ArtikelBerita Jabar NewsBJNOpini

Pertanyaan Berkelanjutan: Mengenang Munir Said Thalib dan Perjuangan HAM di Indonesia

BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Jumat (25/10/2024) – Artikel berjudul Pertanyaan Berkelanjutan: Mengenang Munir Said Thalib dan Perjuangan HAM di Indonesia ini merupakan sebuah feature karya Citra Nilakresna Dewi, seorang mahasiswi yang kini sedang mengejar gelar Master dalam Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan dengan fokus pada Penelitian Sains Terapan (Master’s degree in Business Development and Entrepreneurship with a focus on Applied Science Research) di Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht), Belanda.

Siapa yang tak mengenal sosok Munir? Pria berperawakan kurus dan berkumis dengan nama lengkap Munir Said Thalib ini dikenal sebagai salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang hak asasi manusia (HAM), terutama penghilangan paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Berbuat baik tidak selalu bernasib baik. Begitulah setidaknya yang terjadi dengan Munir. Aktivis HAM yang satu ini dikenal tak memiliki rasa takut atau ragu-ragu dalam menyoroti berbagai isu sensitif terkait pelanggaran HAM di Indonesia, salah satunya adalah kasus kerusuhan Mei 1998 yang menyebabkan banyak bangunan rusak dan terbakar, orang luka-luka, meninggal dunia, hingga orang hilang.

Munir Said Thalib, S.H. (8 Desember 1965 – 7 September 2004) - (Sumber: PPI Utrecht)
Munir Said Thalib, S.H. (8 Desember 1965 – 7 September 2004) – (Sumber: PPI Utrecht)

Sebuah pepatah mengatakan “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak” yang artinya kehidupan kita depan kita adalah rahasia Allah, untung maupun malang sering datang tiba-tiba tanpa bisa kita tebak sebelumnya. Hal inilah yang terjadi dengan nasib Munir sang Tokoh HAM, nasibnya tragis, ia meninggal dunia akibat diracun pada 7 September 2004, saat dalam perjalanan ke Belanda untuk mengejar gelar master di Universitas Utrecht.

Peristiwa kelam tersebut menjadi catatan tersendiri bagi para mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Universitas Utrecht, Belanda, khususnya yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Utrecht. Organisasi ini menyelenggarakan beragam acara seperti diskusi akademik, olahraga, perayaan hari besar nasional, dan kegiatan kebudayaan untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat internasional.

Sebulan yang lalu, tepatnya pada Jumat, 13 September 2024, pukul 14.00 – 17.30 waktu setempat, aku mengikuti acara bincang-bincang yang diselenggarakan oleh PPI Utrecht dalam rangka menghormati jasa Munir dalam memperjuangkan HAM di Indonesia. Acara ini diadakan secara online dan offline. Aku beruntung berkesempatan hadir secara offline di Cosmos Room, KBG, Utrecht Science Park.

Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht), Belanda - (Sumber: Pixabay)
Universitas Utrecht (Universiteit Utrecht), Belanda – (Sumber: Pixabay)

Sebagai mahasiswi yang memiliki hobi menulis, kesempatan hadir dalam acara PPI Utrecht tersebut tentu saja harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Salah seorang teman kampus berhasil aku minta pendapatnya terkait perjuangan HAM di Indonesia, yaitu Audrey Kartisha Mokobombang (24), Mahasiswi S2 Utrecht University, LLM Law (Human Rights).

“Sebagai seorang pelajar, bagaimana pendapat Anda mengenai berbagai gerakan untuk memperjuangkan HAM di Indonesia? Apakah menurut Anda gerakan-gerakan ini sudah efektif, atau masih perlu ditingkatkan?” Tanyaku pada Audrey.

Mahasiswi S2 Utrecht University, LLM Law (Human Rights) tersebut dengan cekatan mengatakan bahwa gerakan untuk memperjuangkan HAM di Indonesia masih perlu ditingkatkan.

“Justru dengan adanya fenomena shrinking civic space (penyerusutan ruang sipil) yang terjadi hari-hari ini, gerakan sipil nirkekerasan semakin relevan dan harus ditingkatkan, berbarengan dengan advokasi kebijakan dan penguatan seluruh elemen masyarakat,” jawab Audrey.

Suasana acara diskusi memperingati meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib yang diselenggarakan oleh PPI Utrecht dan berlangsung di Cosmos Room, KBG, Utrecht Science Park pada Jumat (13/09/2024) - (Sumber: Citra/BJN)
Suasana acara diskusi memperingati meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib yang diselenggarakan oleh PPI Utrecht dan berlangsung di Cosmos Room, KBG, Utrecht Science Park pada Jumat (13/09/2024) – (Sumber: Citra/BJN)

“Menurut Anda, apa kendala utama dalam gerakan HAM saat ini? Bagaimana pelajar bisa ikut berperan dalam mengatasi kendala tersebut? Adakah aksi nyata yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah atau komunitas?” Tanyaku lebih lanjut.

Menurut Audrey, kendalanya banyak. Salah satunya adalah pemerataan perspektif gender, bagaimana para pegiat HAM sama-sama memiliki pemahaman gender agar dalam perjuangan HAM juga mampu menciptkan ruang aman bagi semua untuk terlibat. Sebagai pelajar, peran yang diambilnya adalah untuk terus belajar mengenai HAM.

