Seumur Hidup: Ketika Penyesalan Tak Lagi Berguna
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Minggu (22/06/2025) – Artikel berjudul “Seumur Hidup: Ketika Penyesalan Tak Lagi Berguna” ini merupakan karya original dari Yoyo C. Durachman, seorang penulis, pengarang, dosen, sutradara, dan budayawan Cimahi. Saat ini aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
Di sebuah sudut penjara berjeruji besi, seorang lelaki tua duduk membisu. Rambutnya memutih lebih cepat dari waktu, matanya cekung, tubuhnya mulai melengkung seperti pertahanan yang runtuh oleh beban sejarah yang dituliskannya sendiri.
Lelaki tua itu bukan narapidana biasa. Beberapa tahun lalu, namanya disebut dalam sidang-sidang prestisius, muncul di layar kaca sebagai simbol keberhasilan, kadang keangkuhan. Ia pernah mengendalikan aliran uang negara—triliunan rupiah—dengan satu isyarat tanda tangan.

Kini, lelaki tua itu sudah tak bisa lagi mengendalikan pikirannya sendiri. Vonisnya jelas: penjara seumur hidup atas kasus korupsi mega triliunan. Namun, ada hal yang lebih menyakitkan dari hukuman itu, bukan jeruji besi melainkan kepergian diam-diam dari orang-orang yang dulu memujanya.
“Istri saya, anak-anak saya, mereka tak pernah datang lagi. Bahkan, tidak ada surat,” kata lelaki tua itu kepada seorang relawan yang sesekali datang memberi bacaan ke dalam lapas.
Suara lelaki tua itu nyaris tak terdengar, seperti ia bicara kepada dirinya sendiri. Di dalam sel yang sempit dan pengap, waktu tak terasa berjalan.
“Siang dan malam terasa sama. Bahkan, saya tak tahu hari ini hari apa,” tutur lelaki tua itu menambahkan.
Penyesalan itu datang terlambat—seperti pelajaran yang hadir saat kelas telah lama bubar. Lelaki tua mengaku sering berbicara dengan bayangannya sendiri. Mendengar tawa entah dari mana. Di kepala yang dulu cerdas menyusun strategi, kini bersarang kekacauan.
“Saya menyesal, tapi itu tak mengubah apa pun,” ucap lelaki tua itu lirih.
Korupsi yang dilakukan oleh mantan pejabat tinggi negara itu bukan hanya soal uang, tapi soal harapan yang dihancurkan, sekolah yang tak sempat dibangun, rumah sakit yang tak sempat berdiri, dan jutaan rakyat yang terus hidup dalam kekurangan karena keputusan satu orang.
Hidup, bagi sebagian orang adalah perjalanan yang mendaki. Namun, bagi lelaki tua ini, hidup telah berubah menjadi lorong gelap yang tak lagi punya pintu keluar. Ia tak lagi menanti pembebasan. Hanya kematian yang masih diizinkan masuk menemuinya.
Mungkin lelaki tua ini bukan satu-satunya. Mungkin masih banyak yang masih merasa aman dalam gelap, belum tersentuh hukum, belum sempat jatuh. Namun, saat semua lenyap—harta, pangkat, jabatan, dan pujian. Bahkan, keluarga—baru terlihat bahwa tak ada kemewahan yang bisa menggantikan harga nurani.
Bila nurani itu telah dijual, penyesalan yang datang kemudian hanyalah gema di ruang kosong: terdengar, tapi tak bisa menjawab apa pun. Ibarat pepatah mengatakan “nasi sudah menjadi bubur, penyesalan tak ada gunanya”.
***
Judul: Seumur Hidup: Ketika Penyesalan Tak Lagi Berguna
Penulis: Yoyo C. Durachman
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang Penulis

Yoyo C. Durachman adalah seorang seniman dan budayawan Cimahi yang multitalenta. Pria kelahiran Bandung, 21 September 1954 ini dikenal sebagai dosen, aktor, sutradara, penulis, pengarang, dan budayawan.
Selama karirnya dalam dunia teater, tidak kurang dari 30 pementasan telah dilakukan Yoyo dengan kapasitas sebagai sutradara, pemain, penata pentas, konsultan, dan pimpinan produksi. Naskah drama berjudul “Dunia Seolah-olah” adalah naskah drama yang ia tulis dan dibukukan bersama naskah drama lain milik Joko Kurnain, Benny Johanes, Adang Ismet, Arthur S. Nalan, dan Harris Sukristian.
Pensiunan dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini kini sering diundang sebagai juri maupun sebagai narasumber diberbagai kegiatan kebudayaan. Selain itu, Yoyo juga aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
***