Pendidikan dan Kesehatan: Tanggung Jawab Negara, Bukan Donasi Rakyat
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom OPINI, Minggu (12/10/2025) – Artikel berjudul “Pendidikan dan Kesehatan: Tanggung Jawab Negara, Bukan Donasi Rakyat” merupakan karya tulis Ummu Fathma, adalah seorang pegiat literasi, ummu warobbatul bait, sekaligus pengasuh pondok tahfidz yang membimbing santri mencintai Al-Qur’an
Astagfirullah, lagi-lagi rakyat dibebani kewajiban baru yang sejatinya bukan tanggung jawab mereka. Baru-baru ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran yang mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN), pelajar, dan masyarakat untuk berdonasi Rp1.000 per hari guna membantu kebutuhan pendidikan dan kesehatan.

Sekilas, kebijakan tersebut tampak baik karena dikemas dengan semangat gotong royong dan bersifat sukarela. Namun, bila dikaji secara mendalam, kebijakan semacam ini justru memperlihatkan lemahnya peran negara dalam menjalankan fungsi utamanya: menjamin kesejahteraan rakyat.
Sesungguhnya, pelayanan pendidikan dan kesehatan adalah hak rakyat sekaligus tanggung jawab penuh pemerintah sehingga negara harus berusaha untuk memenuhi kewajibannya. Ketika rakyat diimbau untuk berdonasi demi memenuhi kebutuhan dasar tersebut maka sejatinya itu adalah bentuk pengalihan tanggung jawab negara kepada rakyat, padahal rakyat sudah “berdonasi” melalui pajak yang begitu banyak. Namun, pemerintah masih meminta supaya menyisihkan sebagian uangnya setiap hari untuk menambal kebutuhan yang semestinya disediakan oleh negara.
Beginilah wajah nyata sistem demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, penguasa bukan lagi pelayan rakyat, melainkan pengelola beban rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator, bukan penanggung jawab utama kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan rakyat, justru diberikan kepada swasta dan asing. Akibatnya, hasil kekayaan negeri lebih banyak mengalir keluar, sementara rakyat terus diperas melalui berbagai pajak, iuran, dan kini—donasi sosial harian.
Islam Menjamin Kebutuhan Dasar Rakyat
Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, penguasa merupakan pelayan dan pelindung umat. Rasulullah SAW bersabda:
“الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ”
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa negara dalam Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Di antara kebutuhan dasar itu adalah sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua itu dijamin melalui Baitul Mal, lembaga keuangan negara dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah).
Dalam sistem Islam, pendidikan dan kesehatan tidak boleh menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Negara harus menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan gratis dan bermutu bagi seluruh rakyatnya.
Tenaga medis, guru, dan dosen mendapatkan gaji yang layak dari Baitul Mal, sementara untuk membangun dan merawat fasilitas publik menggunakan dana dari negara. Tidak ada istilah “donasi rakyat” atau “iuran sukarela” untuk kebutuhan dasar seperti ini, karena negara bertanggung jawab penuh atasnya.
Dari Mana Dananya?
Dalam sistem Islam tidak mengandalkan pajak rakyat seperti sistem kapitalisme saat ini. Islam memiliki sistem keuangan yang mandiri dan berkeadilan. Dana tersebut bersumber dari:
1. Kepemilikan umum, seperti tambang, hutan, air, minyak, gas, dan energi. Hasil pengelolaannya masuk ke Baitul Mal untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat secara umum. Negara tidak boleh menggunakannya untuk kepentingan pribadi;
2. Kepemilikan negara, seperti fai’, kharaj, jizyah, dan usyur, yang digunakan untuk pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, serta gaji pegawai;
3. Kepemilikan individu yang dilindungi dan tidak dikenai pajak tetap, kecuali zakat bagi muslim yang mampu.
Dengan sistem seperti ini, negara tidak perlu “memalak” rakyat dengan pajak atau donasi karena sumber pemasukan negara sangat mencukupi. Bahkan dalam sejarah peradaban Islam, Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah menolak menerima zakat karena rakyatnya sudah hidup sejahtera, tidak ada lagi rakyat yang miskin. Begitulah keadilan dan keberkahan sistem Islam ketika diterapkan secara kaffah.
Kapitalisme Membebani, Islam Menjamin
Ironisnya, dalam sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini, SDA justru dikuasai oleh korporasi besar dan asing. Negara kehilangan sumber pendapatan utama, sehingga beralih membebani rakyat melalui pajak, pungutan, hingga donasi sosial. Hal ini membuat masyarakat miskin semakin terjepit dan menjerit, sementara kesenjangan ekonomi kian melebar.
Inilah bukti bahwa sistem demokrasi kapitalisme telah gagal menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu maka solusinya bukanlah menambal lubang dengan imbauan donasi, melainkan mengganti sistem yang salah dengan sistem Islam yang adil dan menyejahterakan.
Kembali kepada Sistem Islam Kaffah
Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya sistem Islam kaffah yang mampu menjamin kesejahteraan sejati. Dalam Islam, negara tidak hanya memimpin secara administratif, tetapi juga bertanggung jawab di hadapan Allah atas amanah kepemimpinan.
Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, rakyat akan terus menanggung beban. Pajak naik, biaya hidup meningkat, dan tanggung jawab negara terus dialihkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kita harus berjuang bersama untuk menegakkan sistem Islam yang menjadikan syariat Allah sebagai dasar kehidupan.
Masihkah kita ragu dengan sistem Islam? Jika terus bertahan dengan sistem rusak ini, kita akan terus rugi—dunia dan akhirat. (Ummu Fathma).
***
Judul: Pendidikan dan Kesehatan: Tanggung Jawab Negara, Bukan Donasi Rakyat
Penulis: Ummu Fathma, Pengasuh pondok putra SAT Abdussalam Almadani Sumedang
Editor: JHK
Sekilas tentang penulis:
Ummu Fathma adalah seorang pegiat literasi, ummu warobbatul bait, sekaligus pengasuh pondok tahfidz yang membimbing santri mencintai Al-Qur’an. Ia juga aktif sebagai praktisi pendidikan dan menjadikan menulis sebagai jalan dakwah demi melahirkan generasi muslim berakhlak mulia. Baginya, ilmu dan dakwah adalah ladang amal jariyah yang diharapkan menjadi wasilah hidayah dan pahala yang terus mengalir.