Penonton: Jiwa Yang Menghidupkan Pementasan Teater
BERITA JABAR NEWS (BJN), Kolom OPINI, Sabtu (19/07/2025) – Artikel berjudul “Penonton: Jiwa Yang Menghidupkan Pementasan Teater” ini merupakan karya original dari Yoyo C. Durachman, seorang penulis, pengarang, dosen, sutradara, dan budayawan Cimahi. Saat ini aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
Di balik gemerlap lampu panggung, di balik deretan dialog dan tarikan napas para aktor, terdapat satu elemen yang tak tergantikan dalam sebuah pementasan teater: penonton. Mereka bukan sekadar hadir sebagai pengamat, tetapi sebagai jiwa kedua dari sebuah pertunjukan.
Teater adalah seni yang hidup. Ia lahir, tumbuh, dan selesai di hadapan mereka yang menyaksikannya. Tidak seperti film yang bisa diputar ulang atau musik yang bisa direkam, teater hanya terjadi saat itu juga dan hanya berarti jika ada yang melihatnya. Penonton bukan hanya penerima, tetapi juga pencipta makna bersama.

Dalam pementasan profesional, aktor, sutradara, penata artistik, dan tim produksi berupaya semaksimal mungkin menciptakan dunia di atas panggung yang disebut sebagai dunia baru. Namun, dunia itu akan hampa bila tak ada mata yang menyaksikan, tak ada telinga yang mendengarkan, dan tak ada hati yang merasakan. Kehadiran penonton memberi gema pada energi, pada setiap gerak, dan makna pada setiap hening.
Lebih dari itu, penonton yang aktif, yang datang dengan rasa ingin tahu, punya pengalaman apresiasi yang memadai dan kepekaannya memberikan kontribusi yang besar terhadap iklim seni pertunjukan. Mereka membantu membentuk budaya menonton yang sehat. Menjadi bagian dari ekosistem teater yang hidup dan berkelanjutan.
Ketika penonton menghargai karya teater, membeli tiket, datang tepat waktu, dan menyebarkan kabar baik tentang pertunjukan yang mereka saksikan, mereka ikut menjaga nyala api seni pertunjukan di tengah gempuran hiburan instan dan digital.
Akhirnya, teater bukan hanya tentang mereka yang di atas panggung. Teater adalah pertemuan: antara yang bicara dan yang mendengar, antara yang berani mengungkap dan yang bersedia menyimak. Dalam ruang itu, penonton adalah cermin, bahan bakar, sekaligus saksi dari keindahan yang lahir dari kerja keras kolektif.
Tanpa penonton, teater bukan pertunjukan. Ia hanya latihan yang tak pernah selesai. Selain daripada itu, testimoni dari para penonton setelah pertunjukan berakhir adalah merupakan salah satu bentuk kritik yang bermakna.
Jangan remehkan suara penonton. Komentar, kesan dan testimoninya adalah bagian dari kritik, meski pada umumnya dilontarkan secara spontan.
Setiap testimoni menyimpan respon yang jujur: Apa yang menyentuh? Apa yang membekas? Apa yang belum tepat sasaran? Apa kekurangan dan kelebihannya?
Itulah yang bisa dijadikan sebagai cermin oleh seniman teater. Teater bukan hanya tentang tampil, tetapi juga tentang tontonan yang dilihat, didengar dan dimaknai.
***
Judul: Penonton: Jiwa Yang Menghidupkan Pementasan Teater
Penulis: Yoyo C. Durachman
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang Penulis

Yoyo C. Durachman adalah seorang seniman dan budayawan Cimahi yang multitalenta. Pria kelahiran Bandung, 21 September 1954 ini dikenal sebagai dosen, aktor, sutradara, penulis, pengarang, dan budayawan.
Selama karirnya dalam dunia teater, tidak kurang dari 30 pementasan telah dilakukan Yoyo dengan kapasitas sebagai sutradara, pemain, penata pentas, konsultan, dan pimpinan produksi. Naskah drama berjudul “Dunia Seolah-olah” adalah naskah drama yang ia tulis dan dibukukan bersama naskah drama lain milik Joko Kurnain, Benny Johanes, Adang Ismet, Arthur S. Nalan, dan Harris Sukristian.
Pensiunan dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini kini sering diundang sebagai juri maupun sebagai narasumber diberbagai kegiatan kebudayaan. Selain itu, Yoyo juga aktif sebagai anggota Dewan Penasehat, Pakar, dan Pengawas (DP3) Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
***