ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Pengelolaan Sumber Mata Air yang Menyejahterakan

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Rabu (12/11/2025) – Artikel berjudul Pengelolaan Sumber Mata Air yang Menyejahterakan ini ditulis oleh Lilis Suryani yang berprofesi sebagai seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Temuan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) soal air yang digunakan untuk produksi salah satu perusahaan besar ternyata berasal dari air tanah, menghebohkan publik. Ditemukan fakta bahwa air tersebut diambil lewat pengeboran artesis hingga lebih dari 100 meter, bukan dari mata air alami di permukaan seperti yang diopinikan ke masyarakat melalui ikan-iklan komersilnya.

Tak ayal, banyak masyarakat yang merasa “kecele” karena menganggap air yang dibeli selama ini berasal dari air pegunungan. Meski memang air yang selama ini dikonsumsi dari perusahaan tersebut tidak bermasalah, hanya saja ketika air tersebut diambil dengan cara pengeboran itu yang membuat masyarakat menjadi semakin khawatir.

Air pegunungan
Ilustrasi: Seorang wanita sedang mengambil air dari sungai di pegunungan – (Sumber: Arie/BJN)

Pasalnya, pengeboran air oleh perusahaan bisa berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan diantaranya penurunan muka air tanah, amblesan tanah, dan intrusi air laut, yang dapat menyebabkan banjir rob dan kelangkaan air bersih. Selain itu, perusahaan dapat mencemari air tanah melalui limbah industri, serbuk bor, atau tumpahan bahan kimia yang mengandung logam berat, sehingga kualitas air menurun dan berisiko bagi kesehatan.

Salah satu media online, juga menyoroti kondisi masyarakat di sekitar perusahaan yang tidak bisa memperoleh air bersih secara bebas. Dalam sebulan, warga sekitar disebutkan rata-rata membayar Rp 60 ribu untuk PDAM dan Rp 25 ribu untuk yang dikelola karang taruna. Kejadian ini dinilai sangat memprihatinkan ketika industri besar bisa mengambil air secara gratis, warga sekitar harus membayar untuk menikmati air bersih.

Tata Kelola kapitalistik menjadi titik kritis yang meyebabkan perusahaan bisa mengambil air dengan leluasa, padahal air merupakan bagian dari sumber daya alam yang semestinya digunakan untuk sebesar-besarnya kemasahatan rakyat. Namun, karena tolok ukur berpikir kebanyakan orang termasuk oknum penguasa adalah keuntungan semata maka kemaslahatan rakyat pun tak lagi jadi pertimbangan, apalagi jika perusahaan berani bayar dengan mahal untuk perizinan agar bisa mengekspoitasi mata air.

Hal serupa tidak hanya terjadi di satu wilayah saja. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber daya alam termasuk di dalamnya mata air telah diperjuabelikan dengan bebas dengan dalih kebebasan kepemilikan.

Kebebasan kepemilikan inilah yang menjadi penyebab dari ketidakadilan distribusi kekayaan. Saat ini, orang yang memegang harta berlimpah bisa dengan bebas menguasai sumber daya alam yang semestinya merupakan hak rakyat. Iniah yang memicu kesenjangan sosial semakin menganga, orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin karena kapitalisasi dan liberalisasi.

Begitulah, jika pengaturan urusan masyarakat menuruti hawa nafsu manusia dan ide-ide pemikiran yang tidak akan lepas dari bayangan kepentingan segelintir orang (oligarki). Terlebih, ide kapitalisme yang dicetuskan Adam Smith memang melegalkan keserakahan.

Adam Smith mengatakan dalam Wealth of Nations, Buku IV, Bab II, hlm. 456, “Bukan dari kebaikan hati tukang daging, pembuat bir atau pembuat roti, kita mengharapkan makan malam kita, tetapi dari perhatian mereka terhadap kepentingan mereka sendiri. Kita menghadapkan diri kita, bukan pada kemanusiaan mereka tetapi pada cinta diri mereka, dan tidak pernah berbicara kepada mereka tentang kebutuhan kita tetapi tentang keuntungan mereka.”

Teori ini memperbolehkan sikap mementingkan diri sendiri demi memperoleh keuntungan. Ide-ide yang berasa dari barat ini tentu tidak sejalan dengan semangat “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dijunjung tinggi dinegeri ini.

Sebagai negara dengan mayoritas muslim, maka pengaturan kehidupan semestinya dikembalikan pada pengaturan agama sebagai pengamalan dari nilai-nilai Ketuhanan. Islam khususnya, telah secara rinci menjelaskannya. Bahkan, terbukti telah menerapkan pengaturan ini di masa kejayaannya.

Dalam ajaran Islam tidak mengenal konsep kebebasan, termasuk kebebasan kepemilikan lahan atau mata air. Di dalam Islam, segala perbuatan manusia harus terikat dengan syariat Islam yaitu halal dan haram. Begitu pula dengan kepemilikan.

Sistem ekonomi Islam mengatur jenis kepemilikan dan pengelolaannya. Ada tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Individu tidak boleh memiliki kekayaan alam yang terkategori milik umum. Kepemilikan umum harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam kitab Al-Amwal  hlm. 83 menjelaskan, harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Asy-Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) bagi kaum muslim dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslim. Individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari harta tersebut, tetapi mereka dilarang untuk memilikinya secara pribadi.

Adapun jenis-jenis harta ini dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Sarana-sarana umum yang diperlukan seluruh kaum muslim dalam kehidupan sehari-hari; 2. Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, dan; 3. Barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tidak terbatas.

Ketiga jenis pengelompokan ini beserta cabang-cabangnya dan hasil pendapatannya merupakan milik bersama kaum muslim dan mereka berserikat dalam harta tersebut. Harta ini merupakan salah satu sumber pendapatan baitulmal kaum muslim. Penguasa sesuai dengan ijtihadnya berdasarkan hukum syarak mendistribusikan harta tersebut kepada mereka dalam rangka mewujudkan kemaslahatan Islam dan kaum muslim.

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (H.R. Abu Daud).

Dalam riwayat lain Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”

Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda, “Tidak terlarang penggunaan air, api, dan padang rumput.” (H.R. Ibnu Majah). Hadis seperti ini juga telah diriwayatkan dari beliau saw. dengan sabdanya, “Muslim itu bersaudara satu sama lainnya. Mereka bersama-sama memiliki air dan pepohonan.”

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, mata air termasuk terkategori milik umum sehingga tidak boleh dikuasai individu/perusahaan. Negara wajib mengelola mata air untuk kemaslahatan rakyat. Negara tidak boleh memberikan izin pada individu/perusahaan untuk menguasai mata air, apalagi sampai menjualbelikannya demi keuntungan oligarki. (Lilis Suryani).

***

Sekilas tentang Penulis

Lilis Suryani
Lilis Suryani, penulis – (Sumber: koleksi pribadi)

Lilis Suryani adalah seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yayasan Putra Sukamanah Sejahtera yang beralamat di Jalan Sasak Besi No 4, Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Disela-sela kesibukan mengajar, ia sering menulis artikel opini yang berkaitan dengan hal-hal yang tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Sebagai seorang pendidik, Lilis berpikir harus peka terhadap apa yang tengah terjadi di tengah masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepeduliannya terhadap masa depan generasi muda yang ada di daerahnya.

Beberapa karya tulis dalam bentuk artikel (opini) yang telah dibuat Lilis tertuang dalam naskah-naskah yang sudah tersebar diberbagai media online di Jawa Barat, di antaranya Walimedia.Id, Dobrak.co, Inijabar.com, Kabarfajar.com dan banyak lagi media lainnya. Ia berharap tulisannya bisa menjadi penerang bagi para pembaca media online di tanah air.

***

Judul: Pengelolaan Sumber Mata Air yang Menyejahterakan
Penulis: Lilis Suryani
Editor: JHK

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *