Tommie Rungkad
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Cerita pendek (cerpen) berjudul “Tommie Rungkad” ini merupakan karya Sarkoro Doso Budiatmoko, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Iowa State University, Amerika Serikat.
Siang menjelang sore itu Dartomo pulang dari pangkalan lebih awal. Dia mendorong gerobak mie ayamnya menuju pulang sambil senyum. Terasa tanpa beban dan hampir-hampir tidak memerlukan tenaga dorong sama sekali. Bahkan, mendorongnya cukup dengan satu tangan. Gerobaknya seperti meluncur sendiri.
Sekitar seratus meter lagi akan segera nyampai rumah dan itu bukanlah jarak yang jauh. Sudah terbayang senyum manis istrinya sambil menuntun anak bungsu menyambutnya pulang. Apapun hasil jualannya, baik laris manis ataupun tidak. Dartomo, biasa dipanggil Tom, selalu disambut dengan ceria.
Di kampung itu ada beberapa orang bernama Tom. Untuk membedakan dengan Tom-Tom yang lain, Dartomo atau Tom dipanggil kawan-kawannya Tommie, kependekan dari Tom Mie Ayam.
Hari ini adalah hari yang patut disyukuri. Tommie bisa pulang lebih awal karena dagangannya ludes tanpa sisa lebih cepat dari biasa. Ada yang beli untuk dimakan di tempat, ada juga yang beli dibungkus untuk dibawa pulang dan ada juga yang beli dalam jumlah banyak untuk di bawa pergi.
Sebetulnya ada sisa satu mangkok, tapi telah habis karena sudah diberikannya ke tukang parkir di tempat mangkalnya.
Memberi satu atau dua mangkok mie ayam kepada sesama orang kecil sudah menjadi kebiasaanya sejak lama. Tommie lakukan itu sebagai bagian dari amal sedekah dan dia sama sekali tidak merasa terbebani. Dia meyakini bersedekah tidak akan membuatnya miskin, malah dari memberi itu muncul rasa tenang dan sukur di hati.
Kini, beberapa langkah lagi akan segera sampai ke rumah. Mulutnya bersenandung lagu yang sedang popular berjudul “Rungkad”. Lagu ini iramanya ceria meskipun isinya tentang orang yang sedang patah hati.
Sejak lagu “Rungkad” dinyanyikan di Istana Merdeka saat HUT RI ke-78 yang lalu, Tommie suka sekali menyanyikan lagu itu. Di manapun pada kesempatan apapun Tommie selalu menyanyikan lagu popular itu. Sampai-sampai kawan-kawannya menambahi namanya menjadi Tommie Rungkad.
Ketika rumah semakin dekat, Tommie menghentikan senandung lagu “Rungkad” dan agak menahan laju gerobaknya. Dia tidak melihat istri dan anak bungsu di tempat mereka biasa menyambut. Ini tidak biasa dan bagi Tommie adalah sebuah keanehan. Dalam hati bertanya-tanya, kemana mereka? Kok tidak ada di tempat seperti biasanya?
Biasanya sudah terlihat senyum dan canda lucu anak bungsunya. Kelucuan anak yang melunturkan seluruh rasa lelahnya. Tommie memiliki dua anak. Anak tertuanya sudah sibuk bekerja di ibu kota dan jarang pulang.
Kelucuan anak bungsunya sangat dirindunkan. Ibaratnya, tidak melihat anak bungsu satu detik saja, langit terasa runtuh. Oleh karena itu disapukan pandangan Tommie ke sekeliling, siapa tahu terlihat anak dan istrinya, tetapi tidak ada.
Dia berhenti sesaat, berbalik badan dan kembali menyapukan pandangannya ke belakang, siapa tahu ada mereka. Namun, tidak ada juga. Tommie galau dan bergegas menuju rumah.
Sesampai rumah, dengan agak tergesa, gerobaknya diparkir di teras. Rodanya diganjal batu batako supaya tidak bergerak dan tidak jalan sendiri. Buru-buru Tommie masuk rumah dan memanggil-manggil nama istrinya, Minah dan nama anak bungsunya, Darmi, singkatan dari Dartomo-Minah.
“Minaaaah… Darmiiii….. Aassalamualaikum…..”
Berkali-kali diulang memanggil nama istri dan anaknya, tetapi tidak juga ada jawaban. Ditengoknya kamar dan dapur, kosong. Halaman sekitar rumah juga kosong. Pria ramah ini mulai gelisah. Rasa was-was mulai berkecamuk di hatinya.
