Jejak Roda Baja di Jalan Kenangan: Memoar Pawai Tank di Kotabumi
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI/ARTIKEL/FEATURE, Senin (30/06/2025) – Artikel berjudul “Jejak Roda Baja di Jalan Kenangan: Memoar Pawai Tank di Kotabumi” ini adalah karya Drs. Murni Rizal, M.Si. yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Waktu mengalir seperti sungai yang tak pernah lelah menuju muaranya. Namun ada riak-riak kenangan yang sesekali menyapa hati, mengajak kita duduk sejenak, merenung dalam diam. Salah satunya terjadi di Kotabumi, sepuluh tahun silam—kenangan sederhana, namun mengakar kuat dalam benak dan jiwa saya.
Saat itu, saya menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Lampung Utara. Pagi itu saya ada agenda kunjungan ke Makodim 0412 Lampung Utara yang terletak di Desa Kelapa Tujuh, Kecamatan Kotabumi Selatan.

Di tengah koordinasi santai bersama Dandim 0412 Lampung Utara Letkol Marzuki—seorang pemimpin lapangan yang hangat dan bersahabat—hadirlah rombongan Pasukan Kaveleri. Mereka baru saja menuntaskan pelatihan di Pusat Pendidikan dan Latihan Tempur (Pusdiklatpur) Baturaja. Kedatangan mereka membuka ide spontan dari saya: menggelar pawai tank keliling kota, sebagai sosialisasi kilat tentang kemanunggalan TNI-Rakyat.
Dengan semangat tanpa sekat antara rakyat dan prajurit, kami menyusun langkah. Hadir pula saat itu para perwira gagah: Kapten Harpian, Kapten Bassuni, dan Kapten Gus Amirul. Bersama jajaran Pemerintah Daerah Lampung Utara (Pemda LU), Polres, ormas, serta istriku tercinta, Meri Fatmawati—yang saat itu menjabat Ketua Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Lampung Utara — kami berbaur dalam pawai penuh semangat.
Tank-tank baja melaju gagah menyusuri Jalan Jenderal Sudirman. Suara raungan mesinnya seperti menggema dalam dada: bukan untuk menakutkan, tapi membangkitkan kebanggaan. Warga Kotabumi tumpah ruah ke tepi jalan. Anak-anak melambai riang, para orang tua tersenyum penuh haru. Tak sedikit masyarakat yang melihat kejadian hari itu mengabadikannya dengan kamera handphone, sebagai bukti bahwa sejarah bisa lahir dari hari-hari yang tak direncanakan.
Pawai itu bukan sekadar pertunjukan kekuatan militer. Ia adalah wujud nyata kemesraan TNI dan rakyat—sebuah relasi yang telah tumbuh sejak zaman perjuangan kemerdekaan. Kala itu, TNI lahir bukan dari barak, melainkan dari rahim rakyat yang terjajah. Mereka bukan prajurit pesanan, tetapi pejuang semesta yang bertempur tanpa pamrih.
“Rakyat adalah ibu kandung TNI,” ujar Bung Karno, dan saya menyaksikan kebenaran kalimat itu di hari penuh semangat tersebut. Tak ada garis pemisah. Semua menyatu dalam rasa: rasa memiliki negeri, dan rasa menjaga bersama.
Dalam bahasa leluhur kita, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” TNI memijak bumi rakyat, dan rakyat menjunjung langit perjuangan TNI. Inilah simbiosis kebangsaan yang tak boleh retak oleh zaman atau kepentingan sesaat.
Kini, kenangan itu telah menjadi mozaik dalam perjalanan hidup saya. Namun, seperti roda baja yang meninggalkan jejaknya di jalan aspal, kisah itu pun meninggalkan tapaknya dalam sejarah kecil Kotabumi. Ia mengajarkan bahwa kekuatan tidak selalu datang dari senjata, melainkan dari kepercayaan dan kebersamaan.
TNI dan rakyat adalah dua sisi mata uang kemerdekaan. Bersama kita kuat, bersatu kita menang. Dan selama hubungan ini terjaga, Indonesia akan tetap berdiri kokoh di tengah gelombang zaman.
***
Judul: Jejak Roda Baja di Jalan Kenangan: Memoar Pawai Tank di Kotabumi
Penulis: Drs. Murni Rizal, M.Si.
Editor: JHK