Cerpen “Ruang untuk Kita”
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom Sastra, Jumat (14/03/2025) – Cerpen berjudul “Ruang untuk Kita” merupakan karya original dari Heri Isnaini, seorang Dosen Sastra IKIP Siliwangi, Kota Cimahi.
Ruangan ini masih sepi ketika aku datang. Di ruangan ini aku biasa memberikan kuliah Mekanika Fluida. Ruangan di lantai 2 paling pojok, Gedung B, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ruangan yang menurutku sangat puitis. Penuh dengan bebunga yang disusun rapi pada pot-pot ukuran sedang. Kemudian pot disusun pada rak yang memanjang sepanjang beranda ruangan. Sangat harum semerbak bunga ketika mekar.
Aku sangat betah ketika mendapatkan jadwal mengajar di ruangan ini karena selalu ditemani bunga bermekaran. Entah mengapa bunga-bunga di sini selalu bermekaran seolah tidak mengenal waktu dan musim.
Selalu juga dihiasi dengan sepoi angin dan terkadang rintik gerimis. Sangat puitis dan syahdu. Terkadang aku berpikir, jangan-jangan yang menanam dan merawat bunga-bunga tersebut adalah seorang kakek yang dilarang mencintai bunga yang sangat dicintainya. Ah, entahlah.

Aku masih menunggu mahasiswa yang tak kunjung datang. Aku tidak tahu apakah mereka lupa bahwa ada kuliah hari ini ataukah sudah kebiasaan mereka untuk melupakan kuliah ini. Aku sangat mencintai mata kuliah ini.
Ya, mata kuliah yang aku anggap sebagai representasi diri manusia yang terkadang mudah mengalir dan amat gampang dipengaruhi oleh gaya di sekelilingnya. Mungkin, mahasiswa juga memahami bahwa mereka itu fluida juga. Bukan hanya mahasiswa, aku juga sepertinya menjadi zat cair dan gas yang mengalir mengikuti gaya di sekeliling sehingga terdampar di ruangan ini. Sepi, sunyi, dan sendiri.
Pikiranku dipenuhi berbagai macam zat cair dan gas sehingga terkadang pikiranku melayang jauh bertemu lamunan dan khayalan, membentuk imajinasi dalam benak dan juga dalam perasaan.
Aku biarkan saja pikiranku melayang sampai sawangan menembusi mega, awan, hingga ke puncak langit yang paling ujung. Terkadang dalam pikiranku yang melayang, terbersit juga angan dan bayanganmu. Ya, bayanganmu yang dulu sering bercakap-cakap dalam pikiranku dan tentu saja mengajakku mengitari alam yang entah sampai ke mana.
Aku selalu berpikir mengapa kita sering kali mengibaratkan diri seperti air. Hiduplah seperti air yang mengalir. Mengapa pula harus mengalir? Bukankah mengalir harus sampai tujuan? Tujuannya ke mana? Laut?
Bukankah ada perbedaan antara air yang mengalir dari sungai dengan air di laut? Ya, memang berbeda. Air laut dengan rasa asinnya, air sungai terasa tawar atau bahkan payau, tetapi mengapa pula kau tanyakan itu.
Aku melihat jam dinding di pojok ruangan yang terpajang agak miring ke kanan, menunjukkan pukul 13.20, berarti aku sudah berada di ruangan ini sekitar 20 menit. Masih juga hening, mahasiswa ke mana? Apakah mereka lupa ada kuliah hari ini? Apakah mereka tidak tahu ada perkuliahan hari ini?
Apakah mereka nyasar sehingga tidak dapat ketemu ruangan yang di pojok ini? Ruangan pojok yang secara lokasi memang tidak pas dan tidak bagus. Sirkulasi udara yang tersendat. Sinar matahari juga tidak cukup leluasa masuk. Terlebih ruangan ini dekat dengan selokan kotor penuh sampah dan limbah. Selokan yang dulu konon merupakan tempat mandi Dewi Nawangwulan yang selendangnya dicuri Jaka Tarub.
Aku ingin menjadi Jaka Tarub yang mencuri selendangmu kemudian aku sembunyikan di tempat teraman di dunia. Dengan begitu, kamu akan menjadi istriku dan tentu saja menjadi ibu untuk anak-anakku.
Namun, apakah itu tidak menyalahi prinsipku tentang kesetaraan? Aku akan dianggap pengecut dengan memaksa menikahi kamu. Ya, bukankah yang dilakukan Jaka Tarub adalah pemaksaan? Eh, apakah cinta perlu dipaksa? Ya, bisa saja sih.
“Maaf Prof, boleh saya masuk? Saya Chechen, kelas Oseanografi A1.”
Suara Chechen mengagetkan sekaligus membuyarkan lamunanku tentang kamu.
“Ya, silakan,” jawabku.
Chechen dalam ingatanku adalah mahasiswa Hamsad Rangkuti. Apakah dia pindah jurusan? Bukankah Chechen mahasiswa Sastra atau jangan-jangan Sastra Laut?
Ah, tidak peduli juga sih aku memikirkan itu. Toh, semua tidak usah dipikirkan. Membuang waktu dan tenaga saja, tetapi bukankah dengan tidak memikirkan sesuatu adalah sama dengan memikirkan untuk sesuatu yang tidak dipikirkan? Semua perlu dipikirkan sebenarnya. Walaupun untuk sesuatu yang tidak dipikirkan adalah sebuah pemikiran juga.
“Kemana kawan-kawan kamu yang lain?” Ungkapku membuka pembicaraan
“Saya tidak tau Prof, “ jawab Chechen singkat.
Chechen kemudian menganggukkan kepala, tanda izin untuk ambil tempat duduk. Dia kemudian berjalan mendekati kursi di bagian belakang deretan paling ujung. Kebiasaan mahasiswa di Indonesia yang kurang pede kalau ambil tempat duduk dipastikan tidak akan pilih kursi paling depan. Kenapa ya? Mungkin dulu nenek moyang dan kakek moyang juga begitu. Sudahlah buang jauh pemikiran itu. Eh, bukankah membuang jauh pemikiran adalah berpikir juga?
Aku tidak tahu mengapa hanya Chechen yang datang. Mungkinkah dia masih teringat ketika dia dan lelaki tua itu memesan kelapa muda dan meminumnya di kala gerimis menyapa sebuah taman dengan senja yang teriris seukuran kartu pos. Ya, dia dan lelaki tua itu sekiranya menjadi saksi keegoisan suka memotong senja itu untuk pacarnya. Semoga Chechen masih mengingat senja yang tidak utuh itu.
Lama aku menatap Chechen yang sibuk dengan ponselnya. Aku tidak tahu apakah dia sedang berkomunikasi dengan lelaki tua itu di ujung dunia sana? Ataukah dia sedang membaca puisi dari Profesor Hujan yang konon akan merasuk pada orang yang sedang jatuh cinta?
Bukankah cinta memang harus merasuk dalam diri seseorang melalui puisi yang paling sederhana? Puisi adalah cinta karena ejawantah perasaan paling dalam dan paling jujur. Aku berharap Chechen membaca puisi Profesor Hujan saja daripada menghabiskan senja dengan lelaki tua itu.
“Apakah Pingkan boleh masuk Prof?” Terdengar suara Pingkan, mahasiswi paling cerdas membuyarkan lamunanku atas puisi Profesor Hujan itu.
“Kenapa, Kau begitu kuyup?” Tanyaku sejurus melihat Pingkan yang basah.
“Saya kehujanan Prof. Hujan turun begitu mendadak tanpa gerimis dan tanpa mendung. Ia datang begitu tiba-tiba, seperti jemputan dalam jajaran kelander di tembok tua itu. Hujan menyihir saya Prof,” jawaban Pingkan membuatku melayang mencoba memikirkan, apakah dia bertemu pemuda yang membuat patung dengan hatinya itu. Jangan-jangan Pingkan bertemu dengan pemuda itu.
“Baiklah, Terima kasih atas penjelasan kamu, Pingkan.”
Sejurus Aku melihat jam di dinding itu menunjukkan pukul 13.40. Aku harus memulai perkuliahan ini. Sudah 40 menit perkuliahan terlambat. Harus segera dimulai. Aku tidak mau nanti kaprodi, dekan, wakil rektor, rektor, ketua yayasan, menteri pendidikan, presiden, dan rakyat akan datang memanggil aku dan menanyakan akan perkuliahan yang tidak kunjung dimulai.