Tommie lalu bergegas menuju ke rumah Pak Slamet, di rumah sebelah, siapa tahu mereka ada di sana. Anak dan istrinya sehari-hari biasa bermain-main di situ.
“Bu Slamet…. Pak Slamet…. Assalamualaikum….”
Ternyata kosong, tidak ada orang. Mobil dan sepeda motor juga tidak ada. Kini di benak Tommie mulai muncul berbagai tanda tanya dan prasangka.
Tidak ada lagi tetangga dekat rumah yang bisa ditanya. Ada beberapa rumah lain, tetapi penghuninya belum pulang kerja. Tommie bertambah was-was. Di zaman seperti sekarang ini segalanya bisa terjadi, termasuk hal buruk.
Tommie kembali ke rumahnya dan nongkrong di teras. Tidak lama nongkrong, dia berjalan masuk rumah. Lalu kembali lagi ke teras, bolak-balik persis setrikaan.
Pada saat-saat seperti ini dia kembali menyadari pentingnya punya handphone sebagai alat komunikasi. Dulu pernah pegang alat komunikasi modern itu, tetapi malah membuatnya pusing. Memang tampak mudah, tinggal tutul-tutul huruf dan angka, tetapi susah bagi Tommie dan Minah. Mereka takgaptek, takut dan gagap teknologi.
Kepala Tommie semakin bertambah butek sehingga membuatnya bertambah gelisah dan mulai berpikir hal-hal buruk. Dia bertanya-tanya kesalahan apa yang sudah diperbuatnya sehingga menerima cobaan seperti ini. Pikiran seperti itu muncul karena dia punya pengalaman pernah menjahili teman pada pagi hari dan sore harinya ganti dia yang dijahili orang, kejahilannya dibayar tunai.
Otak Tommie mulai berputar mengingat kembali apa yang telah dilakukannya sejak bangun pagi. Siapa tahu ada kesalahan yang harus segera dia tebus dengan permintaan maaf. Dirunutnya satu persatu. Seingatnya, pagi tadi sudah melaksanakan salat Subuh dan berdoa dengan khusyuk. Doa mohon ampun dan keberkahan atas pekerjaan dagangnya hari ini. Dia juga sudah menyalami semua jemaah laki-laki di musala, termasuk imam salatnya.
Memang ada satu jemaah yang tidak Tommie salami, yaitu si muazin. Itu karena dia jengkel tidak diberi kesempatan salat sunah Qobliyah Subuh. Subuh itu, begitu melihat dia masuk musala, si muazin langsung berdiri dan mengumandangkan iqomah. Ngeselin banget. Tommie bertanya-tanya pada dirinya sendiri, salahkah aku?
Otak Tommie terus berputar mengingat-ingat yang lain. Oh iya, tadi pagi aku sabet ayam tetangga sampai terkeok-keok. Itu karena berak sembarangan di teras yang sudah aku bersihkan. Ampuni aku ya Allah kalau itu menjadi kesalahanku.
Lalu muncul lagi dalam ingatannya. Sepulang dari subuh di mushola, aku tidak memberi makan kucing, itu kucing tetangga, masak harus aku kasih makan tiap pagi?
Ditambah ingat ini. Kucing itu juga aku lempar dengan sepotong kayu sampai termeong-meong karena berak tepat di bawah jendela kamarku. Baunya sangat mengganggu. Ya Allah kalau itu salah, ampuni aku.
Tommie ini orang yang sungguh sangat baik hati. Bayangkan saja, ayam dan kucing yang berbuat salah karena buang kotoran sembarangan, tetapi malah dia yang minta ampun. Itu pun dia masih belum tenang dan terus merenung, dosa dan kesalahan apa lagi ya?
Tommie terus merenung. Bahkan, lagu kegemaran Tommie, “Rungkad” yang dikumandangkan pedagang keliling sama sekali tidak menghiburnya. Otaknya sedang tersedot mikir di mana anak dan istrinya.
Tiba-tiba seperti tersengat lebah, Tommie buru-buru lari ke arah sumur. Dilihatnya timba dan ember masih utuh di tempatnya. Lalu ditengoknya sumur. Didapatinya permukaan air sumurnya juga tenang tanpa gejolak. Alhamdulillah. Dia pun melepas nafas lega sekali. Anak dan istrinya memang belum ketemu, tetapi setidaknya mereka tidak masuk ke dalam sumur.
Seperti orang kehilangan akal, Tommie lalu jongkok di dekat bibir sumur. Dimainkannya piring dan sendok kotor yang ada di lantai sumur. Bunyinya klenthing-klenthing mengingatkannya pada sesuatu. Dia terus berpikir.
