Rendahnya Lulusan SMA untuk Meneruskan ke Perguruan Tinggi
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Selasa (21/10/2025) – Artikel berjudul “Rendahnya Lulusan SMA untuk Meneruskan ke Perguruan Tinggi” ini ditulis oleh Drs. Aswin, seorang Guru Sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Buat siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mereka telah dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini sangat berbeda dengan untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), seharusnya setelah lulus, mereka dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Menurut penulis, lulusan SMA mengalami banyak hambatan untuk meneruskan jenjang pendidikannya. Salah satu penyebabnya adalah masalah ekonomi, walaupun pemerintah sudah memberikan bantuan untuk calon mahasiswa, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan beasiswa.

Untuk memajukan dunia pendidikan, ujung tombaknya adalah guru yang berkualitas. Guru minimal memiliki empat kompetensi, seperti kompetensi pedagogik ─ kemampuan mengelola pembelajaran yang bermutu, kompetensi profesional, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial. Inilah kompetensi yang menunjang terjadinya pembelajaran yang bermutu.
Berkaitan dengan hal tersebut maka betapa pentingnya dilakukan pemetaan setiap Sekolah Unggul terhadap kompetensi guru-gurunya. Selanjutnya adalah meningkatkan pembelajaran yang bermutu.
Adanya pemetaan itu sangat baik bagi sekolah terpilih (Sekolah Unggul) sehingga diharapkan bisa memberikan informasi yang sesungguhnya tentang masalah di lapangan. Kita harus mengakui bahwa sistem pendidikan kita ─ di Provinsi Lampung ─ tertinggal jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah di provinsi lain.
Menyadari itu, langkah awal adalah mengukur kekuatan kita yaitu sumber daya manusia (guru) yang menetapkan siswa-siswi yang unggul. Adanya kebijaksanaan diambil langkah-langkah strategis untuk menciptakan kompetensi antara sekolah-sekolah di Lampung.
Memang strateginya Uji Kompetensi Guru (UKG) dilaksanakan secara bertahap. Namun, langkah awal ini sangat positif. Setidaknya sudah ada perhatian besar pemerintah Lampung pada pendidikan di wilayahnya.
Ini momen yang tak sengaja, ketika penulis mengerjakan test tahap 2. Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menghampiri meja penulis ketika penulis sedang mengerjakan UKG tahap 2. Hampir 30 tahun penulis menjadi guru, belum pernah bersalaman dan bertatap langsung dengan Gubernur Lampung sebelumnya.
Saat itu Gubernur Lampung berkata pada penulis, “Berasal dari sekolah mana? Siap mengikuti UKG?”
Kemudian penulis spontan menjawab, ”Siap Pak!”
“UKG, bukan penghakiman. Ini pemetaan, menjadikan pendidikan kita lebih baik lagi,” ujar Gubernur Lampung.
Bagi saya, hal itu sangat berkesan. Sesorang gubernur berupaya untuk memperbaiki pendidikan di Lampung. Saat itu gubernur didampingi Kepala Dinas Pendidikan. Ia bersama stafnya mendamping kami, para guru mengikuti ujian UKG.
Mungkin ini merupakan momen sejarah yang akan penulis kenang seumur hidup. Penulis menyakini akan terjadi perubahan pada bidang pendidikan di Lampung. Hal ini terlihat dari keseriusan antara Kepala Dinas Pendidikan dan Gubernur Lampung.
Sudut pandang masyarakat terhadap guru hingga kini dan seterusnya, guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru menjadi jembatan peserta didik untuk menggapai cita-citanya. Sehebat apapun kurikulum, tanpa guru di depan kelas, memberi motivasi, peserta didik akan hampa.
Pujian merupakan hal penting dalam membangkitan siswa agar mereka tetap semangat dalam belajar. Guru menggunakan komunikasi efektifnya dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu maka guru tanpa kehadiran di kelas akan sulit dikatakan belajar berkualitas.
Rasanya masih banyak peserta didik ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Mereka perlu bimbingan dari guru-gurunya untuk mencapai pendidikan yang lebih baik lagi. Mungkin guru perlu selalu memberikan motivasi dan wawasan berpikir pada mereka tentang masa depan. Juga mengajak mereka agar selalu bersikap optimis untuk belajar serta menjadi yang terbaik.
Penulis teringat kisah inspiratif dari Prof. Yohanes Surya, ia pernah berkata, “Tidak ada anak bodoh.” Hal tersebut dibuktikannya terhadap anak-anak Papua. Mereka dijadikan anak pintar sehingga berhasil meraih emas dalam olimpiade sains di luar negeri melalui metode mengajarnya yang terkenal “Gasing” (gampang, asyik, dan menyenangkan).
Akhirnya, kita sependapat dengan Prof. Yohanes Surya bahwa siswa-siswi kita adalah intan permata. Kecerdasan yang tersimpan perlu diberi perhatian, serta pelatihan agar berguna bagi nusa dan bangsa. Kita ─ para guru, melalui pendekatan hati, membangun kedekatan emosional agar terciptanya kegiatan pembelajaran yang efisien dan efektif.
***
Catatan: Tulisan ini berkaitan dengan Ujian Kompetensi Guru (UKG) se Provinsi Lampung Tahap 1 pada Sabtu, 18 Oktober 2025 (SMA dan SMK Negeri Unggul).
Judul: Rendahnya Lulusan SMA untuk Meneruskan ke Perguruan Tinggi
Penulis: Drs. Aswin
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis

Pria bernama lengkap Drs. Aswin, M.M. ini merupakan lulusan Program S1 Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung ̶ sekarang berubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Angkatan ’85.
Selanjutnya alumni SMPN 1 Kotabumi, Lampung Utara, Angkatan 1982 ini menempuh studi pascasarjana dengan mangambil Program S2 Magister Manajemen di Universitas Saburai, Kota Bandar Lampung dan lulus dengan gelar akademis M.M. (Magister Manajemen). Kini pria penggemar sastra ini berprofesi sebagai pengajar di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Aswin hidup bahagia bersama pasangan hidupnya, Dra. Baroroch, alumni Bahasa Sastra Arab IKIP Bandung Angkatan 1989. Istrinya ini juga bekerja di tempat yang sama di SMAN 3 Kotabumi.
Buah perkawinan Aswin dan Baroroch menghasilkan empat orang putra yang ganteng-ganteng. Mereka adalah putra sulung bernama Fahri Muhammad (alumni Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro), putra kedua bernama Farhan firdausi (alumni Fakultas Psikologi UPI Bandung), putra ketiga bernama Fikri Muhammad (Masih kuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Lampung), dan putra bungsu bernama Fadil Fauzani (masih kuliah di ITB STEI Teknik Informatika).
***