Aku melihat kedua mahasiswa di dalam kelas, Chechen dan Pingkan. Mereka sedang asyik dengan ponsel dan pikiran masing-masing.
Aku harus mulai perkuliahan ini. Apakah aku harus masuk dalam pikiran mereka, memberikan perkuliahan Mekanika Fluida dengan metode yang tepat, FBL, (feeling based learning). Perasaan harus didahulukan untuk mentransfer ilmu, pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman, bukan dengan problem, project, atau bahkan discovery.
Aku pernah memprotes semua metode yang tidak berbasis perasaan ini. Bukankah manusia dibekali perasaan dan akal sehingga dia berbeda dengan makhuk Tuhan yang lain. Namun, aku dianggap nyeleneh dan gak paham ilmu pendidikan dan pengajaran. Baiklah. Aku harus memulai perkuliahan ini. Segera.
Chechen dan Pingkan menatapku, sesekali mereka mengangguk, saling menatap satu sama lain. Beberapa kali mengernyitkan kening. Berpikir keras. Terkadang dibarengi dengan senyum tipis.
Jam di dinding menunjukkan tepat pukul 14.00. Aku melihat kedua mahasiswa itu membuka buku catatan, menulis sesuatu, entah apa. Mencatat dengan serius. Sesekali melihat papan tulis. Serius sekali.
Aku melihat dengan rasa senang. Ternyata FBL cocok diterapkan pada perkuliahan ini. Mungkin karena ruangan ini, bebunga di berandanya, angin sepoinya, atau bahkan selokan yang dulu sungai indah itu.
“Maaf Prof, Saya Chechen, kelas Oseanografi A1,” suara Chechen kembali membuyarkanku.
Aku lihat, Chechen tidak sendiri, ada banyak mahasiswa lain di belakangnya. Aku lihat Pingkan, Sarwono, Matindas, Sukab, Alina, bahkan laki-laki tua itu.
“Apakah hari ini ada perkuliahan, Prof?” Ujar Chechen selanjutnya.
Sambil melirik jam dinding yang agak miring ke kanan itu, aku melihat pukul 15.00, sudah sore ternyata. Aku melihat mahasiswa yang lain menunggu jawaban dariku, selintas aku melihat Pingkan yang kuyup. Dan, laki-laki tua itu menatap tajam ke arahku. Ya, laki-laki tua yang gemar minum air kelapa itu. Aku agak bingung karena semua tatapan mengarah ke arahku. Menunggu jawabanku. Aku berpikir sejenak. Sejurus kemudian, aku mengatakan “Silakan kalian semua pulang, kita akan melaksanakan perkuliahan dengan metode FBL. Kalian bisa mengikutinya dari mana saja dan kapan saja, Terima kasih.”
***
Judul: “Ruang untuk Kita”
Pengarang: Heri Isnaini
Editor: JHK
Sekilas tentang pengarang
Heri Isnani lahir di Subang, Jawa Barat, pada 17 Juni. Heri sangat menyukai puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Pernah mengikuti acara “Temu Penyair Asia Tenggara 2018” di Padang Panjang, Sumatera Barat, mengikuti Festival Seni Multatuli 6-9 September 2018 di Rangkasbitung, Lebak, Banten. Puisi-puisinya juga pernah dimuat pada Jurnal Aksara, Deakin University, Australia.

Antologi puisi Heri, Ritus Hujan (2016); Singlar Rajah Asihan: Kumpulan Sajak (2018); Ah, Mungkin Kau Lupa Aku Begitu Merindumu (2019); Manunggaling Kawula Gusti: Kumpulan Sajak (2020); Montase: Sepilihan Sajak (2022).
Cerpen Heri pernah dimuat pada koran Radar Banyuwangi, Radar Kediri, dan Harian Rakyat Sultra. Beberapa media daring di Indonesia seperti Radar Utara, Restorasi News Siber Indonesia, Tebu Ireng Online, dan Bali Politika juga pernah memuat karya-karyanya.
Kegiatan sehari-hari Heri adalah Dosen Sastra IKIP Siliwangi Kota Cimahi. Selain itu, ia juga banyak beraktivitas sebagai editor dan reviewer di berbagai jurnal ilmiah di dalam dan luar negeri. Ia dapat dihubungi melalui surel heriisnaini.heriisnaini@gmail.com atau nomor WA 085723051385.
***