PPI Utrecht
Suasana cara diskusi memperingati meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib yang diselenggarakan oleh PPI Utrecht dan berlangsung di Cosmos Room, KBG, Utrecht Science Park pada Jumat (13/09/2024) – (Sumber: Citra/BJN)

“Tentu sudah banyak aksi nyata yang dilakukan pelajar juga berbagai Civil Society Organizaion (CSO), mulai dari level peningkatan awareness, hingga asistensi bersama pemangku kebijakan untuk reformasi kebijakan. Salah satunya dengan membuka ruang diskusi tentang isu pelanggaran HAM yang sudah 20 tahun lamanya belum selesai, kasus Munir,” ungkap Audrey dengan penuh semangat.

Audrey menambahkan, para peserta yang hadir dalam acara diskusi tentang HAM tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda-beda dan ia berharap diskusi tersebut bisa memantik setiap pihak yang terlibat tentang pentingnya  berperspektif HAM dan melihat permasalahan HAM di Indonesia sebagai perjuangan bersama.

Audrey Kartisha Mokobombang (24), Mahasiswi S2 Utrecht University, LLM Law (Human Rights)
Audrey Kartisha Mokobombang (24), Mahasiswi S2 Utrecht University, LLM Law (Human Rights) – (Sumber: Citra/BJN)

“Apa pandangan Anda tentang perjuangan Munir Thalib dalam membela HAM di Indonesia? Pelajaran apa yang bisa diambil generasi muda dari dedikasi Munir terhadap keadilan?” Tanyaku lagi.

Kembali Audrey menjawab dengan cepat pertanyaan yang aku lontarkan. Salah satu alasan ia melanjutkan studi S2 dengan mengambil jurusan Human Rights di Utrecht University karena semangat almarhum Munir yang terbunuh pada 2004 saat ingin melanjutkan studi ke Utrecht University.

“Determinasi dan intergritas beliau untuk melindungi hak-hak kelompok marjinal harus terus dilipatgandakan,” tegas Audrey.

Kemudian aku mengeluarkan pertanyaan pamungkas pada Audrey “Apa pesan singkat yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat mengenai pentingnya hak asasi manusia dan bagaimana setiap individu bisa turut menjaga dan memperjuangkannya?”

Mahasiswi S2 Utrecht University tersebut sempat berpikir sejenak, lalu mengatakan bahwa HAM adalah hak yang melekat pada diri kita semua. HAM bukan sesuatu yang asing dan milik segelintir kelompok saja.

“Penting untuk kita sama-sama memiliki karakter HAM, dimulai dari hal-hal sederhana yang ada di dekat kita: berempati, bukan menyalahkan ketika ada korban. Membangun rasa peduli terhadap permasalahan ketidakadilan yang sedang terjadi dan terus menumbuhkan rasa ingin berjuang untuk sesama,” pungkas Audrey mengakhiri bincang-bincang kami berdua tentang HAM yang asyik dan menggairahkan.

***

Judul: Pertanyaan Berkelanjutan: Mengenang Munir Said Thalib dan Perjuangan HAM di Indonesia
Penulis: Citra Nilakresna Dewi
Editor: JHK

Sekilas tentang Penulis:

Citra Nilakresna Dewi, seorang gadis berusia 27 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Business Development & Entrepreneurship di Utrecht University, Belanda. Ia memiliki hobi menulis, melukis, fotografi, musik, membaca, traveling, aktivitas sosial (positive impact), olahraga, dan refleksi diri.

Citra Nilakresna Dewi
Citra Nilakresna Dewi, penulis -(Sumber: Arie/BJN)

Dunia bisnis bukanlah minat utama Citra sejak awal. Ia menemukan bahwa bidang ini menawarkan alat dan wawasan yang sangat berharga untuk mendukung hobi-hobi kreatifnya, seperti menulis, melukis, fotografi, dan musik. Oleh sebab itu, disela kesibukannya menuntut ilmu, ia sempatkan pula membangun bisnisnya dalam bidang pelatihan sumber daya manusia yang bernama Successshive.

Seiring berjalannya waktu, Citra mulai melihat bagaimana bisnis dapat menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan setiap aspirasinya, serta membantu memadukan kecintaannya pada seni dengan strategi yang lebih terstruktur.

Sebagai seorang penulis freelance, Citra menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang telah dipelajarinya untuk memperkuat karya-karyanya. Dengan menggabungkan pendekatan analitis dari dunia bisnis dengan kecintaannya pada seni menulis, ia menemukan keseimbangan yang memungkinkannya bekerja lebih efisien sambil tetap menikmati setiap prosesnya.

Citra percaya bahwa setiap individu memiliki lebih dari satu keahlian dan keahlian-keahlian tersebut sering kali saling melengkapi dan memperkaya. Baginya, bisnis telah menjadi pendukung utama yang memungkinkan ia dapat mengekspresikan kreativitasnya secara lebih mendalam dan luas. Melalui hal inilah ia memberanikan diri untuk membagikan segelintir demi segelintir tulisan yang dibuatnya, berdasarkan pengalaman pribadi dan kompilasi pengalaman orang-orang yang telah ditemuinya.

Setiap pengalaman tersebut membawa pelajaran berharga dan Citra merasa bangga kepada mereka yang terus berjuang, serta mereka yang memberanikan diri untuk bangkit kembali, meski secara perlahan.

Bagi Citra, meski perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, ia selalu menikmati setiap langkah yang ditempuhnya—dari pengalaman yang paling pahit hingga yang paling manis—dan terus belajar untuk menghargai setiap momen dalam proses ini.

***

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *