PIHK Tidak Terlibat Korupsi: Penegakan Hukum Harus Ditangani Secara Jernih dengan Adil dan Proporsional
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Sabtu (25/10/2025) – Artikel berjudul “PIHK Tidak Terlibat Korupsi: Penegakan Hukum Harus Ditangani Secara Jernih dengan Adil dan Proporsional” ini ditulis oleh Rd. H. Holil Aksan Umarzen, Ketua Tim Penyelamat Pihk Indonesia (TPPI).
Isu dugaan korupsi dan jual beli kuota Haji 2024 yang menyeret sejumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) telah menimbulkan kegaduhan nasional dan tekanan sosial luar biasa bagi pelaku usaha penyelenggara ibadah.
Sebagian pihak dengan mudah menuduh PIHK sebagai pelaku korupsi, padahal secara hukum PIHK hanyalah pelaksana teknis kebijakan negara yang sah, bukan pembuat kebijakan ataupun penerima keuntungan dari kebijakan tersebut.

PIHK Patuh Pada Negara Dan Bekerja Sesuai Aturan
Sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia (KMA) Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445H/2024M, PIHK hanya menjalankan tugas pelayanan jemaah sesuai dengan keputusan resmi pemerintah. KMA tersebut bersifat administratif, bukan perbuatan pidana, dan menjadi dasar legalitas seluruh operasional haji khusus tahun 2024.
PIHK bekerja sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta aturan turunannya yang diterbitkan oleh Kementerian Agama. Bahkan dalam situasi penuh tekanan dan pemeriksaan hukum, banyak PIHK bersikap kooperatif terhadap KPK dan BPK, menyerahkan data serta sebagian keuntungan usahanya demi menjaga nama baik umat dan kelancaran penyelenggaraan ibadah.
PIHK tidak pernah melawan negara; justru membantu pemerintah mengefisienkan biaya haji dan memberi pelayanan tanpa membebani APBN,” tegas Rd. H. Holil Aksan Umarzen, Ketua TPPI.
Legal Opinion: KMA 130 Tahun 2024 Sah Secara Administratif
Untuk menegaskan posisi hukumnya, TPPI mengutip Pendapat Hukum (Legal Opinion) dari Prof. Dr. Firdaus, S.H., M.H, Guru Besar Hukum Administrasi Negara dan Dosen Hukum Ketatanegaraan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, dalam dokumen resmi berjudul:
“Status Hukum Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445H/2024M”.
Hasil kajian hukum Prof. Firdaus menegaskan tiga pokok penting:
1. KMA No. 130 Tahun 2024 adalah keputusan yang sah secara hukum administrasi negara.
Diterbitkan oleh pejabat berwenang (Menteri Agama) dan bersifat konkret, individual, dan einmalig (berlaku sekali untuk objek dan waktu tertentu). Selama belum dicabut atau dibatalkan oleh lembaga peradilan atau pejabat yang berwenang, keputusan tersebut tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
2. KMA 130 merupakan perbuatan hukum jabatan bersegi satu (einseitiges Verwaltungsakt) — yaitu tindakan administrasi publik yang tidak memerlukan persetujuan pihak lain. Oleh karena itu, tanggung jawab hukumnya berada pada pejabat publik (Menteri Agama) sebagai pengambil keputusan, bukan pada penerima manfaatnya.
3. PIHK hanyalah penerima manfaat (beneficiaries) dari keputusan tersebut, bukan pembuat atau pengendali kebijakan. Dengan demikian, PIHK tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum pidana kecuali terbukti secara nyata melakukan perbuatan melawan hukum di luar ketentuan administratif.
Fakta Hukum dan Administrasi
Fakta lapangan menunjukkan bahwa tidak ada jemaah haji reguler yang dirugikan atas pelaksanaan KMA 130/2024.
Kementerian Agama melalui Dirjen PHU Hilman Latief telah menegaskan, “Tidak ada jemaah reguler nol tahun berangkat pada 2024; sistem antrean tetap berjalan dan kuota tambahan dibagi adil antara reguler dan khusus.”
Tidak ada kerugian keuangan negara. Dana BPIH bersumber dari setoran pribadi jamaah dan dikelola oleh BPKH, bukan dana APBN, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 34 Tahun 2014.
Kuota Haji bukan aset negara, melainkan hak administratif pemerintah (Pasal 64 ayat 2 UU No. 8 Tahun 2019).
Dengan demikian, tuduhan “korupsi kuota” kehilangan dasar hukum dan logika yuridis, karena tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor — tidak ada perbuatan melawan hukum, niat jahat, maupun kerugian negara.
Kesimpulan Hukum Prof. Dr. Firdaus, S.H., M.H.
“Dari sudut pandang hukum administrasi negara, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan KMA 130 Tahun 2024. PIHK bertindak sebagai pelaksana kebijakan publik yang sah, tunduk pada keputusan menteri yang memiliki kekuatan hukum mengikat.”
“Jika terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang, maka objek hukum yang tepat untuk diperiksa adalah jabatan publik yang mengeluarkan keputusan tersebut, bukan penerima manfaat dari keputusan itu.”
Seruan Moral TPPI
TPPI menyerukan agar penegakan hukum dilakukan secara adil, proporsional, dan berlandaskan asas kepastian hukum.
Pihak yang taat aturan tidak boleh dijadikan korban dari kebijakan multitafsir.
PIHK telah terbukti menjadi mitra pemerintah yang berkhidmat dan profesional dalam pelayanan ibadah haji.
“Kami menolak kriminalisasi terhadap pelaksana kebijakan negara. PIHK bukan koruptur — mereka adalah pelayan umat yang menjaga amanah suci dan taat terhadap keputusan pemerintah,” ungkap Rd. H. Holil Aksan Umarzen, Ketua Umum TPPI.
Kesimpulan Akhir
1. PIHK tidak terlibat korupsi dan tidak dapat dijadikan objek pidana atas pelaksanaan kebijakan negara;
2. KMA 130/2024 sah secara hukum administrasi negara, selama belum dicabut atau dibatalkan secara resmi;
3. Tanggung jawab hukum melekat pada pejabat publik yang menetapkan keputusan, bukan pada pelaksana teknis;
4. TPPI mendukung penegakan hukum bersih namun menolak kriminalisasi terhadap pihak yang patuh;
5. Diperlukan rasionalitas dan kepastian hukum agar iklim usaha Haji dan Umrah tetap stabil dan kepercayaan publik tidak runtuh.
Sumber Hukum & Referensi Akademik:
- Prof. Dr. Firdaus, SH., MH – Legal Opinion: Status Hukum KMA Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan 1445H/2024M, FH Untirta Banten, 2024.
- UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
- UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
- UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
- Kemenag RI – Hilman Latief, 7 Juni 2024: “Tidak ada jemaah reguler nol tahun berangkat.”
- Media Nasional (Kumparan, Detik, Tempo) — pemberitaan rapat Timwas Haji 2024 dan Pansus DPR RI.
***
Judul: PIHK Tidak Terlibat Korupsi: Penegakan Hukum Harus Ditangani Secara Jernih dengan Adil dan Proporsional
Penulis: Rd. H. Holil Aksan Umarzen, Ketua TPPI
Sumber: Siaran Pers Resmi Tim Penyelamat Pihk Indonesia (TPPI) Berdasarkan Legal Opinion Prof (Dr.) Firdaus, S.H., M.H., Ahli Administrasi Negara
Editor: Jumari Haryadi
