan budaya lokal.
- Cerita dan Narasi Budaya: Kampanye dapat mengangkat cerita dan narasi yang terkait dengan sejarah dan budaya lokal. Ini bisa melalui cerita dalam pidato kampanye, konten media sosial, atau materi cetak yang menonjolkan nilai-nilai lokal dan bagaimana calon berencana untuk mendukung dan mempromosikan budaya tersebut.
- Pendidikan dan Sosialisasi Melalui Budaya, Workshop dan Pelatihan: Mengadakan workshop dan pelatihan kebudayaan sebagai bagian dari kegiatan kampanye. Misalnya, pelatihan tari tradisional, pembuatan kerajinan tangan, atau kelas musik tradisional.Ini tidak hanya melibatkan masyarakat dalam kampanye tetapi juga memberikan manfaat nyata dalam bentuk peningkatan keterampilan.
- Program Kebudayaan di Sekolah: Mengintegrasikan program kebudayaan dalam kampanye pendidikan. Calon dapat berjanji untuk memperkuat kurikulum pendidikan lokal dengan lebih banyak konten budaya, seperti pelajaran tari tradisional atau sejarah lokal, yang dapat menjadi bagian dari visi mereka untuk masa depan pendidikan di daerah tersebut.
- Ritual dan Upacara Adat dalam KampanyeMenghormati Tradisi Lokal: Menyelenggarakan kampanye yang dimulai atau diakhiri dengan upacara adat atau ritual lokal untuk menghormati tradisi setempat.Ini dapat melibatkan tokoh adat dan pemuka masyarakat dalam acara-acara kampanye.
- Ziarah Budaya Heritage: Melakukan ziarah ke situs-situs budaya, atau bersejarah sebagai bagian dari kampanye untuk menunjukkan komitmen dalam melestarikan warisan budaya. Kegiatan ini bisa menjadi simbol penghormatan calon terhadap sejarah dan budaya lokal.
Dengan konsep-konsep ini, calon kepala daerah dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat lokal, menunjukkan komitmen terhadap pelestarian budaya, dan menciptakan suasana kampanye yang inklusif dan penuh makna.Implementasi kebudayaan dalam pilkada bukan hanya sebagai alat untuk menarik perhatian pemilih, tetapi juga sebagai wujud nyata penghargaan terhadap identitas dan warisan budaya setempat. (Deden Maulana).
***
Judul: Menyatukan Budaya Kearifan Lokal pada Pilkada Daerah
Penulis:Deden Maulana A., Drs., M.Ds.
Editor: JHK
Sekilas Info:
Bergabunglah dengan Mozi Design Institute, pusat keunggulan dalam desain grafis dan seni rupa, untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi Anda. Dengan tim ahli, portofolio inspiratif, dan layanan lengkap mulai dari desain grafis, seni digital, pengembangan website, hingga pendidikan dan pelatihan.
Mozi Design Institute siap membantu Anda menciptakan karya yang memukau dan berdampak. Kunjungi kami di mozidesigninstitute.art untuk memulai kerjasama dan mewujudkan visi kreatif Anda bersama kami.
Ayo kunjungi website kami di sini: Mozi Design Institute