ArtikelEdukasipendidikanpuisiSastra

Senandung Sunyi dan Janji Pagi dalam “Bisikan Malam dan Harapan”

 

BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom Artikel/Opini, Rabu (17/12/2025) – Artikel berjudul Senandung Sunyi dan Janji Pagi dalam “Bisikan Malam dan Harapan” ini merupakan buah karya dari Didin Tulus, seorang penulis, pengarang, dan pegiat buku yang tinggal di Kota Cimahi.

 

ilustras
Ilustrasi-sumber(AI/BJN)

bisikan malam dan harapan
Puisi karya Naru

Dalam sunyi malam
yang tenang,
Bintang berkelip
bagai harapan,
Menyinari hati
yang merindang,
Menggapai mimpi
tanpa kepastian.
Angin berbisik
lembut di telinga,
Membawa cerita
dari jauh sana,
Mengajarkan
bahwa setiap luka,
Adalah jalan menuju bahagia.

Puisi

Naru
Anggota TBM Hati Cerdas

 Tegal Kawung

Naru
Naru, anggota TBM Hati Cerdas, Tegal Kawung, Cimahi-Sumber(Didin Tulus/BJN)

 

Senandung Sunyi dan Janji Pagi dalam “Bisikan Malam dan Harapan”
Puisi adalah ruang dengung tempat hati berbicara, dan dalam karya singkat bertajuk “Bisikan Malam dan Harapan,” Naru telah membuka jendela menuju ruang sunyi yang menawarkan kedamaian dan optimisme. Meskipun Naru menyebut diri sedang belajar, puisi ini sudah memiliki inti sari yang kuat, menunjukkan bakat alami dalam merangkai diksi.

Harmoni Citra dan Makna
Puisi ini dibagi menjadi dua larik yang terjalin erat. Larik pertama memancarkan estetika visual yang kaya. Frasa “Dalam malam yang sunyi yang tenang” segera membangun suasana meditatif, sebuah kanvas gelap tempat harapan mulai dilukis. Citra “Bintang berkelip bagai harapan” bukanlah metafora baru, namun Naru menggunakannya secara efektif untuk merangkai kondisi internal si Aku lirik: bintang-harapan itu hadir untuk “Menyinari hati yang merindang” . Kata “merindang” di sini sangat menarik—ia bisa diinterpretasikan sebagai hati yang teduh karena kesepian atau malah hati yang rindang (lebat) karena dipenuhi harapan. Pilihan kata yang tak terduga inilah yang memberi nuansa sastra pada bait ini, menampilkan potensi Naru dalam bermain makna.

Larik kedua beralih ke dimensi auditori, menghadirkan “Angin berbisik lembut di telinga.” Bisikan angin ini bertindak sebagai pembawa pesan, menarasikan kisah yang datang dari tempat jauh. Bagian ini kemudian bergerak dari menggambarkan alam menuju refleksi filosofis. “Mengajarkan bahwa setiap luka, Adalah jalan menuju bahagia” adalah konklusi yang indah dan abadi, sebuah penegasan atas konsep felix culpa (kesalahan yang membawa kebaikan). Ia memberikan penutup yang bernada optimis, menyelaraskan bisikan malam dengan janji harapan di pagi hari.

Catatan Stilistika dan Irama
Secara keseluruhan, puisi Naru terasa mengalir. Ia menggunakan rima akhir yang rapi dan teratur (ten ang /harap an /merind ang /kepasti an ), serta (teli nga /s ana /l uka /bahagi a ). Kesatuan bunyi ini menciptakan irama yang lembut dan menenangkan, seolah-olah memang merupakan bisikan. Struktur larik yang pendek-pendek (terdiri dari dua kata di beberapa baris) sangat efektif dalam memberi jeda yang disengaja (enjambemen), memaksa pembaca untuk berhenti sejenak dan menyerap setiap citra, seperti detak jantung yang melambat di tengah malam yang sunyi.

Harapan untuk Sang Penulis, Naru
Kepada Ananda Naru dari TBM Hati Cerdas, Tegal Kawung, jangan pernah berhenti merangkai kata. Puisi “Bisikan Malam dan Harapan” ini sudah menjadi bukti bahwa kamu memiliki sensitivitas dan ketajaman emosi yang diperlukan seorang penyair.

didin
Didin Tulus, Penulis

Harapan saya:

Eksplorasi Kata: Teruslah membaca dan menjelajahi kamus. Coba cari padanan kata yang lebih segar atau langka untuk menggantikan diksi yang mungkin sudah sering digunakan (seperti ‘bintang’, ‘harapan’, ‘luka’).

Bermain dengan Struktur: Sesekali, coba melepaskan diri dari kekangan rima yang teratur. Biarkan irama ditentukan oleh makna yang ingin disampaikan, bukan oleh kebutuhan bunyi akhir. Kekuatan puisi seringkali ditemukan dalam ketidaksempurnaan yang disengaja.

Cimahi, 15 Desember 2025
Memperdalam Citra: Daripada hanya menyebutkan apa yang dirasakan, coba tunjukkan bagaimana rasanya. Misalnya, bagaimana rasa angin itu, atau warna dari ‘hati yang merindang’?

Naru, puisi ini adalah awal yang luar biasa. Setiap penulis besar adalah pembelajar abadi. Teruslah berbisik dalam sunyi, dan sebentar lagi, bisikanmu akan menjadi gemuruh yang menginspirasi. Selamat berkarya!

***

 

Judul: Senandung Sunyi dan Janji Pagi dalam “Bisikan Malam dan Harapan”
Penulis: Didin Tulus, sang Petualang Pameran Buku
Editor: Febri Satria Yazid

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *