Tepatkah Menyikapi Kenakalan Remaja dengan Pendidikan ala Militer?
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Senin (19/05/2025) ─ Artikel berjudul “Tepatkah Menyikapi Kenakalan Remaja dengan Pendidikan ala Militer?” ini ditulis oleh Ina Agustiani, S.Pd. yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis pendidikan dan pegiat literasi.
Ketika para orang tua cemas dengan hasil pengasuhan yang menciptakan anak-anak mereka dengan permasalahannya yang kompleks disertai kenakalan remaja seperti tawuran, main gim daring, bolos sekolah, adab kurang baik, dan sebagainya. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau biasa disapa KDM datang memberi solusi. Tak tanggung-tanggung solusinya adalah program barak militer untuk remaja bermasalah yang bertujuan membentuk karakter disiplin, mandiri, dan bisa mengembalikan jati diri sebagai generasi penerus bangsa.
KDM berpendapat bahwa sikap brutal atau tindakan kriminal saat ini di kalangan pelajar adalah tanggung jawab yang harus sama-sama diemban oleh orang tua dan negara. Masyarakat sudah mendefinisikan jika di barak TNI akan diperlakukan ala tentara, padahal memaksimalkan kedisiplinan bukan militer mau perang. Kegiatan di sana seperti olahraga, kesenian, pengembangan minat dan bakat, pembiasaan pola hidup sehat, keteraturan makan, dan minum, serta menjauhkan peserta dari rokok dan obat-obatan terlarang. Kegiatan ini pun harus dapat persetujuan dari orang tua.

Sebaliknya ada pula yang berbeda pandangan, seperti Ketua Komisi Nasioal Hak Asasi Manusia, Atnike Nova Sigiro. Ia berharap KDM meninjau kembali rencana ini. Atnike menilai tidak ada masalah mengirim anak ke barak, tetapi jika dalam konteks pendidikan militer, itu tidak tepat dan keliru jika dalam konteks pendidikan militer dalam bentuk hukuman.
Senada dengan Komnasham, wakil menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat menilai langkah ini kurang tepat karena kementeriannya sudah memiliki mekanisme baku untuk menangani anak yang butuh bimbingan dengan pendekatan edukatif. Menurutnya, mengirim anak ke barak bukanlah solusi. Bahkan, dikhawatirkan konotasinya kurang baik terhadap militer disangkutpautkan dengan pendidikan Indonesia.
Kegagalan Sistem Pendidikan
Tawuran, narkoba, pergaulan bebas, bolos sekolah, bullying dan kenakalan lainnya adalah salah satu aktivitas kenakalan yang solusi dengan apapun hasilnya tetap sama, terus berulang. Jika kita evaluasi maka akan ditemukan bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan saat ini dengan corak kehidupan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan dan jauh dari syariat.
Tentu akan melahirkan pertentangan dalam menentukan kebijakan suatu masalah, seperti yang sudah ditulis sebelumnya para stake holder bersebrangan pendapat dalam memandang pengiriman pelajar ke barak TNI. Jadilah hasil kebijakan harus sesuai dengan kepentingan penguasa.

Sekiranya perlu dievaluasi sistem pendidikan saat ini, menjadi pertanyaan besar mengapa di usia produktif kenakalan remaja menjadi hal yang meresahkan, seharusnya remaja tenggelam dalam lautan ilmu dan disibukkan dengan hal yang bermanfaat.
Ada beberapa hal yang harus dkritisi dalam pendidikan saat ini, diantaranya fokus pengajaran lebih banyak capaian akademik, untuk pembentukan kepribadian hanya sebagai pelengkap, padahal ini sama pentingnya, apalagi agama menjadi nomor ke sekian ditengah cap islamofobia. Akhirnya menjadi tidak stabil jiwa remaja, yang memantik perilaku negatif lainnya.
Selanjutnya mengenai kesenjangan pendidikan yang tidak merata dalam hak pendidikan. Ada sekolah berbayar dan gratis (negeri vs swasta). Di saat ini tidak bisa dimungkiri biaya menjadi masalah, banyak anak putus sekolah karena biaya, atau perjuangan orang tua yang rela berjuang untuk anaknya di sekolah swasta berbayar selain lebih berkualitas lingkungannya pun terjaga.
Tenaga pendidik pun tidak merata, antara kota besar, kota kecil, pedesaan atau pelosok negeri. Fasilitas dan minimnya insentif menjadi tolak ukur kualitas pengajar. Pada akhirnya sangat sedikit yang bisa menikmati kualitas, niat sekolah hanya untuk mendapat ijazah, tak ada niat menikmati ilmu, itulah yang menjadi sumber kenakalan remaja.
Pendidikan vokasi, kewajiban program ini adalah link and match dengan industri kerja sama dengan korporasi. Jadilah remaja bersekolah kompetisinya seputar mentok menjadi buruh. Mental pekerja telah ditanamkan akibatnya daya inovatif, kreatif tidak terstimulus, tidak ada mental riset untuk belajar ilmu baru. Jika melihat realitanya bahwa sistem pendidikan dan kehidupan yang sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan terbukti menjadi pangkal persoalan kenakalan remaja.
Remaja Tangguh Itulah Islam
Pendidikan Islam berfokus pada pembentukan karakter kepribadian pelajar dengan penanaman akidah sebagai pondasi penting sedari kecil. Karena dengan akidah kuat dalam jiwa, remaja akan bisa membedakan benar dan salah sesuai dengan hukum syariat, mana yang harus dilakukan dan ditinggalkan, jiwa-jiwa bertakwa itu tumbuh untuk menyelematkan generasi muda.
Alokasi dana besar pun tak main-main untuk tenaga pengajar, sarana dan fasilitas sekolah, tidak ada biaya karena itu kewajiban dalam memenuhi hak dasar warga negaranya, gratis, dan berkualitas merata dari kota hingga pelosok desa. Dengan dana besar ini, para ayah tenang bekerja karena pendidikan dan kesehatan tercover negara. Para ibu menjadi sekolah pertama di rumah, membantu ayah mendidik anak-anaknya dihiasi cinta dan kasih sayang, tidak ada beban ekonomi yang diberikan padanya.
Anak bermasalah atau tidak itu sebagian besar berawal dari rumah, rumah “teduh, nyaman, aman” menjadikan remaja bahagia menjalani kesehariannya, itu berimbas pada perilakunya di sekolah dan lingkungan pertemanannya.
Benteng lainnya dari industri hiburan yang menutup akses informasi berbau pornografi, hoax, menghindari kemaksiatan sekecil apapun adalah investasi keimanan yang akan mendominasi masyarakat. Peradaban cemerlang di depan mata selangkah lebih maju.
Spirit pendidikan berwujud ketaatan total pada Allah, bermisi dunia bervisi akhirat, pemuda dan remaja akan mengabiskan waktunya dalam kebaikan terus di jalan Allah. Ada yang jadi peneliti, ulama, ilmuwan, mujtahid, mujahid, dan penguasa, semua taat pada syariah. Langkanya melintasi benua, menyebarkan Islam yang terikat pada keimanan sungguh cita-cita mulia yang sulit ditemukan saat ini.
Rasulullah pun saw. bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan, kecuali naungan-Nya, yakni imam yang adil, seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, ….” (HR Bukhari).
Dengan begitu masalah-masalah kenakalan remaja seperti pengiriman hanya bisa teratasi dari dalam hati tiap individu dengan pemahaman Islam. Wallahu A’lam. (Ina Agustiani).
***
Judul: Tepatkah Menyikapi Kenakalan Remaja dengan Pendidikan ala Militer?
Penulis: Ina Agustiani, S.Pd.
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas Penulis
Ina Agustiani, S.Pd. adalah seorang penulis wanita yang aktif sebagai pendidik dan pegiat literasi di Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa online, di antaranya tulisan berjudul “Putus Sekolah Putus Harapan: Jabar Tertinggi” yang dimuat di media online inijabar.com pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Tulisan Ina Agustiani, S.Pd. lainnya berjudul “Derita Keluarga dan Pendidikan di Masa Pandemi” yang terbit di media online radarindonesianews.com pada 29 Desember 2020. Tulisan ini dibuat saat wabah Pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia. Kemudian tulisan berjudul “Merdeka Belajar, Tapi Tak Merdeka Kritik” yang terbit pada 10 November 2020 di media yang sama.
Kemudian tulisan tentang pendidikan berjudul “Saat Kisruh Zonasi Masih Mendominasi” terbit di Suara Muslimah Jabar pada 29 Juli 2023 dan tulisan berjudul “Sawang Sinawang Turunnya Kemiskinan di Jawa Barat” yang terbit di media online terasjabar.co pada 2 Agustus 2023.