ArtikelBerita Jabar NewsInspiratif

Sumpah

BERITA JABAR NEWS (BJN)Artikel “Sumpah” adalah karya tulis Febri Satria Yazid, seorang pengusaha, penulis, dan pemerhati sosial.

Bertepatan 28 Oktober 2023 segenap bangsa Indonesia memperingati Hari Soempah Pemoeda  yang ke-95. Pada waktu itu  27-28 Oktober 1928, pemuda pemudi yang berasal dari  Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) –  sebuah organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia – mengadakan Kongres kedua.

Tujuan kongres tersebut adalah memperkuat rasa persatuan dan kebangsaan Indonesia yang telah tumbuh di benak dan batin pemuda-pemudi yang sedang berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Kongres tersebut akhirnya melahirkan sumpah yang berbunyi:

“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”.
“Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”.
“Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Kongres Pemuda 28 Oktober 1928
Kongres pemuda 28 Oktober 1928 di Gedung IC, Jalan Kramat 106 Jakarta – (Sumber: Dok. Kompas)

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sumpah adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dan sebagainya), perkataannya itu dikuatkan dengan pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar, dapat juga berarti sebagai janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu).

Bersumpah merupakan  tindakan di mana seseorang  atau organisasi dengan tegas menyatakan kebenaran dari apa yang dikatakannya atau memenuhi suatu janji dengan meyakinkan. Alasan untuk bersumpah dapat bervariasi tergantung pada situasi dan konteksnya.

Dalam sejarah lain, kita ketahui  tentang adanya  Sumpah Palapa atau yang disebut dengan Amukti Palapa, yaitu sumpah yang diikrarkan oleh seorang Mahapatih Kerajaan Majapahit pada masa Raja Hayam Wuruk, yaitu Gajah Mada.

Sumpah Palapa diikrarkan oleh Gajah Mada ketika ia dilantik sebagai Patih Kerajaan Majapahit pada 1331 Masehi. Inti sari sumpah tersebut adalah bahwa Gajah Mada bersumpah untuk tidak akan makan palapa (semacam jenis rempah-rempah yang manis), tidak juga bersenang-senang atau beristirahat sebelum seluruh nusantara bersatu di bawah kekuasaan Majapahit.

Sumpah Palapa
Ilustrasi: Sumpah Palapa yang dilakukan Mahapatih Gajah Mada untuk menyatukan nusantara – (Sumber: ltnnujabar.or.id)

Bersumpah adalah cara untuk menegaskan bahwa apa yang dikatakan adalah benar. Ini adalah cara untuk memberikan keyakinan pada orang lain tentang kejujuran atau kebenaran dari pernyataan atau janji yang dibuat. Bersumpah sering kali terkait dengan komitmen serius atau janji yang harus dipenuhi, misalnya, sumpah jabatan dalam pemerintahan atau sumpah pernikahan adalah contoh komitmen yang sangat penting.

Sumpah dan komitmen memiliki hubungan erat karena keduanya melibatkan janji atau pernyataan yang menegaskan kewajiban untuk mematuhi suatu hal. Baik sumpah maupun komitmen melibatkan janji atau pernyataan di mana seseorang menyatakan niat atau kewajibannya untuk melakukan atau mematuhi sesuatu.

Sumpah dan komitmen menempatkan individu dalam posisi di mana mereka memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk memenuhi apa yang telah mereka janjikan atau berkomitmen. Seseorang yang bersumpah atau mengambil komitmen dianggap memiliki integritas yang tinggi dan diharapkan untuk berbicara atau bertindak dengan jujur dan sesuai dengan janji mereka.

Baik sumpah maupun komitmen memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan. Orang yang mematuhi janji atau komitmen mereka cenderung lebih dapat diandalkan dan dihormati.

Habibie
Habibie, mantan Presiden ketiga Republik Indonesia – (Sumber: lazada.co.id)

Prof. Dr.Ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng., Presiden ketiga Republik Indonesia, saat berusia 23 tahun, ketika  ia sedang berjuang melawan rasa sakit dan maut. Bahkan, ia sempat mengalami mati suri, bersumpah pada Ibu Pertiwi bahwa jika saat itu harus mati, Habibie merasa ada yang harus ia keluarkan dari dadanya.