Ya, bunyi itu mengingatkannya pada uang logam. Uang kembalian yang belum dia serahkan ke pembeli yang tadi siang membayar lebih. Namun, kata Tommie dalam hati, tidak ada sedikit pun niat untuk memakai uang kembalian itu, apalagi jumlahnya juga tidak seberapa.
Ya Allah, kalau itu kesalahan yang membuatku menjadi bingung seperti ini, besok kalau ketemu pasti aku kembalikan.
Kemudian Tommie berkeluh kesah lagi, “Ya Allah, aku tidak mengutil, tidak mencuri dan tidak pula korupsi, tapi sudah dilanda kebingungan seperti ini. Bagaimana dengan orang-orang yang korupsi uang rakyat sampai trilyunan rupiah? Bingung jugakah mereka? Atau malah bertambah bahagia dengan tambahan harta haramnya?”
Tommie mengusap jidatnya sambil berbisik lirih, ah ngapain mikirin koruptor.
“Minaaah, Darmiiiii, di mana engkau sembunyiiii,” teriak Tommie, “Ayolah pulang sini, jangan bikin aku bingung kayak ayam jago kalah bertarung.”
Tommie membatin, Anak dan istriku aku cintai setulus hati, aku cukupi segalanya semampuku, kurang apa aku ini? Ya Allah ampuni aku kalau aku kurang bisa mengemban amanah-Mu merawat keluargaku”.
“Ya Allah, tolong aku, kehilangan mereka sama artinya dengan hilang separuh jiwa, hentikan kebingunganku ini ya Allah,” kata Tommie lirih.
Tommie terus menggerakkan langkah kakinya keliling rumah. Otaknya melayang ke kelakuan salah satu tetangganya, seorang suami yang pergi meninggalkan anak-anak dan istrinya begitu saja tanpa berita. Dalam hati Tommie berkata, Kok bisa dia tega hati kayak gitu? Terbuat dari apa hatinya?
Tommie belum berhenti mengoreksi diri. Diingat-ingatnya semua kegiatannya satu-satu. Kesalahan dan dosa apa yang mungkin telah diperbuatnya hari ini. Dia memang merasa hidupnya dari waktu ke waktu selalu diawasi dari “atas”. Oleh karenanya dia selalu berusaha untuk tidak berbuat salah. Tommie belajar dari perjalanan hidupnya yang selalu mendapat berbagai rupa teguran dari langit setiap kali berbuat curang.
Uang kembalian, meskipun hanya satu rupiah, selalu dia kembalikan. Berbicara tidak menyakitkan, berperilaku ramah dan rajin beribadah. Dia juga tidak pernah mecurangi timbangan, ukuran porsi dan harga dagangannya.
Kawan sesama pedagang pernah ngomong, “Tommie. bagaimana kamu bisa kaya kalau tidak tega’an dan tidak mau berbuat curang? Lihat saja sekelilingmu, banyak yang tega berbuat apa saja demi keuntungan yang besar.”
Kawan ini malah menyebut Tommie sebagai orang yang tidak suka tantangan, “Kamu tuh termasuk orang yang tidak berani ambil risiko, tidak suka tantangan dan tidak mau keluar dari zona nyaman.”
Tommie diam saja karena tidak tahu persis maksud omongan kawannya itu, makanya dia pun tidak begitu peduli. Nyatanya hari-hari berikutnya dia tetap berdagang di “jalan lurus”. Meski untung tidak besar, tetapi hati tenang. Bahkan, dia menolak tawaran pinjaman modal untuk membuka kios dagang. Tommie memilih mendorong gerobak tanpa khawatir ada riba dan menjadi sibuk terjerat pinjaman.
Ketika Tommie cerita tentang tawaran pinjaman, istrinya setuju dengan pilihannya. Mereka memilih hidup tenang, tidak mau berperilaku serakah, tamak dan ngoyo.
Istrinya memang tidak sekolah tinggi-tinggi amat, tetapi seringkali pemikirannya sangat orisinal dan bijak. Dia juga motivator yang handal. Antara lain tampak dari kebiasaannya mengantar saat Tommie berangkat berdagang sampai pinggir jalan dan menyambutnya pulang di pinggir jalan sebelum masuk gang menuju rumah, sambil senyum.
***
Hari hampir gelap, anak istrinya belum juga nongol. Azan Maghrib pun sudah berkumandang, Tommie mengambil air wudu dan membasahi seluruh rambut kepalanya. Dia ingin mendinginkan kepala dan isinya.
Tidak seperti biasa, kali ini Tommie berusaha salat dengan khusyuk, berzikir dengan fokus dan memanjatkan doa dengan serius. Dia sangat berharap, selesai salat nanti diberi petunjuk di mana anak dan istrinya berada, tetapi itu juga tidak mudah. Usahanya untuk khusyuk terpecah oleh rasa galaunya memikirkan di mana anak dan istri, kekasih hatinya berada.
Tommie lalu bernadzar, “Ya Allah, kabulkanlah permohonanku, aku akan segera penuhi permintaan Minah untuk pulang menengok orang-tuanya.”
Minah sudah berkali-kali minta pulang menengok emaknya yang sedang sakit. Minah khawatir tidak sempat ketemu lagi keburu dipanggil Tuhan yang Maha Kuasa.
Ketergantungan Tommie pada yang “di atas” memang sangat kuat. Setelah salat Maghrib, meskipun jemaah musala lainnya sudah bubar, dia memilih terus berdoa daripada mencoba mencari kesana-kemari atau lapor Polisi. Tommie terus merenung, terpekur dan berzikir.
Ternya yang “di atas” juga mendengar permohonan Tommie. Dilihatnya di luar, Pak Slamet dan istrinya sedang sibuk mencarinya untuk memberitahu bahwa Minah dan anak bungsunya sekarang ada di RSUD menunggui emaknya. Kemudian Pak Slamet bercerita, siang tadi Minah panik saat dikabari emaknya sakit dan masuk IGD RSUD. Dia dan istrinya kemudian mengantar Minah dan Darmi.
Sekarang Tommie sedang ditunggu kedatangannya sambil membawa baju ganti, selimut, dan termos isi air panas.
Tommie langsung mengucap syukur, doanya telah dijabah. Dalam pikirannya sekarang hanya ingin segera ketemu Minah dan Darmi.
Tanpa ba-bi bu, dengan sigap dia lompat dari emperan musala dan langsung lari ke rumah mengambil semua pesanan istrinya. Tanpa pikir panjang, tanpa rasa sungkan dan tanpa rikuh pakewuh dia minta diantar Pak Slamet ke RSUD.
Begitu buru-burunya, Tommie sampai lupa berterima kasih pada Pak Slamet, lupa mengunci pintu rumah, lupa bawa bajunya sendiri, lupa bawa dompet. Dia juga lupa dengan seluruh rasa lelahnya. Tommie benar-benar “Rungkad”.
Purwokerto, 5 Oktober 2023.
Sarkoro Doso Budiatmoko.
***
Penulis : Sarkoro Doso Budiatmoko
Editor : Raka Alvaro Triputra
Tentang Pengarang:
Sarkoro Doso Budiatmoko lahir di Purbalingga, Jawa Tengah dari pasangan almarhum Bapak dan Ibu Pranoto. Pendidikan formal hingga tingkat SLTA dijalaninya di kota kelahirannya ini, sedangkan pendidikan tinggi ditempuhnya di IPB, Bogor dan Iowa State University, Ames, Iowa, Amerika Serikat.
Pengalamannya menjalani berbagai penugasan selama bekerja di Perum Perhutani memperkaya wawasan dan pemikirannya yang sering dituangkan dalam tulisan. Topik tulisannya tidak terbatas pada latar belakang pendidikan dan pekerjaannya saja, tetapi juga menyangkut bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan humaniora.
Atas dorongan Jumari Haryadi, Pemimpin Redaksi Pratama Media News, penulis pada 2023 mulai menulis cerita pendek (cerpen). Belasan cerpen sudah ditulis, antara lain berjudul: “Samsuri, Muazin yang Menghilang” lalu “Fadhil, Dunia ini Tak Seindah Rembulan” dan “Bram Terbelenggu Rasa”.
Sebagian dari tulisan-tulisannya telah dibukukan dengan judul: “NAH…mengambil makna dari hal-hal kecil”, diterbitkan oleh SIP Publishing, Purwokerto, 2021. Tulisan-tulisan lainnya juga sedang disiapkan untuk dibukukan, termasuk kumpulan cerita pendeknya.
Pengalaman, pergaulan, dan wawasannya bertambah luas semenjak menjalani profesi sebagai staf pengajar dari 2016 di Language Development Center (LDC), Universitas Muhammadiyah Purwokerto, UMP.
Penulis dikaruniai tiga orang anak dan beberapa cucu saat ini menetap di Purwokerto. Aktivitasnya, selain menulis dan mengajar, juga mengikuti berbagai seminar dan webinar, serta memenuhi undangan sebagai narasumber di beberapa event, termasuk dari RRI Pro-satu Purwokerto 14 Juli 2023 lalu.
***