Sebuah sumpah pada Ibu Pertiwi tentang tekad Habibie hancur  badan untuk tetap berjalan, jiwa besar dan suci membawa aku, padamu (Ibu Pertiwi). Habibie berhasil melewati masa kritis, kesehatannya pulih,  dan akhirnya mewujudkan sumpahnya pada Ibu Pertiwi mengabdikan jiwa dan raganya yang suci  untuk kemajuan Bangsa, terutama dalam penguasaan Ilmu pengetahuan  dan teknologi yang berbasis pada iman dan takwa.

Perjuangan Habibie mencapai puncaknya ketika terjadinya reformasi yang melengserkan Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia kedua sesuai konstitusi pada 21 Mei 1998. Habibie dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Presiden Republik Indonesia ketiga menggantikan Suharto.

Baik sumpah maupun komitmen sering kali memiliki konsekuensi jika dilanggar. Melanggar sumpah atau komitmen dapat mengakibatkan sanksi hukum, reputasi rusak, atau hilangnya kepercayaan.

Dalam konteks bisnis atau hukum, sumpah atau komitmen dapat memperkuat kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat. Ini memberikan jaminan tambahan bahwa pihak-pihak akan memenuhi kewajiban mereka.

Sumpah dan komitmen juga dapat berfungsi sebagai alat untuk mendorong ketaatan dan konsistensi dalam perilaku atau tindakan seseorang. Sumpah memberikan dorongan tambahan untuk mematuhi janji atau komitmen yang telah dibuat.

Sumpah dan komitmen ketika dilakukan  dengan sungguh-sungguh, dapat membentuk dasar untuk membangun hubungan yang kuat, baik dalam konteks pribadi, profesional, atau hukum. Mereka mencerminkan integritas dan kejujuran individu dalam memenuhi kewajiban mereka.

Pada banyak sistem hukum, bersumpah dianggap sebagai cara untuk menegaskan kebenaran di pengadilan. Saksi sering kali diminta untuk bersumpah sebelum memberikan kesaksian mereka agar mereka dianggap memberikan kesaksian yang jujur.

Dalam beberapa agama, bersumpah adalah bagian penting dari proses mengesahkan kebenaran atau kesungguhan suatu pernyataan atau janji. Misalnya, sumpah setia atau janji kesetiaan dalam konteks agama.

Sumpah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Melanggar sumpah bisa memiliki konsekuensi serius, terutama dalam konteks hukum dan kepercayaan masyarakat. Meskipun seseorang berusaha memperbaiki kesalahan, memperoleh kembali kepercayaan yang hilang bisa menjadi tugas yang sulit dan memakan waktu.

Main-main dalam sumpah atau komitmen dapat merusak reputasi seseorang, baik dalam lingkungan pribadi maupun profesional. Ini dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, kolega, atau mitra bisnis.

Beberapa jenis sumpah, seperti sumpah di pengadilan atau sumpah jabatan, memiliki implikasi hukum yang serius jika dilanggar. Melanggar sumpah atau komitmen dapat mengakibatkan kerugian finansial, terutama jika ada kewajiban keuangan yang terkait dengan janji atau komitmen tersebut.

Main-main dalam sumpah atau komitmen dapat menyebabkan perpecahan hubungan dengan keluarga, teman, atau rekan bisnis. Orang-orang mungkin memilih untuk menjauhkan diri dari individu yang tidak dapat diandalkan.

Melanggar sumpah atau komitmen juga dapat memiliki dampak emosional, baik bagi individu yang melanggar maupun bagi orang-orang yang terpengaruh oleh pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan sepenuhnya konsekuensi dari sumpah atau komitmen sebelum mengambilnya dan selalu mematuhi sumpah  dengan sungguh-sungguh.(Febri S.Y.)

***

Judul: Sumpah
Penulis: Febri Satria Yazid, pemerhati sosial.
Editor: JHK

Catatan:

Tulisan ini  bisa juga Anda baca di blog pribadi penulisnya ”Febrisatriayazid.blogspot.com” dan atas seizin penulis diterbitkan kembali di BERITA JABAR NEWS.

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *